"Hari ini capek banget nggak, sih?" Argi yang berjalan di sebelah Keano bertanya. Ia meregangkan tubuhnya sambil menguap, kemudian kembali menunduk. Kedua tangannya memegan tali tas dengan kaki yang agak diseret langkahnya. "Kayaknya habis ini gue hiatus dari kehidupan dan menjalani kehidupan di The Sims dengan sepenuh hati."
Keano melirik Argi. Hanya sesaat, karena setelahnya ia kembali fokus pada lahan parkir yang ada di hadapannya. "Untung hari ini udah Kamis, ya," komentar Keano.
"Nah, itu!" Argi berseru. Tangannya yang terkepal diangkatnya setinggi mungkin. "Gue bisa hiatus sebentar—"
Mendengar ucapan Argi yang terpotong, lantas membuat Keano menoleh heran. "Kak?" panggilnya pelan. "Kenapa—oh, dia lagi."
Keano langsung menyadari apa yang membuat Argi terdiam begitu melihat sesosok laki-laki yang berada tak jauh di depan. Tatapan matanya yang sudah tajam dari sananya, malah terlihat makin menyeramkan. "Udah, biarin aja," ujar Keano singkat. Ia menarik lengan Argi, memaksa sang kakak untuk mengikuti langkahnya yang lebih cepat.
Tidak ingin membuat masalah sama sekali, Argi hanya menundukkan kepala. "Iya, emang gue biarin, kok," balas Argi sambil tersenyum lebar. "Males cari masalah juga, sih. Hidup ini udah banyak masalah, ngapain nyari yang baru lagi?"
"Iya," gumam Keano. Ia menengok ke belakang sesaat. "Teman nggak punya, nggak usah nyari musuh, deh."
Mendengar penuturan Keano, sontak membuat Argi tertawa. Ia menepuk punggung adiknya itu beberapa kali. "Bener juga ucapan lo!" serunya. Meski sebenarnya, ia tidak ingin membenarkan sama sekali.
Keano meringis pelan dan mengusap punggungnya sendiri. Sedikit menjaga jarak dengan Argi, ia meraih ponselnya yang sedari tadi bergetar. Sebuah pesan masuk. Itu pesan dari bundanya. Segera, Keano membuka pesan tersebut.
"Kak, gue disuruh belanja," ucap Keano.
"Gue boleh ikut?" pinta Argi. "Mau beli bahan-bahan buat bikin cheese cake. Kayaknya enak."
"No." Keano menolak. Ia tidak mungkin membiarkan Argi ikut. Bisa-bisa, kemarahan Ganiva kembali terulang. "Gue beliin aja. Lo catat bahan yang lo perluin, nanti gue yang beli. Lo istirahat di rumah. Bukannya lo bilang hari ini capek banget?"
Argi menggeleng pelan. Binar di manik matanya tampak lebih pudar dari sebelumnya. Tangannya menggoyangkan lengan Keano. "Tapi, gue mau ikut," lirih Argi.
"Kak, jangan maksa!" tolak Keano keras. "Gue nggak mau kena omel lagi. Udah cukup kemaren. Jangan bikin gue kena masalah terus."
Tangan Argi meluruh. Ia mengerjap beberapa kali, diakhiri dengan senyum sendunya. "Maaf," bisiknya. Tanpa aba-aba, ia berjalan terlebih dahulu, meninggalkan Keano yang masih berdiri di tempatnya.
Decakan Keano terdengar. Ia merutuki bibirnya yang dengan mudah mengucapkan kalimat negatif tersebut. "Kak, tunggu!" teriaknya. Dengan cepat, ia menyusul langkah Argi. "Maafin gue. Gue cuma nggak mau lo kenapa-napa."
"Iya, nggak pa-pa. Gue paham, kok." Argi menepuk pundak Keano, lalu merangkulnya. "Pokoknya, jangan lupa beliin bahan-bahan yang gue list, ya."
"Kalau udah jadi, gue minta, ya."
Argi mendengkus. "Coba sekali-kali buat sendiri gitu. Biar nggak nunggu gue masakin dulu baru bisa makan."
Keano menunjukkan cengirannya. "Itu bukannya jadi salah satu keuntungan punya kakak yang bisa masak, ya? Punya koki pribadi di rumah."
Sudut bibir Argi berkedut. "Iya juga, ya."
🍁🍁🍁
Segera, setelah Keano menurunkan Argi di depan rumah, ia langsung kembali tancap gas, sedangkan Argi langsung berjalan memasuki pekarangan rumah. Langkahnya terasa ringan, meski tidak seringan orang lain. Bisa kembali bersikap seperti biasa dengan saudara kembarnya saja rasanya sudah lebih dari cukup untuk membuat hari Argi kembali membaik.
"Permisi, paket!" teriak Argi di depan rumah sambil melepas sepatu dan kaus kakinya. Meski tahu bahwa tidak ada siapapun, berhubung Ganiva masih berada di kantornya. "Assalamualaikum, Gofud."
Argi terkekeh geli sendiri, meski dalam hati berharap tidak ada balasan atas salamnya. Tangannya meraba bagian laci rak sepatu, tempat biasanya Ganiva menyimpan kunci rumah. Setelah menemukannya, ia langsung memasukkannya ke lubang kunci, lalu membuka pintu.
Hawa dingin langsung terasa begitu Argi menjejakkan kakinya di ruang tamu. Kedua tangannya diregangkan. Dihirupnya udara yang tercampur dengan pengharum ruangan beraroma melati.
Tanpa menyalakan lampu, Argi berjalan ke kamarnya. Menikmati setiap langkahnya yang tiba-tiba terasa begitu melelahkan. Bibirnya sedikit terbuka ketika merasa oksigen soal ditarik dari sekitarnya.
"Kenapa lagi coba?" gumam Argi. Ia membuka pintu kamarnya, melempar tas sembarangan, lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur yang dingin. Tangannya perlahan mengusap dada. "Jangan kenapa-napa, Gi. Lo lagi sendirian di rumah."
Dada Argi tampak naik turun teratur. Kedua netranya menatap langit-langit kamar yang terasa kosong. Tidak ada niatan untuk bangkit dan mengganti seragamnya.
"Keano ...." Argi bergumam pelan. "Cepat pulang."
•to be continued•
A/n
Aku puyeng deh dapet tugas keluarga :") materiku baru menikah :") ternyata sesusah itu.
Dan itu tugas individu :")
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
Teen FictionSelamat datang di dunia sang kakak. Dunia yang hangat, namun penuh perjuangan setiap harinya. Kuucapkan selamat datang pula di dunia sang adik. Senyumnya cerah, tetapi jangan pernah terkecoh. Ia punya banyak cerita di balik segalanya. Keduanya mem...