"Loh, hari ini sekolah?" Ganiva yang sedang menutup kotak makan milik Argi bertanya. Ia melirik Keano yang berada di sebelahnya, berdiri dengan seragam yang sudah lengkap dikenakannya. "Bunda bawain bekal sekalian, ya."
Keano menganggukkan kepalanya dengan semangat. Meski sebenarnya masih ada rasa nyeri di tangannya, tapi skalanya sudah tidak sebesar sebelumnya. Lagipula, ia sudah kelas dua belas sekarang. Tidak mungkin kalau terus izin.
"Hari ini Senin." Argi yang baru selesai mengikat dasinya, memasuki dapur. Mengambil sepotong roti keju dari atas meja, kemudian berjalan menuju ruang makan. "Kita mau main apa? ABC lima dasar lagi atau main tebak-tebakan?"
"Main?" Ganiva bertanya heran. "Bukannya Kakak sama Adek nggak sekelas, ya?"
"Biasa, Keano nakal, Bun," adu Argi. Suara teriakannya terdengar keras, semata agar adiknya itu tersulut. "Kalau upacara hobinya ngajakin main ABC lima dasar."
"Daripada yang hobinya ke UKS tiap upacara buat minta teh hangat," sindir Keano, membalas ucapan Argi. Diambilnya segelas susu yang sudah Ganiva siapkan. Dengan langkah ringan, ia menghampiri Argi yang sedang menikmati rotinya.
"Jadi, main apa kita nanti?"
"ABC lima dasar, tebak-tebakan nama gebetan," jawab Keano. "Gimana?"
Argi berhenti mengunyah rotinya. Ditatapnya Keano dengan wajah datarnya yang menyebalkan. Bisa dibilang, saudaranya itu juga menampilkan wajah yang tidak kalah menyebalkannya. Perpaduan antara senyum menggoda, mengejek, dan kasihan.
Yah, harus Argi akui mereka kembar.
Dan sama-sama menyebalkan.
"Ingat kalau gebetan gue cuma satu?" Argi bertanya. Dan sialnya malah suka sama saudara kembar gue sendiri.
"Ingat, kok," jawab Keano. "Cuma lo ditolak 'kan? Dia suka sama cowok lain? Siapa, deh? Lebih ganteng dari lo? Bagus, deh. Nggak salah pilih dia."
"Rese lo." Dengkusan Argi terdengar. Ia mengambil tas kecil berisi obat-obatannya, kemudian bangkit. Langkahnya terdengar begitu jelas saat ia berjalan menuju ruang tamu. "Ayo, berangkat!"
Keano terkekeh geli dan mengikuti Argi. Kakaknya itu kadang bisa bersikap kekanakan, dan jarang bersikap dewasa. Makanya itu, berkali-kali ia memanggilnya dengan sebutan kakak formalitas. Yah, kedudukannya juga patut dipertanyakan.
"Udah mau berangkat?" Pertanyaan Ganiva terdengar dari arah dapur. Wanita yang sudah mencapai kepala empat itu mengeringkan tangannya dengan handuk, lalu menyusul kedua putranya.
Argi yang sedang berlutut di hadapan Keano dan membantu adik kembarnya itu untuk mengikat sepatu, lantas mendongak. Hanya sesaat, sebelum akhirnya ia kembali menatap tali sepatu milik Keano dan mengulang ikatannya serapi mungkin. "Iya, Bunda," jawabnya singkat. "Kean, udah rapi belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
Teen FictionSelamat datang di dunia sang kakak. Dunia yang hangat, namun penuh perjuangan setiap harinya. Kuucapkan selamat datang pula di dunia sang adik. Senyumnya cerah, tetapi jangan pernah terkecoh. Ia punya banyak cerita di balik segalanya. Keduanya mem...