24. Their Pain.

13K 1.2K 298
                                    

Hello.
Balik lagi sama mandaaa.
Apa kabar?
Semoga kita semua dalam lindungan-Nya yah.
Jangan lupa tegur kalau aku nulis sesuatu yang mirip dengan cerita orang lain.

***

"Kadang orang-orang memang benar.
Benar bahwa cinta tidak harus memiliki."

***

"Hey!"

Seorang perempuan yang sedari tadi hanya duduk termenung di atas ranjang yang menjadi alas tidurnya selama dua hari ini mendadak kembali sadarnya.

Matanya menatap sosok lelaki tampan yang memakai snelli khas dokter itu dengan tatapan datarnya.

"Kau membuat penggemarmu khawatir. Lihatlah wajah pucatmu itu. Astaga," sahut lelaki itu sembari meletakkan sesuatu yang ia bawa di atas nakas kemudian mendudukkan dirinya pada kursi yang terletak di samping tempat tidur milik perempuan itu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya perempuan itu sambil melirik lelaki yang tengah duduk di sampingnya.

"Aku seorang dokter. Dan ini adalah rumah sakit. Jadi, apakah salah jika aku berada di sini?"

Perempuan tersebut memalingkan wajahnya, begitu malas dengan kalimat yang diucapkan oleh lawan bicaranya.

Terdengar hendak melucu. Namun, sama sekali tidak lucu baginya.

"Aku bukan wanita hamil atau semacamnya. Untuk apa seorang ahli kandungan ke sini."

Lelaki tersebut tersenyum. "Seharusnya kau menanyakan apa yang aku lakukan di kamar rawatmu."

Perempuan tersebut menoleh, menatap lelaki yang masih mempertahankan senyumnya itu dengan tatapan kesalnya.

"Terserah! Aku ingin tidur!" sahut perempuan itu dengan nada marahnya kemudian tidur dengan posisi membelakangi lelaki yang sebenarnya masih merupakan salah satu dokter di rumah sakit tersebut.

"Aku tidak tahu kau selemah ini. Padahal kau itu model yang punya jam terbang padat. Baru kali ini aku mendapatimu masuk rumah sakit dengan kondisi yang buruk."

"Aku tidak bisa pura-pura kuat sepertimu. Aku hanya seorang perempuan yang juga memiliki hati dan perasaan. Dan bisa sakit kapan saja."

Lelaki tersebut tetap tersenyum, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa sekarang ini dirinya sedang menjadi bahan sindiran dari perempuan itu.

"Aku tidak pura-pura kuat. Aku memang kuat."

Terdengar nada mengejek dari perempuan tersebut. "Aku akan menjadi orang paling pertama yang menertawakanmu ketika kau jatuh sakit nantinya."

"Kenapa kau jahat sekali padaku, Stefy Kim?"

Tidak ada lagi jawaban dari perempuan itu untuknya. Yang ada hanya bunyi nafas mereka yang saling beradu di dalam ruangan tersebut.

"Cinta tidak harus memiliki, Stef. Kau harusnya tahu itu."

Stefy Kim, sosok perempuan yang sebenarnya berstatus sebagai seorang pasien itu mendadak mendudukkan dirinya dengan gerakan kasar ketika kalimat tersebut terdengar di telinganya.

I'm Pregnant Mr. Oh (RSB Book 6) TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang