Bab 16

33 6 0
                                    

Cowok itu tersenyum tipis saat melihat gadis yang tengah tertidur nyenyak di atas sofa. Arga yakin sofa itu pasti sangat tidak nyaman. Matahari sudah terbit dan cahayanya menembus jendela kaca yang tertutup, namun tak membuat Elisa bangun atau terganggu.


Arga bangkit lalu turun dari tempat tidurnya menuju gadis itu dengan mendorong tiang infus nya.

" kenapa Lo harus peduli sih" ujarnya lembut nyaris berbisik

"Kalo Lo gini terus gimana gue bisa tetap tenang sementara Lo terus ngehantuin pikiran gue hampir tiap detik.

Cowok itu merapikan sedikit anak-anak rambut Elisa yang sedikit berantakan, lalu menghela nafas lelah. Tak sengaja matanya menatap sebuah bungkusan di atas meja yang ternyata adalah ponsel, baju yang dipakainya kemarin serta selembar kertas. Ia hampir melupakan kertas itu.

Arga mengambil ponselnya yang bergetar tanda seseorang menelponnya

"Hm"

"Lo dimana?"

"Rumah sakit"

"Oke"

Tak perlu bertanya lebih, si penelepon akan dengan cepat tau di rumah sakit mana Arga sekarang.

Arga melangkah kembali ke tempat tidurnya, membiarkan Elisa tidur dengan nyenyak, kasihan gadis itu pasti kelelahan.

Tak berapa lama pintu terbuka dan seorang laki-laki yang memakai masker serta jaket merah masuk

"Di atas meja" ujar Arga yang diangguki cowok si jaket merah

"Uang nya udah di gue, ntar gue transfer" kata si cowok lalu pergi begitu saja

Arga membiarkan, lagipula ia tak ingin terlalu lama berhadapan dengan cowok yang memiliki kode nama Ken itu.

Tanpa Arga sadari, Elisa sudah bangun dan ia mendengar semuanya tentu saja kecuali tentang ucapan Arga yang pertama.

Gadis itu sedikit lega, ternyata Arga tak terikat dengan barang haram, tapi pertanyaan lain kembali memenuhi pikirannya, uang dan barang bukti, apa sebenarnya yang dikerjakan oleh cowok itu.

Berpura-pura meregangkan tubuhnya, Elisa bangun dengan tenang mencoba senatural mungkin.

"Gue mau balik" ujar Elisa seraya merapikan tas selempang yang dibawanya semalam, tak memperhatikan raut wajah laki-laki yang sedang duduk bersandar di tempat tidurnya itu.

"Yaudah, thanks udah nemenin gue" Balas Arga yang dibalas anggukan Elisa. Gadis itu hendak bangkit namun terhenti saat seorang suster datang dengan membawa sarapan untuk Arga.

"Permisi mas, ini sarapan dan obatnya, dimakan ya" suster itu meletakkan nampan berisi makanan dan obat-obatan di atas paha Arga.

Arga mengangguk mengiyakan tanpa repot-repot mengucapkan terima kasih. Cowok itu mulai memegang sendoknya dan menyendokkan sedikit bubur, namun belum sempat memasuki mulutnya, sendok itu malah jatuh karena tangannya yang tak kuat menahan beban. Mencoba menggunakan tangan kiri, namun ia malah kesusahan memasukkan bubur kedalam sendok. Arga mendesah pasrah, sepertinya ia tak bisa makan apapun.

Elisa memandangi itu, bagaimana usaha Arga hanya untuk makan. Gadis itu bangkit, melangkah tenang ke arah tempat tidur Arga.

Tanpa suara, Elisa mengambil alih mangkok yang berisi bubur itu dan menyendokkan sedikit dan meniupnya pelan karena dirasa bubur itu sedikit panas, lalu mengarahkannya pada cowok itu.

Arga yang kebingungan hanya terdiam, tak juga membuka mulutnya.

"Makan" suruh Elisa datar

Tanpa diperintah dua kali, Arga membuka mulutnya dan menyambut sendok dari Elisa.

Begitu seterusnya sampai mangkok yang penuh bubur itu menjadi kosong. Elisa juga membantu Arga meminum obatnya karena lagi-lagi cowok itu tak bisa hanya untuk membuka botol obatnya.

"Sa..."

Elisa menoleh, menghentikan sementara tangannya yang membereskan mangkok dan gelas bekas Arga makan, menatap  tanya pada cowok itu.

"Gue mau ngomong" cicit cowok itu sedikit gusar, mungkin memikirkan tentang apa yang ingin ia katakan.

"Apa??" Tanya Elisa, entah kenapa nada suaranya terdengar melembut tak datar seperti biasa.

"Gue.... Boleh minta sesuatu sama Lo gak?"

Elisa mengernyit, perasaannya saja atau tersirat nada memohon pada suara cowok itu.

"Minta apa?"

Arga membasahi bibirnya yang mendadak kering, permintaan nya ini mungkin akan membuat Elisa kaget.

"Tetap di sisi gue ya"

"Ha???"

Arga merutuk dalam hati, dia ini kenapa sih tiba-tiba meminta hal itu

"Maksudnya??" Elisa belum mengerti, arah pembicaraan ini akan kemana

"Maksud gue, tetap di sisi gue jangan kemanapun. Lo harus perhatiin gue kayak tadi, khawatirin gue, suruh gue makan, peringatin gue kalo gue salah. Lakuin semua yang seorang pacar lakuin"

Wow, Elisa menatap takjub. Itu adalah kalimat terpanjang Arga selama ia mengenalnya. Dan apa katanya tadi??

"Jadi maksud lo, gue harus jadi pacar yang perhatian buat Lo??"

Arga mengangguk

"Jadi apa untungnya buat gue??"

Cowok itu terdiam, iya juga, apa untungnya untuk Elisa.

"Hmmm Lo dapet cowok, muka gue gak jelek-jelek amat yaa mungkin gak seganteng oppa-oppa lo itu tapi gue masih bisa dipamerin di kondangan"

Itu lawakan??

"Lo yakin?? Terus gimana sama hnggg cinta??"

"Mungkin sekarang gue belum cinta sama lo, tapi rasa nyaman gue di dekat lo udah cukup buat bahan pertimbangan gue dan lo tenang aja, kalo misal Lo gak betah atau nemu cowok yang Lo cinta ya silahkan lo pergi, gue gak masalah"

Lagi-lagi Elisa terpana, ada apa dengan Arga hari ini?? Ia yakin jika hanya tangan cowok itu yang terkena tembakan bukan kepalanya.

"Ng... oke"

Arga tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya, senyum pertama yang ia tunjukkan selama hidupnya, bukan senyum tipis atau senyum miring tapi senyum sumringah yang memperlihatkan deretan giginya yang berbaris rapi.

Ahhhh Elisa terpana lagi, kali ini bukan karena cowok itu yang berubah menjadi banyak bicara tapi karena wajah bahagia Arga yang terlihat lebih manusiawi dari biasanya dan juga ekhemmm Arga terlihat semakin tampan.


TBC

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang