07 || HUKUMAN

88 64 2
                                    

Karena terlalu asyik menonton drama Korea sampai tengah malam, kini Elysh harus merasakan kantuk berat saat pelajaran Bu Endang, si guru killer yang mengajar Fisika.

Alkana yang sibuk mencatat tak sengaja melihat kepala gadis itu bergoyang, seakan-akan ingin jatuh dan terantuk ke meja. Awalnya ia masa bodoh, namun tiba-tiba sifat jahilnya muncul. Tersenyum miring, cowok itu mengangkat tangannya hingga dilirik oleh Bu Endang. Lalu menunjuk ke arah Elysh yang sedang memejamkan mata tanpa sadar sedang dilaporkan oleh Alkana.
Tanpa perlu repot-repot ke mejanya, dengan mudah Bu Endang meneriaki nama Elysh hingga gadis itu bangun dan terlonjak kaget.

“Kamu ngantuk?” tanya Bu Endang dengan wajahnya yang menyeramkan. Kemudian tersenyum sinis, “Biar gak ngantuk, kamu bantuin Pak Adam ngebersihin halaman sekolah. SE-KA-RANG!” teriaknya.

Dengan hati yang kesal, Elysh mau tak mau harus menuruti perintah guru galak itu. Sedangkan Alkana tertawa dalam hati. Ketika Elysh melewatinya, Bu Endang hanya geleng-geleng kepala tak habis pikir.

“Oh iya, tugas yang kemarin saya berikan bisa dikumpulkan sekarang,” kata Bu Endang.

Semua tampak sibuk mencari tugas mereka baik di atas meja maupun di dalam tas. Begitu pun Alkana yang sedang memilahnya di antara buku-buku yang lain di atas. Tak menemukannya, ia beralih pada tasnya. Wajah terlihat panik saat tugas yang baru semalam ia kerjakan itu justru tidak ditemukannya.

“Loh, kok gak ada, sih?”

Astaga! Alkana baru sadar bahwa ia telah meninggalkan buku tugasnya di atas meja belajar dan lupa memasukkannya ke dalam tas. Melihat yang lain sudah mengumpulkan, Alkana semakin gelisah.

“Siapa yang belum mengumpulkan tugasnya?” tanya Bu Endang sembari menatap seisi kelas.

Dan dengan terpaksa Alkana mengangkat tangannya.

“Alkana? Kamu gak bawa tugasmu?”

“Iya, Bu,” akunya dengan wajah santai.

“Ya sudah, kalau begitu kamu susul Elysh sekarang juga,” titahnya dengan enteng, membuat Alkana menganga sendiri.

Sial! Lagi-lagi ia harus berurusan dengan cewek menyebalkan yang satu itu. Apa jangan-jangan ini karma, ya? Karena ia tadi melaporkan gadis itu pada Bu Endang.

ʕ•ε•ʔ

Membersihkan setiap sudut halaman sekolah ini seorang diri mungkin akan melelahkan. Elysh bahkan baru sadar jika pekerjaan Pak Adam ternyata seberat ini untuk gaji yang tak begitu besar. Ia merasa perlu bersyukur atas apa yang ia miliki saat ini.

Dan untuk menghilangkan kebosanan yang melanda dirinya di yengah kesibukannya menyapu sampah-sampah dan daun-daun kering di rerumputan hijau itu, Elysh bernyanyi dengan sapu yang digunakannya sebagai mikrofon khayalan.

"Ingin ku berdiri di sebelahmu, menggenggam erat jari-jarimu... Mendengarkan lagu Sheila on 7, seperti waktu itu... Saat kau di sisiku... Uwoow...."

Karena terlalu asyik bernyanyi, ia tidak sadar jika Alkana berdiri di belakangnya.

"Berboncengan denganmu, nengelililingi ko--"

"Bisa diam gak, sih?"

Seperti mengenal suara tersebut, Elysh menjeda nyanyiannya dan berbalik untuk menatap sosok yang berani menyuruhnya untuk berhenti bernyanyi.

Matanya membelalak. Tak menyangka bahwa yang sekarang dilihatnya ini adalah Alkana. Kagetnya lagi, ia melihat secara jelas bahwa cowok itu sedang menggenggam sebuah sapu dan sekop, sama seperti dirinya.

"Eh, ada si ganteng," kata Elysh tak sungkan. "Ngapain ke sini? Mau ikut bantuin gue, ya?"

"Menurut lo?" Tanpa mau berkata lebih lanjut, Alkana memilih untuk menyapu halaman sekolah. Ia ingin cepat-cepat menyelesaikan hukumannya itu.

AlkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang