Lembar Kedua

11.5K 1K 34
                                    

Sejak dulu, Keano terbiasa untuk terlelap sendiri di kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak dulu, Keano terbiasa untuk terlelap sendiri di kamarnya. Ganiva kadang mengunjunginya, hanya untuk sekadar mengecek apa ia sudah tertidur atau belum. Sayangnya, Ganiva selalu tertipu. Nyatanya, tidur Keano tidak pernah terasa menyenangan hingga membuatnya kembali terjaga.

Suara detik jarum jam terdengar di kamar yang sunyi. Sesekali, suara tokek terdengar. Membuat Keano mengerjap dan menghitung berapa kali suara itu terdengar.

Ketika suara tokek berhenti di hitungan ke enam, Keano lantas menghela napas. Ia tidak tahu mitos apa yang terkait dengan berapa kali tokek mengeluarkan suaranya. Satu hal yang pasti, Keano merasa lega karena akhirnya suara itu menghilang, diganti dengan kesunyian malam dan suara jangkrik.

"Satu ... dua ... tiga—"

Suara pintu yang terbuka membuat hitungan Keano berhenti. Kedua kelopak matanya menyipit, berusaha menangkap sosok yang berdiri di ambang pintu. Gelapnya suasana di dalam kamar membuat ia lebih lama menyadari bahwa yang membuka pintu barusan adalah saudara kembarnya sendiri.

"Keano ...." Suara Argi terdengar lirih. "Gue mimpi buruk. Boleh tidur di sini nggak?"

"Heilah. Kirain apa." Keano tersenyum geli dan menggeser tubuhnya, memberikan ruang agar Argi dapat berbaring di sebelahnya. "Sini, sini. Sebelah gue kosong. Hati juga."

Argi berdecih pelan. Ia membaringkan tubuhnya, lalu menarik selimut yang Keano gunakan, yang sontak membuat laki-laki berkaos hitam itu berteriak kesal dan kembali merebut benda kesayangannya tersebut. Sudah datang tengah malam, minta tidur di sini, lalu mengganggu Keano. Dasar, kakak tidak tahu diuntung!

"Dasar jomlo," ejek Argi.

Rasanya, Keano ingin mengambil cermin lalu menyuruh Argi untuk berkaca.

"Nggak apa-apa, yang penting gue bahagia," ucap Keano. Ia menjulurkan lidahnya, lalu beralih memunggungi Argi. Meski sudah enam belas tahun hidup bersama, rasanya agak aneh kalau harus tidur berhadapan dengan seseorang yang mirip dengannya. Seperti bercermin, namun bayangan yang dihasilkan berwajah tidak setampan dirinya.

Tunggu. Secara semu, Keano menepuk keningnya. Gue sama Kak Argi 'kan kembar identik.

Keano mendengkus kesal tanpa sadar. Rasanya punya saudara yang kembar identik itu tidak selalu menyenangkan. Keano jadi tidak bisa sembarangan mengejek, apalagi soal tampang. Selain karena face shaming, rasanya agak lucu, karena mereka mirip. Benar-benar mirip.

"Kean-o, mau pinjam guling."

"Enak aja. Bawa sendiri dari kamar lo, emang nggak bisa?"

"Adeeek." Argi merajuk, menggoyangkan lengan Keano dengan manjanya. Hal ini yang selalu membuat Keano berpikir kalau dirinya adalah kakak.

Dengan terpaksa, Keano memberikan guling—atau yang selalu disebutnya dengan kalimat love-of-my-life—pada Argi. "Jangan sampai diilerin. Gue nggak mau kalau besok pagi, guling gue jadi bau."

Argi mengangguk cepat dan tersenyum lebar. Diacaknya rambut kecokelatan sang adik yang memang sudah berantakan dari sananya. "Makasih. Emang cuma lo, deh. Sahabat rahim-dunia-akhirat gue."

Tanpa sadar, Keano menarik kedua sudut bibirnya tipis. Ia berdeham pelan. "Yaudah, tidur."

"Iya, iya. Selamat malam. Mimpi indah. Besok jangan lupa bangun."

Mendengar penuturan Argi, lantas membuat Keano berdecak pelan. "Bukannya seharusnya gue yang ngomong gitu?" balasnya. "Jangan lupa bangun besok pagi. Jangan tiba-tiba pergi gitu aja tanpa gue sadari. Gue nggak mau sendirian."

Tidak ada balasan sama sekali dari Argi. Hal itu membuat Keano langsung membalik tubuhnya. Tepat saat itu pula, ia mendapati kedua kelopak mata sang kakak terpejam damai. Embusan napasnya lembut dengan dada yang naik turun teratur. Satu hal yang Keano tahu, kakaknya itu sudah tertidur lelap, dan ia tidak perlu khawatir.

"Selamat malam, Kak. Gue sayang sama lo. Sedikit."

Pada akhirnya, meski Keano berusaha, kedua kelopaknya tidak juga terpejam.

🍁🍁🍁

"Ngantuk banget," keluh Keano. Ia tidak tahu semalam pada akhirnya berhasil tertidur pukul berapa. Pastinya, pagi hari ketika Ganiva membangunkannya, kepala Keano terasa pening dan kantuknya masih luar biasa menyiksa.

Argi melirik Keano yang tampak tidak nafsu memakan nasi goreng buatan Ganiva. Padahal, ia tahu bahwa nasi goreng adalah makanan favorit Keano. Apalagi jika yang memasak adalah sang bunda.

"Tidur jam berapa semalam?" tanya Argi. "Udah tahu hari ini masih sekolah, malah begadang. Awas, ya, kalau lo nanti ketiduran di kelas."

Keano menunjukkan cengirannya, namun hanya sebagai formalitas belaka. Kedua kelopak matanya yang tampak sedikit membengkak menyipit, bahkan sesekali tertutup. Benar kata Argi, tidak seharusnya semalam Keano begadang lagi.

Entah sejak kapan, hampir setiap malamnya Keano sulit tertidur. Rasanya, seperti ada bisikan-bisikan di telinganya yang membuat Keano tidak tahan sama sekali. Yah, kalau sedang liburan, Keano masih bisa bangun lebih siang. Berbeda jika ketika tidak masuk sekolah. Keano tidak bisa tidur lebih lama.

"Udah Bunda bilang, jangan suka begadang, Dek," ucap Ganiva. Ia mengupas apel untuk konsumsinya sendiri. "Ingat penyebab kepergian sepupu kamu?"

Keano menunduk. Ia mengangguk pelan. "Ingat, Bun," jawabnya singkat. "Tapi, Bunda tenang aja. Aku nggak akan berakhir kayak dia. Aku—"

Argi menepuk pundak Keano, menghentikan ucapannya. Kalau tidak begitu, omongan Keano bisa semakin jauh. Lama-lama, rasa bersalah yang harus ditanggung adiknya itu dapat kembali hadir. Mengganggu hari yang cerah ini.

"Cepat makan makanan lo. Nanti, biar gue yang nyetir. Lo lanjutin tidur aja di belakang."

Ganiva sebenarnya tidak bisa setuju, namun begitu melihat Keano benar-benar mengantuk, ia juga tidak mungkin membiarkannya. Bisa-bisa, keduanya celaka, dan Ganiva tidak ingin itu semua terjadi.

"Iya, biar Kakak yang nyetir," dukung Ganiva. "Tapi, lain kali nggak ada begadang lagi, ya, Dek. Apalagi buat hal yang nggak penting."

Keano tersenyum dan mengangguk. "Iya, Bunda. Pasti."

•To be continued•

A/n

Jangan lupa komen, atau aku akan marah dan nggak mau lanjut lagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bercanda!

Enjoy, Guys!

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang