Bab 11

35 7 0
                                    

Arga berjalan menyusuri jalan kompleks perumahan dimana Elisa tinggal, pikirannya melayang entah kemana. Tentang hidup yang sekarang ia jalani.

Suara ponsel yang berdering mengalihkan atensi cowok itu

"Hm" sapanya pelan pada si penelepon

"Saya sudah mendengar beritanya, Terima kasih. Seperti biasa kerjaanmu tak pernah mengecewakan" Suara diseberang sana terdengar bahagia dan sangat puas

"Sudah menjadi tugas saya" Jawab Arga sekenanya

"Baiklah, saya sudah mengirim sisa uangnya ke rekeningmu beserta dengan bonus dari saya karena kau bekerja dengan baik"

"Hm"

Panggilan terputus. Arga menghela nafas lelah, satu lagi dosa yang ia tambahkan kedalam list kejahatannya. 

Pandangan cowok itu beralih pada mobil-mobil polisi dan ambulance yang berlewatan. Sebuah mobil polisi tiba-tiba berhenti disampingnya.

"Selamat malam dek, ada apa malam-malam berkeliaran disini?" Tanya si polisi

"Eh iya Pak, saya abis nganterin pacar pulang ke rumahnya" Balas Arga sopan

"Jalan kaki?" Tanya si polisi lagi banyak tanya

"Motor saya tinggal di bengkel depan pak, bannya pecah. Daripada nunggu lama mending saya antar dulu pacar saya" Jelas Arga sudah jelas berbohong

"Oh, kalau begitu silahkan lanjutkan perjalanan. Lain kali motornya dicek dulu,  tidak baik jalan sendirian malam-malam begini"

"Iya Pak"

Polisi itu akhirnya pergi tanpa merasa curiga sama sekali. Polisi goblok

Arga kembali melanjutkan langkah, sama sekali tak berminat melihat kemana tujuan polisi serta ambulans itu atau bahkan tak perlu repot-repot bertanya tentang apa yang sedang terjadi. Tentu saja dia sudah tau lebih dulu, bahkan sebelum para polisi bodoh itu tau.

Rumah pejabat baru saja dirampok.

*

Cowok itu merebahkan tubuh lelahnya diatas tempat tidur miliknya. Sepi, sunyi, kosong, tak ada kehangatan hanya sendirian. Tak ada yang bertanya kenapa dia pulang larut, atau dari mana saja dia, ataukah sudah makan atau belum.

Sendirian, benar-benar sendiri.

Arga menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran menerawang. Bagaimana rasanya jadi orang lain? Rasanya diperhatikan oleh kedua orang tua, bersenang-senang, bersenda gurau bersama saudara.


Arga Evanders. Entah darimana dia mendapatkan nama itu. Sepanjang yang dia ingat hanyalah dia yang tumbuh besar di jalanan. Mengemis, mengamen adalah pekerjaannya. Makan dari belas kasih orang lain atau dari sisa makanan yang dibuang oleh orang-orang kaya yang tak pernah kehabisan makanan.

Kecil, kurus, dekil, lusuh, kotor adalah tampilannya dulu. Iya dulu. Tapi, lihatlah dia sekarang. Rumah mewah, uang melimpah, tubuh tegab, wajah  rupawan nan tegas, semuanya sempurna. Tapi tak ada yang tau semua yang sudah ia lalui sampai sejauh ini, termasuk pekerjaan yang digelutinya.

Sudah bertahun-tahun sejak semuanya dimulai, tapi sampai sekarang tak ada yang tau kedok dibalik wajah kakunya. Entah dia yang memang tertutup atau orang lain yang tak mau tau, yang pasti remaja 18 tahun itu hidup kesepian. Entah sampai kapan.

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang