LIMABELAS : 🖤

1.2K 171 49
                                    

Jisung rasa ada yang salah, dengan Chenle, dia tidak pernah jadi sangat menghindarinya lebih dari satu minggu ini, sudah beberapa kali Jisung pergi ke kamarnya dan Johnny selalu bilang kalau dia tidak ingin di ganggu.

Sekali mereka bertemu, Chenle segera memalingkan wajah, berteriak dengan marah. "Aku banyak tugas, Jisung. Kamu tau kan kalau semester ini tugas lagi banyak-banyaknya?"

Jisung hanya menatapnya yang pergi menjauh.

Di hari selanjutnya, barulah dia tau kalau Chenle marah karena telepon dari Ten. Ten sendiri yang memberitau Jisung, saat mereka bertemu didepan vending machine untuk membeli kopi.

"Gue pernah telepon dan yang angkat Chenle"

Jisung merengut. "Kapan?"

Ten menggidikan bahunya. "Udah lama, seminggu yang lalu, mungkin" dia mengambil kopinya.

Jisung mendesah kasar. "Kenapa lo ga ngomong?"

"Gue kira dia baik-baik aja sama itu, ternyata engga"

"Lo ngomong apa aja?"

Ten menyandarkan tubuhnya ke mesin, menatap Jisung dari samping. "Kangen, Ji"

"Shit, Ten!"

"Gue ga tau, ya, kalo itu Chenle. Lagian kenapa si? Gue berasa jadi selingkuhan lo, tau ga?" Ten berdecih sebal.

Jisung mendengus, meninggalkan Ten bahkan sebelum kopinya jatuh dari mesin, dia berjalan dengan cepat, mencari Chenle kesana-kemari yang ternyata ada di perpustakaan.

Jisung menarik lengannya, tidak mau menjadi berisik disana, meski Chenle sempat menolak, tapi dia berhasil membawanya pergi ke belakang gedung fakultas Seni.

"Lo marah karena Ten, lagi?"

Chenle diam, menepis lengan Jisung yang masih menggantung di lengannya.

Jisung menghela napas panjang. "Chenle, denger, gue sama Ten beneran ga ada apa-apa, kita telponan cuma karena bosen aja"

Chenle mendengus, tersenyum miring, merasa alasan itu sungguh tidak masuk akal. "Bosen sama apa, Jisung? Sama aku?"

Jisung menggeleng kencang. "Engga, bukan, Chenle"

"Kalo emang ga ada apa-apa kenapa kamu bohong? Kamu bilang yang telepon kamu itu Dosen, sejak kapan Ten jadi Dosen?"

"Chenle-"

"Jisung, dia bahkan punya panggilan istimewa, Ji, yang aku sendiri ga punya!" Chenle menahan teriakannya, dia mengatur napas dengan sangat baik. "Aku salah dari awal ngejauhin kalian, kalo aku tau kalian sedeket itu, mending aku yang mundur, Jisung"

"Chenle" Jisung melangkah maju, sedang Chenle langsung melangkah mundur, dia berhenti, menatap mata Chenle yang memerah menahan tangis. "Jangan nangis, please"

Chenle menggeleng. "Engga, Jisung, aku ga akan nangis"

"Chenle, gue salah, iya, maafin gue"

"Aku udah pernah maafin kamu"

"Kita selesain ini, oke?"

"Iya, Jisung, kita selesai"

Jisung menggeleng cepat. "Engga, Chenle, bukan itu maksud gue, please, please, maafin gue"

Chenle menunduk, menghela napas sebelum kembali menatap manik Jisung. "Kita jaga jarak dulu, Jisung. Aku tau kamu juga beneran sibuk sama tugas, aku juga" dia tersenyum tipis, lalu pergi, tanpa melihat pada Jisung sedikitpun.

Bahagia kamu (nomor satu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang