15 || RASA CEMBURU

48 21 4
                                    

“Alkana, Alkana,” panggil Oma Leni sembari mengetuk pintu kamar cowok itu berulang kali.

Mata Alkana perlahan terbuka. Samar-samar ia melihat ke atas nakas, waktu sudah menunjukkan pukul 06:30. Sebenarnya sisa waktu sebelum kegiatan di sekolah dimulai, Alkana masih sempat untuk bersiap.

Mimpi buruk, benar-benar buruk. Bagaimana bisa peristiwa kelam tahun lalu terputar kembali melalui mimpinya? Membuka matanya, ia tampak kelelahan. Mungkin masih dipengaruhi emosinya sendiri ditambah pula mimpi buruk itu.

Merasa malas untuk bergerak, Alkana pikir ia akan membolos sekolah untuk hari ini. Tidak peduli Oma Leni memanggilnya berkali-kali di depan kamar. Ia kembali menyembunyikan dirinya ke dalam selimut.

Sementara itu, Elysh yang berada di depan kamarnya bersama sang nenek tampak geram sembari berkacak pinggang. Mencebik bibirnya, Elysh mulai berteriak memanggil nama cowok itu.

“ALKANA!!!”

Teriakan maut dan gedoran pintu dari luar menyita penuh perhatian Alkana. Ia mengerutkan keningnya, penasaran dengan pemilik suara cempreng tadi.

“Bangun, Alkana! Lo gak lihat apa sekarang jam berapa?”

Benar, itu suara gadis menyebalkan yang tinggal di sebelah rumah Omanya. Masih sebal dengan kejadian semalam, Alkana semakin enggan bangkit dari posisinya dan malah membiarkan semua orang sibuk hanya karena dirinya.

“Udah, biarin Alkana,” kata Oma Leni sesaat setelah menahan tangan Elysh yang hendak menggedor lagi pintu kamar Alkana.

“Tapi Oma—“

“Alkana itu anaknya cukup keras kepala. Gak bakal menang kalau kita maksa dia buat keluar di saat kayak gini. Oma rasa, dia masih perlu waktu untuk sendiri,” jelas wanita tua itu. “Lebih baik kamu berangkat ke sekolah sekarang. Nungguin dia keluar sama aja bikin kamu terlambat ke sekolah.”

Oma Leni benar. Tidak ada yang bisa dilakukan selagi Alkana masih marah seperti itu. Maka ia pun menuruti apa yang dikatakan oleh Oma Leni.

“Ya udah, deh. Kalau gitu Elysh berangkat dulu,” ucapnya, lantas menyalam tangan Oma Leni. “Dah, Oma!” sembari melambaikan tangan.

Melihat Alkana yang semakin melonjak dan tak mau keluar dari kamar juga, akhirnya Oma Leni mengambil langkah lain untuk menaklukkan anak itu.

Sedangkan Alkana tetap larut dalam tidurnya. Hingga tanpa sadari kantuknya menjadi jeritan yang melengking saat Oma Leni menarik telinganya. Alhasil, cowok itu bangkit dari tidurnya dan mengerang kesakitan.

“A-aduh, Oma. Lepasin!” pintanya dengan wajah kesakitan.

Melepas cubitannya, Oma Leni berkacak pinggang dan menatap Alkana dengan tajam. “Mau sampai kapan kamu di sini ngurung diri, hm?”

Alkana mengelus telinganya yang terasa panas. Ia melengos, tak ingin menatap balik sang nenek yang tiba menjadi galak. Dalam hati, ia merenggut kesal. Bagaimana bisa Oma Leni memiliki kunci cadangan kamarnya?

“Kamu didiemin bukannya makin tenang malah makin jadi, ya.”

Tak menjawab, Alkana hanya menunduk dalam. Ia tahu, jika sudah seperti ini Oma Leni pasti akan terus berceloteh bahkan bisa menyaingi ceramah guru di sekolah untuk anak-anak nakal.

“Lihat, Elysh sampai datang ke sini cuma buat bangunin kamu. Oma gak habis pikir, kenapa kamu bisa bersikap seperti anak kecil begini, padahal udah anak SMA, loh.” Oma Leni menggelengkan kepalanya.

“Alkana, Oma tau kamu marah karena Elysh ngajak kamu pergi ke konser musik semalam. Tapi apa kamu sadar, kamu itu udah bikin dia celaka.”

“Celaka?” Alkana baru berani membalas omongan Oma Leni saat tahu bahwa dia telah melukai Elysh tanpa sadar.

AlkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang