Bab 1

166 9 0
                                    

Gadis bernama lengkap Destiny Elisa Leonidas itu terus saja mengumpat dalam hati. Demi dewa Neptunus, ia sangat muak berada di sini. Terlalu berisik dan banyak orang benar-benar bukanlah tempat favorit nya sama sekali.

Elisa begitu orang memanggilnya lebih senang berada di tempat sepi dan menghabiskan waktu dengan membaca Novel atau menonton drama Korea daripada harus duduk diam dengan segala keriuhan yang tercipta dari para gadis disekitarnya.

Saat ini, Elisa berada di lapangan basket outdoor sekolahnya untuk menonton pertandingan basket antara Starlight dan Sky, dua sekolah yang memang menjadi musuh bebuyutan sejak lama. Jika bukan karena paksaan Acha, Caramel dan Dya yang ingin menonton pacar-pacar mereka tanding, ia tidak akan pernah mau datang ke tempat ini. Apa-apaan, alasan pengen nonton dan semangatin pasti ujung-ujungnya pacaran,  kan kasihan dia yang jomblo sendirian.

Pertandingan sepertinya makin seru, terlihat saat seluruh penonton sudah berdiri dan berteriak makin keras, tapi Elisa tetap duduk diam dan mengabaikan ketiga sahabatnya yang sudah seperti cacing kurang air berteriak kesetanan.

30 menit kemudian pertandingan usai dan anak-anak starlight berteriak riuh pertanda jika kali ini pertandingan dimenangkan Starlight, ya skill main basket  Axel dan kawan-kawan memang tak perlu diragukan lagi.

Acha, Caramel serta Dya kompak menarik tangan Elisa menuju ke arah anak-anak basket yang sedang merayakan kemenangan mereka dengan siram-siraman air.

"Selamat Axell!!" Acha seperti biasa sudah bergelayut di lengan kokoh Axel si rich man nya Starlight

"Makasih sayang" Balas Axel mengusap sayang rambut sepunggung Acha membuat Elisa ingin muntah seketika

Bukan hanya satu tapi tiga pasangan didepan nya membuat Elisa mual. Axel dengan Acha, Caramel dan Rafa serta Dya dengan Devon

"Kok cemberut gitu Sa" Laki-laki bergigi gingsul itu menyentak Elisa dari pikirannya

"Gak papa Ren"

Reno, teman sekelasnya itu mengangguk mengerti dengan sifat gadis itu yang tak bisa beramah tamah.

Elisa mengamati sekitar, 10 orang pemain basket dengan Axel, Rafa, Devon, Beni serta seorang cowok lagi yang menjadi pemain inti serta Bayu, Reno, Martin, Daniel dan Sam yang menjadi pemain cadangan. Elisa mengenal mereka semua, kecuali satu orang laki-laki pemain inti yang sejak tadi hanya duduk dipinggir lapangan dengan meminum air nya tenang, tak terpengaruh dengan suara berisik Bayu yang tak bisa diam.

"Dia Arga, anaknya emang gitu dingin banget, cuek lagi. Gak ada yang temenan sama dia, bukannya gak mau cuma dia terlalu misterius dan sulit ditebak"

"Ha??" Elisa menatap Devon dengan pandangan bertanya, kenapa pacar dari sahabatnya ini tau apa yang dia pikirkan.

"Kok, lo bisa tau apa yang gue pikirin?"

Devon tersenyum tipis

"Yaelah Sa, muka lo itu datar minim ekspresi, jadi sekali lo ngeluarin ekspresi jadi mudah ditebak" Elisa mengangguk mengerti, mengingat-ingat dalam hati agar tak menampilkan raut wajah yang terlalu kentara.

"Jadi... Lo tertarik sama dia?"

Elisa menatap Devon dengan tatapan terkejut lalu menggeleng-geleng "Apa-apaan! Nggak kok, gue cuma penasaran aja" Kilahnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Tapi tumben loh Sa, Lo mau repot dateng ke acara beginian"

"Ya mau lah beb, orang kita tarik paksa"

Elisa memutar bola matanya malas, kembali teringat dengan kejadian saat ia ditarik paksa oleh ketiga sahabatnya sekaligus.

"Gitu amat Mel, kalo Elisa gak suka ya harusnya biarin aja dong" Sambung Devon

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang