PART 27 MATCHED PAIR

30 4 0
                                    

Natasya kini tengah berada di ruang pemeriksaan. Sementara orang yang membawa Natasya ke rumah sakit hanya bisa menunggu di luar ruangan.

Tiba tiba dokter keluar dari ruangan Natasya, ia pun langsung menanyakan keadaan Natasya dan ia di perbolehkan masuk melihat Natasya.

Orang itu pun masuk ke ruangan Natasya. Ia melihat Natasya terbaring lemah di atas kasur pasien dengan bantuan selang oksigen di hidungnya, dan selang infus yang terus mengalir.

Ia pun menarik kursi lalu duduk di sebelah ranjang Natasya. Ia menatap Natasya iba. Ia pun pergi meninggalkan Natasya untuk membeli makanan.

Tak lama Natasya pun sadar. Ia melihat sekelilingnya binggung. Ia pun melihat tangannya yang terpasang selang infus. Natasya kembali menutup matanya kepalanya masih terasa pusing.

Clekk....

Pintu ruangan terbuka menandakan seseorang masuk, Natasya melirik siapa yang membuka pintu itu. Saat mengetahui siapa yang menghampirinya ia tak dapat berkata apa apa. Ia hanya bisa menatap seolah olah itu hanya mimpi.

Seseorang yang menghampiri Natasya tersenyum melihat Natasya yang sudah sadar. Ia pun menghampiri Natasya, lalu menyiapkan makanan untuk Natasya.

"Udah sadar?" tanya orang itu. Namun Natasya masih mematung di tempatnya.

Kini ia pun duduk di samping ranjang Natasya sembari memegang nasi untuk ia suapi Natasya.

"Makan ya." pintanya. Natasya tersadar dari lamunannya lalu menatap tajam orang itu. Sementara yang di tatap hanya bisa menampilkan wajah cemasnya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Natasya ketus. Pandangannya kini kembali seperti semula tak memperhatikan seseorang yang berada di sampingnya.

"Gue mau jagain lo."

"Gue nggak perlu perhatian dari lo."

"Gue minta maaf Sya."

"Nggak semudah itu gue bisa maafin lo Gib, lo nggak tau gimana rasanya gue nungguin lo. Sementara lo? Enak enakan di sini." ucap Natasya dengan senyum mirisnya. Natasya kini tengah berhadapan dengan Gibran. Setelah beberapa hari akhirnya ia menemukannya. Natasya merasa senang namun di sisi lain hatinya terasa sakit mengingat Gibran yang tak pernah mengabarinya.

"Kenapa lo nggak ngabarin gue hah?! Oh.. Atau lo udah ada yang baru?" ucap Natasya melirik Gibran tajam.

"Kok lo ngomong gitu sih?"

"Kenapa kenyataan kan? Lo bilang lo bakal rajin ngabarin gue biar gue nggak kepikiran. Tapi semua itu omong kosong lo yang pernah lo bilang ke gue." air mata Natasya kini telah mengalir di pipi Natasya. Gibran hanya bisa tertunduk bersalah dan membiarkan gadisnya ini meluapkan semua amarahnya.

"Tasya dengerin gue, gue sebenarnya mau ngabarin lo. Tapi pas pelatihan ponsel gue kecebur di air, gue udah bawa ke tukang servis tapi tetap aja nggak bisa di perbaiki. Gue juga di sini khawatir sama lo." jelas Gibran panjang lebar agar Natasya mempercayainya.

"Lo punya otak nggak sih? Hp bokap lo kan ada."

"Bokap gue udah balik ke sumatra karena ada keperluan mendadak waktu gue udah selesai daftar."

"Terus kenapa lo nggak bikin surat abis itu lo kirim ke gue?" tanya Natasya namun Gibran tak menjawabnya. Gibran tidak kepikiran sampai kesitunya.

"Maafin gue Sya. Abis ini gue bakal beli hp baru biar bisa ngabarin lo." Natasya tak mengubris omongan Gibran.

"Sekarang lo makan ya." Gibran berdiri dari kursinya agar mudah ia menyuapi Natasya.

"Nggak gue nggak mau!" tolak Natasya.

