Awalnya Juna enggan menuruti apa yang diinginkan oleh Elysh. Namun melihatnya memohon dengan wajah penuh harap, Juna akhirnya mau membawa gadis itu ke rumah Alkana.
Melihat motor Alkana sudah terparkir di depan halaman rumah, Elys segera berlari untuk menemuinya dan meminta penjelasan atas semua yang tak ia mengerti.
“Alkana! Alkana!”
Mengetuk pintu dengan sangat keras, bahkan hingga berteriak, Elysh seakan lupa jika hari sudah malam dan ia sedang berada di depan rumah orang lain.
Oma Leni keluar dengan wajah panik. Sepertinya wanita tua itu juga bingung dengan kepulangan Alkana yang penuh emosi.
“Oma.”
“Oma, gak tau apa yang sedang terjadi sama Alkana. Tapi apa kamu bisa jelasin kenapa dia bisa seperti itu?”
“Elysh juga nggak ngerti sama Alkana, Oma. Tadi kita baru aja sampai di gedung konser—“
“Konser?”
“I-iya, Oma. Konser musik,” kata Elysh, bingung karena Oma tiba-tiba menyela perkataannya.
Oma Leni menghela napas sembari memijat pelipisnya. Tak sengaja ia melihat Elysh memegang sebelah tangannya yang terluka.
“Tangan kamu kenapa, El?”
Elysh tak menjawab. Oma Leni pasti akan marah kalau tahu bahwa tangannya terluka akibat ulah Alkana. Ia tak mau sampai Alkana diomeli nantinya.
Tapi wanita tua itu sudah bisa menduga siapa pelakunya. “Pasti Alkana ‘kan yang bikin kamu jadi seperti ini?”
Tak menjawab, Elysh tetap bungkam walau kenyataan telah terungkap.
“Sebaiknya kamu pulang sekarang. Masalah Alkana biar Oma aja yang urus.”“Tapi Oma—“
“Kamu gak perlu khawatir, Alkana itu cuma lagi emosi sesaat aja.”
Mematuhi perkataannya, Elysh memutar balik tubuhnya dan menghampiri Juna yang setia menunggu di luar gerbang.
“Semuanya baik-baik aja ‘kan, El?” tanya Juna yang seperti tidak yakin dengan pertanyaannya sendiri ketika melihat wajah sendu Elysh.
“Kayaknya lo harus pulang sekarang. Lagian, gue juga mau balik ke rumah. Sori ya, acara malam ini jadi kacau gara-gara gue.”
“Gak masalah, kok, El.”
“Oh iya, makasih buat tumpangannya,” kata Elysh sebelum ia kembali ke rumah. Juna mengangguk sembari berusaha tersenyum.
ʕ•ε•ʔ
Lagi-lagi ia harus diingatkan dengan musik. Apa di dunia orang-orang senang menyiksanya dengan musik? Apa ada dunia lain tanpa musik yang mereka yakini sebagai penenang diri, yang justru berbalik untuk situasi Alkana saat ini.
Mendengar dengungan musik yang beberapa saat lalu sempat ia dengar dan teriakan para penonton yang tampak antusias untuk menyaksikan konser musik membuat Alkana sangat marah.
Terutama Elysh, dialah orang yang paling Alkana benci sekarang. Bahkan dari awal Alkana bertemu dengannya, gadis itu selalu menciptakan amarah dalam dirinya.
Mungkin bagi orang-orang di luar sana Alkana itu hanya cowok pengecut yang terlalu tenggelam akan traumanya di masa lalu atau mungkin cowok yang tidak bisa menerima keadaan di mana ia sendiri yang menciptakan emosional omong kosong untuk dirinya sendiri.
Oma Leni, Eneng, dan Pak Jali sampai geleng-geleng kepala mendengar kerusuhan dari kamar cowok itu.
Oma Leni juga sempat membujuk Alkana agar mau membukakan pintu dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Alkana, kamu kenapa? Cerita sama Oma. Jangan mengurung diri kamu seperti ini di dalam kamar,” katanya sembari mengetuk pintu kamar cucunya.
Baru hendak berkata-kata lagi, Oma Leni tiba-tiba mendapat panggilan. Karena Alkana juga dalam situasi yang tak baik, Oma Leni memilih untuk mengangkat panggilan itu.
Setelah mengacaukan acara menonton konser musik mereka, Alkana juga memberantakkan ruangan kamarnya. Begitu emosinya mulai surut, ia merebahkan diri di atas kasar dengan napas yang masih berusaha dikontrolnya.
Memejamkan matanya, Alkana secara tak sadar malah mengingat kembali peristiwa setahun yang lalu.
Kondisi keluarga yang mulai tak harmonis sejak Andra kehilangan pekerjaannya, membuat Alkana tak pernah lagi merasakan kehangatan di rumahnya.
Shaila yang selalu pulang malam demi mengurusi pekerjaannya di kantor, padahal sudah sering kali dilarang oleh Andra. Namun hasilnya malah adu mulut yang terjadi.
Alkana selalu mencoba untuk menulikan teriakan mereka ketika sedang bertengkar hebat. Tapi ia sungguh menyesal untuk itu.
Sepulang dari rumah temannya malam itu, Alkana justru malah mendapati keadaan orang tuanya yang tak pernah ia harapkan. Dengan pisau berlumuran darah yang digenggam tangan kanan Andra serta Shaila yang mengerang kesakitan di lantai rumah dengan kondisi sekarat, membuat Alkana bisa menyimpulkan sendiri bahwa Papanya baru saja menikam Mamanya.
Andra melepas pisau itu dari genggamannya. “Alkana, Papa bisa jelasin semuanya.”
Alkana buru-buru menghampiri Shaila yang benar-benar tak berdaya. “Ma!”
“Al... Maafin Mama, ya. Mama salah,” ucap Shaila terbata-bata.
“Ma, Mama gak boleh pergi. Ma, Mama!”
Tak ada yang bisa menyelamatkan Shaila dari kematian. Pada embusan napas terakhirnya, air mata Alkana dengan mudah lolos membasahi pipinya.
“Mama!” teriaknya dengan isak tangis yang tak terelakkan.
Sedangkan Andra berusaha untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. “Al, Papa—“
“Diam!” bentak Alkana. “Papa jahat! Papa udah ngebunuh Mama! Alkana benci sama Papa!”
Dan malam itu menjadi malam yang paling tragis untuk keluarga Alkana. Seolah mimpi buruk telah terjadi. Tak lama setelah kejadian, polisi datang untuk mengevakuasi jenazah Shaila, serta menangkap Andra yang terus meminta agar Alkana mau untuk mendengarkan penjelasannya. Namun Alkana sendiri tak pernah mau untuk mendengarkannya.
ʕ•ε•ʔ
Halo?! Lama sekali, ya, aku nggak author's note, huehehe. Sibuk, nih. Kalian juga, gak?
Btw, makasih yang selalu support cerita ini. Semoga aku bisa selesaiin naskah ini secepat mungkin, supaya setiap update bab barunya bisa lancar terus :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alkana
Teen FictionAlkana membenci segala sesuatu yang bersangkutan dengan musik. Termasuk Elysh, si cewek aneh nan menyebalkan yang selalu bernyanyi dengan suara buruknya, serta memainkan alat musik dengan sangat sumbang, dan sialnya satu sekolah dengannya. Demi apa...