Pintu rumah Elysh diketuk oleh Oma Leni dengan wajah yang khawatir. Dari kejauhan terdengar suara Clara yang menyerukan kata “Tunggu, sebentar.” Selagi menghampiri pintu. Ia menyambut Oma Leni dan juga Alkana dengan senyuman.
“Oma dengar Elysh teriak? Apa benar?”
Clara tersenyum malu karena teriakan putrinya ternyata menggelegar sampai ke tetangga sebelah. “Maaf ya, Oma. Jadi ganggu.”
“Memangnya Elysh kenapa?”
“Oh itu, lampu di kamarnya mati. Jadinya, dia teriak-teriak ketakutan di atas sana,” jelas Clara.
“MA! KOK LAMA BANGET, SIH! ELYSH TAKUT, NIII...,” teriak gadis itu dari lantai atas.
Setelah memperkenankan tamunya masuk, ketiganya menuju lantai atas di mana kamar Elysh berada. Begitu pintu terbuka, Elysh dengan mata terpejam langsung menghambur ke arah pintu, lantas memeluk seseorang, yang ia pikir mamanya.
“Aduh, Ma. Lampunya buruan dibenerin, dong. Elysh ‘kan takut,” protesnya yang masih tidak sadar kalau yang ia peluk bukan Clara, melainkan Alkana.
Sedangkan Oma Leni dan juga Clara berusaha untuk menahan tawa melihat tingkah kocak kedua remaja tersebut. Alkana sendiri tampak geli dipeluk seperti itu. Ia lantas mendorong Elysh agar menjauh darinya.
“Apaan sih, lo?! Main peluk-peluk orang segala,” omelnya.
Dengan cepat Elysh membuka matanya lebar-lebar. Mendadak pipinya merah padam akibat malu karena telah salah memeluk orang. Namun, dalam hati ia ingin berteriak karena beruntung bisa memeluk cowok itu.
“Sudah, sudah. Kalau mau ribut ala FTV nanti aja. Sekarang kamu perbaiki lampu kamarnya Elysh,” titah Oma Leni pada Alkana.
Cowok itu melirik, “Aku?” ia menunjuk dirinya sendiri.
“Siapa lagi yang bisa diandalin di sini kalau bukan kamu?” tanya Oma Leni balik.
Sebelum membuka pintu untuk tamunya, Clara sudah mengambil lampu cadangan yang tersimpan di kamarnya. Ia pun memberikan benda tersebut pada Alkana begitu cowok itu sudah berada di tangga lipat paling atas.
Diam-diam Elysh menikmati wajah Alkana yang tampak serius mengganti lampu di kamarnya selagi sang mama menyenter kegiatannya. Kalau dilihat-lihat, Alkana semakin ganteng. Tapi sayang, orangnya galak, kadang-kadang suka jutek sendiri.
Begitu segalanya beres, Alkana turun secara perlahan ke bawah. Ia meminta Clara untuk membuka saklar lampu. Ruangan seketika terang kembali.
“Makasih ya, Al!” ucap Elysh yang mendahului Clara.
Tanpa mau menggubrisnya, Alkana malah izin untuk pamit. “Maaf, Tante. Ini udah malam. Saya dan Oma izin pamit dulu, ya.”
“Oh iya, silakan. Terima kasih ya atas bantuannya, Al,” ucap Clara. Alkana hanya mengangguk diiringi senyum tipis.
Elysh melambaikan tangannya pada Alkana dan juga Oma Leni ketika mereka sudah beranjak dari rumahnya. “Dadah!”
Clara tersenyum penuh arti, kemudian berdeham. “Cie, yang tadi peluk-pelukan,” ejeknya.
Malu, Elysh menutupi wajahnya yang mungkin memerah lagi sekarang. Kembali ke kamar, Elysh berguling-guling di kasurnya seperti orang gila. Kasurnya yang berantakkan pun sudah tak dipedulikan lagi. Ia benar-benar bahagia karena bisa memeluk Alkana tadi.
“Aaa!!!” pekiknya kegirangan. Hampir lupa jika Alkana masih marah dengannya.
ʕ•ε•ʔ
Pagi-pagi sekali Elysh sudah berangkat ke sekolah. Seperti biasa, Alkana sudah mojok di kelas dengan buku bacaannya. Ia menghampiri laki-laki itu, kemudian duduk di sebelahnya. Mengingat peristiwa semalam membuat Elysh tak berhenti tersenyum. Apalagi pagi ini ia disuguhkan dengan wajah manis Alkana. Semakin membuat gila sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alkana
Teen FictionAlkana membenci segala sesuatu yang bersangkutan dengan musik. Termasuk Elysh, si cewek aneh nan menyebalkan yang selalu bernyanyi dengan suara buruknya, serta memainkan alat musik dengan sangat sumbang, dan sialnya satu sekolah dengannya. Demi apa...