"Sya please gue mohon sama lo, lo harus makan. Gue khawatir kalau lo sakit terus kek gini."

"Lebih khawatir gue Gib nunggu kabar lo." ucap Natasya dengan senyum mirisya.

Gibran mendengus pasrah. "Oke oke gue salah gue minta maaf. Tapi Sya please lo makan ya." ucap Gibran lembut sembari mengangkat sendok yang berisi nasi dan lauk pauk. Namun Natasya tak kunjung membuka mulut.

"Ayolah Natasya lo harus makan." bujuk Gibran, Natasya pun membuka mulutnya.

"Lo sama siapa ke sini?"

"Sendiri."

"Hah?? Serius?" tanya Gibran kaget.

"Biasa aja kali mukanya."

"Lo ngapain ke sini sendirian?"

"Kalau bukan karena cinta gue ke lo, gue nggak akan ke sini buat nyari lo." Gibran yang mendengar ucapan Gibran ia pun langsung memeluk Natasya. Jujur ia sangat rindu pelukan ini. Namun di sisi lain Natasya hanya diam mematung tak membalas pelukan Gibran.

"Gue minta maaf Sya." ucap Gibran sembari mengelus kepala Natasya.

"Lo tau Gib? Semenjak lo nggak ngabarin gue hidup gue serasa nggak berwarna lagi kek dulu, seakan akan semua menjadi hitam putih." ucap Natasya menitihkan air matanya. Gibran menguatkan pelukannya dan Natasya membalasnya.

*****

Natasya kini tertidur pulas. Gibran terbangun dari tidurnya karena waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 ia pun bangkit dari sofa menuju mushollah untuk melaksanakan ibadah shalat subuh.

Saat hendak keluar Gibran kembali duduk di kursi sebelah ranjang Natasya. Ia menatap Natasya lekat lalu mencium keningnya. Ia pun kembali berjalan menuju mushollah.

Tak lama Natasya terbangun dari tidurnya. Ia melihat sekelilingnya namun tak ada seorang pun.

Tiba tiba Gibran pun masuk dengan rambut yang sedikit basah.

"Dari mana?" tanya Natasya.

"Mushollah."

"Gibran sini gue mau ngomong sama lo." ucap Natasya, Gibran pun menghampirinya lalu duduk di kursi samping ranjang Natasya.

"Apa?"

"Lo masih sayang kan sama gue? Kalau emang lo udah nggak sayang lagi sama gue nggak papa kok Gib." ucap Natasya tersenyum entah itu senyum apa ia tak tau.

"Sya dengerin gue, gue sayang sama lo, gue cinta sama lo, dan gue nggak akan lepasin lo." ujar Gibran memegang tangan Natasya.

"Seberapa besar lo sayang dan cinta ke gue?"

"Cinta dan sayang itu dari hati." ucap Gibran menaruh tangan Natasya di dadanya. "Bukan dari berapa besarnya." ucapnya lagi. Natasya tersentuh oleh ucapan Gibran barusan. Ia dapat merasakan detakan jantung milik Gibran.

"Gibran."

"Iya?"

"Makasih."

"Buat?"

"Lo udah mau nemenin gue selama ini, lo udah ngorbanin tenaga lo buat ngejagain gue. Gue beruntung bisa dapat cowok kek lo Gib." ucap Natasya tersenyum tulus.

"Itu udah kewajiban gue buat ngejagain lo. Kan nanti gue bakal jadi calon suami lo, maka dari itu gue harus bisa ngejagain calon istri gue." balas Gibran tersenyum tulus pada Natasya. Ia pun memeluk Natasya. Begitu pula dengan Natasya ia pun membalas pelukan Gibran.

"Udah jangan nangis, gue paling nggak suka liat cewek nangis." ucap Gibran saat mengetahui Natasya menangis dalam pelukannya. Natasya pun langsung menghapus jejak air matanya.

"Ingat pesan gue, lo nggak boleh nangis lo harus kuat oke? Gue yakin lo itu cewek kuat yang pernah gue temuin."

Natasya pun tersenyum. "Siap pangeran." ucap Natasya sembari memberi hormat pada Gibran.

Matched Pair Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang