Pada akhirnya, Keano memutuskan untuk pulang ke rumah setelah sekolah berakhir. Salah satu alasannya adalah karena sejak semalam Ganiva meneleponnya. Entah sudah berapa kali, Keano sendiri tidak ingat. Hingga ia memutuskan untuk mematikan saja benda berwarna biru tersebut.
Sejak semalam pula, Argi juga tidak menghubungi. Keano yang memiliki tingkat kekhawatiran lebih tinggi terhadap saudara kembarnya tersebut hanya dapat menduga-duga. Walau kemudian pikiran buruk merasuki kepalanya, Keano berusaha untuk menyingkirkannya.
Setelah bel istirahat berbunyi, Keano langsung bangkit. Begitu gurunya keluar dari kelas, ia mengekor, bermaksud untuk mengintip kelas Argi dari jendela. Namun, ketika Keano mengedarkan pandangannya ke dalam kelas, ia tidak bisa menemukan sosok Argi di manapun.
"Ngapain lo?" Sebuah suara terdengar, membuat Keano menoleh. Di sebelahnya, Kian berdiri sambil bersedekap. Seolah mendapati pencuri sedang mengawasi targetnya, kedua manik mata Kian memicing curiga.
"Bukan urusan lo," balas Keano. Tangannya mengibas, mengusir Kian. "Udah sana. Hush, hush."
"Kalau lo nyari kakak lo, dia nggak masuk lagi. Sakit," ucap Kian, bahkan sebelum Keano bertanya. Yah, laki-laki itu juga tidak berminat untuk memberitahu sebenarnya. Mulutnya seolah bersuara begitu saja.
"Hah?" Keano mengerjap cepat. "Gimana, gimana? Coba ulang."
"Sakit, s-a-k-i-t," ulang Kian. "Lo 'kan adeknya sendiri, masa gitu doang nggak tahu. Adek macam apa lo?"
Keano menegang di tempat. Tangan yang awalnya terkepal, langsung melemas. Ia mengambil ponsel yang berada di saku celananya, kemudian mengecek pesan yang sejak semalam masuk ke ponselnya.
Bunda
Dek, pulang, ya.
Dek, Bunda butuh kamu.
Adek, bisa tolong ke rumah sakit sekarang? Kakak collapse.
Dek, pulang sekolah ini bisa ke rumah sakit sebentar? Kakak di Gedung Melati lantai 3, ya.
Dek ....
Kakak butuh kamu.
Bunda mohon, pulang, ya.
Keano bersandar pada dinding. Lalu, senyumnya terulas, tampak begitu miris dan menyedihkan. "Gue bodoh banget, ya?" gumamnya.
"Ha? Sejak kapan?" Kian menyahuti. Dirinya kini duduk di kursi panjang yang ada di depan kelasnya. "Kalau lo bodoh, kakak lo apa?"
Keano melirik Kian sinis. "Lo pernah ngerasain rasanya disapa pakai kulit tangan nggak?" Meski kemudian, helaan napasnya terdengar, begitu lesu dan tidak bertenaga. Tubuhnya luruh, hingga pada akhirnya Keano berjongkok. Kedua tangannya mengusap wajah perlahan.
"Mungkin emang harusnya lo pulang." Kian berujar.
"Lo tahu dari mana kalau gue nggak pulang?"
"Gue cenayang." Kian tertawa pelan, suatu hal yang baru pertama kali Keano dengar. "No, kakak lo akhir-akhir ini sering cerita ke gue. Lebih tepatnya semenjak dia nggak pernah keluar kelas lagi pas istirahat. Gue nggak ngerti kenapa, anjir. Mana suaranya nyebelin."
"Kak Argi kenapa nyari teman yang hobinya nyari masalah gini, sih?" Keano bergumam pelan, berusaha untuk tidak terdengar oleh Kian. Masalahnya, kalau sampai dengar, mungkin urusannya akan lebih sulit lagi. "Terus, lo temenin?"
Kian mengedikkan bahunya. "Dia nggak punya teman, mau gue tinggalin juga kasian." Ia meluruskan kedua kakinya, lalu menoleh. "Gue nggak sejahat itu juga."
Sesaat, Kian diam. Ia menatap Keano yang masih saja menunduk, menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut. Lalu, Kian bangkit.
"Udah azan. Mending lo salat. Doain kakak lo, tuh. Biar nggak bolos terus. Gila, kerjaan bolos, nilai pas-pasan, tapi masih bisa naik kelas. Kalau tiba-tiba dia dapat kuota SNMPTN, gue nggak tahu lagi dia pakai apaan," ucap Kian. Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, ia berjalan menjauh, meninggalkan Keano seorang diri.
Sementara itu, Keano diam, tidak membalas ucapan Kian sama sekali. Kepalanya untuk sesaat mendongak. Ia menarik napas panjang.
"Kakak ...." Keano bergumam lirih. "Gue mohon ... tolong terus bertahan."
🍁🍁🍁
Untuk kesekian kali sepanjang hidupnya, Argi terbaring lemah di atas bed rumah sakit. Tangannya yang tidak bertenaga menggenggam jemari Ganiva. Kemudian, kedua matanya yang sayu dan tampak berkaca-kaca melirik.
"Bunda ... Adek ...." Argi meracau di balik masker oksigennya. Ia tidak lagi peduli dengan sakit yang dirasakannya. Satu hal yang Argi mau hanya keberadaan sang adik di sisinya.
Ganiva mengusap surai Argi lembut. "Bunda udah hubungi Adek. Nanti, pasti Adek ke sini. Kakak sabar, ya," ujarnya menenangkan.
Argi mengangguk pelan. Ia tidak lagi bersuara dan hanya menatap langit-langit. Berusaha berpikir bahwa ia masih bisa melihat Keano, meski sempat berpikir bahwa tadi malam ia akan mati sebelum sempat melihat sang adik untuk terakhir kali.
Hingga kemudian, suara pintu terbuka. Ia melirik ke arah datangnya suara. Langkah kaki terdengar. Tak lama, sosok seseorang yang ditunggunya muncul dengan senyumnya yang biasa. Kedua kelopak mata Argi melebar.
"A-dek ...." Argi memanggil lirih. Tangannya ingin meraih Keano, namun tubuhnya terasa benar-benar lemah.
"Hai, Kak," sapa Keano pelan. Lalu, pandangannya beralih pada keberadaan Ganiva yang berada tepat di sisinya. "Bunda ...." Kedua kaki Keano terasa benar-benar lemah, hingga ia meluruh. "Maafin aku."
Ganiva yang melihat itu langsung meraih tubuh Keano, menyuruhnya untuk kembali berdiri. "Adek, bukan Adek yang seharusnya minta maaf, tapi Bunda," ujar Ganiva cepat. Kedua lengannya dilingkarkan pada tubuh sang buah hati. "Maafin Bunda. Selama ini, Bunda udah bersikap nggak adil ke kamu. Bunda udah ngebuat kamu kecewa selama ini."
Keano tidak dapat berkutik sama sekali. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. "Aku kecewa," ucapnya jujur. "Tapi aku nggak bisa nggak maafin Bunda. Mau berapa kalipun dikecewakan."
Perlahan, Keano membantu Ganiva untuk berdiri, lalu mendudukkannya di bangku. Diraihnya tangan Ganiva, lalu digenggamnya erat.
"Aku nggak akan pergi lagi. Maaf karena udah bersikap kekanakan beberapa hari ini." Keano menyunggingkan senyumnya. Bagaimanapun juga, orang yang ada di hadapannya adalah bundanya, seseorang yang sudah melahirkannya dan merawatnya hingga kini.
"Kakak." Keano beralih, menatap Argi yang juga sedang menatapnya. "Adek pulang."
•to be continued•
A/n
Tengah malam lagi, hiyaa. Aku mau ngerjain tugas wkwkwk.
Siapapun yang baca malam ini, jangan begadang, yah. Langsung tidur. Nggak baik kalau begadang terus.
🤗
GUYS AKU PANIK DISURUH UJIAN TINDAKAN DI RUMAH ;-;
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
Teen FictionSelamat datang di dunia sang kakak. Dunia yang hangat, namun penuh perjuangan setiap harinya. Kuucapkan selamat datang pula di dunia sang adik. Senyumnya cerah, tetapi jangan pernah terkecoh. Ia punya banyak cerita di balik segalanya. Keduanya mem...