Bab 22

30 5 0
                                    


Sepasang remaja laki-laki dan perempuan berjalan bersisian dengan tangan yang saling menggenggam. Setelah adegan ciuman yang memabukkan itu Arga tersadar jika malam sudah larut dan memutuskan mengantarkan Elisa pulang, tentu saja setelah membuka Hoodie hitamnya dan kaos putih polos yang ia pakai agar orang-orang yang mencarinya tadi tidak mengenalnya.

"Jadi, tugas Lo tadi apa?" Tanya Elisa tanpa menoleh pada Arga, ia masih malu saat mengingat ciuman tadi.

"Klien gue hari ini polisi, gue disuruh mengambil tanda bukti transaksi barang ilegal di salah satu rumah disini"

Elisa mengangguk mengerti

"Jadi, gak selamanya ya tugas lo berhubungan sama kejahatan"

Arga menatap Elisa dari samping

"Kalo lagi keadaan terdesak gue terpaksa harus nyakitin orang, dan gak sekali dua kali korban gue sampe meninggal"

Elisa menoleh terkejut, refleks ia menghentikan langkahnya

"Mati?? Terus kok polisi mau nyuruh Lo? Bukan harusnya mereka malah nangkap Lo ya?"

"Tentu aja gak ada yang tau, korban-korban gue bakal disembunyikan alasan kematiannya oleh keluarga nya, kalo nggak mereka yang bahaya, tapi korban gue lebih sering cuma orang suruhan sih, jadi bos nya gak akan permasalahin banget kalo mereka mati, karena memang itu tugas mereka"

Elisa mengangguk mengerti, ia kembali melanjutkan langkahnya.

"Gue masih gak nyangka gimana caranya lo bisa bertahan hidup sampe sejauh ini"

"Tapi gue bertahan kan?"

Elisa tersenyum

"Gue bangga sama Lo"

Arga balas tersenyum lebar, tangannya terangkat mengelus lembut rambut Elisa

"OH BAGUS!! KITA NUNGGUIN MARTABAK SAMPE LUMUTAN DISINI, EH TERNYATA DIANYA ASYIK PACARAN"

Elisa mendengus dalam hati, sesampainya di depan rumahnya mereka langsung disambut teriakan menggelegar dari Abang semata wayangnya.

"Nih makan, dasar kakak gak ada akhlak, bukannya khawatirin adeknya pulang lama ini malah mikirin martabak"

Arga mengulum senyum, ternyata gadisnya ini bisa meledak juga

"Ooohh bagus!!, berani lo sama Abang Lo??" Revan berkacak pinggang, beberapa temannya ikut mengintip di balik punggung Revan

"Nih bang Dek Martabaknya" cowok tinggi kurus berkulit agak kecoklatan bernama Deka dengan sigap mengambil bungkusan martabak dari tangan Elisa.

"Lo Arga kan??" Revan menatap Arga tajam sedang yang ditatap tetap dengan raut tenangnya

"Iya"

"Ica masuk kamar!!!"

Elisa mendelik, tanpa membalas ucapan Revan ia malah menarik Arga menjauh

"Lo pulang aja, biar Abang gue, gue yang urus"

"He!!! Apa-apaan!!! Nggak, Lo masuk kamar, gue pengen bicarain sesuatu sama cowok Lo" Revan dengan cepat menarik tangan Elisa yang lain

"Gakpapa Sa, Lo masuk aja" dengan pelan Arga melepaskan pegangan Elisa

"Tapi Ga..." Arga tersenyum menenangkan, lalu dengan lembut mendorong punggung Elisa memasuki rumahnya.

"Awas kalo Abang macem-macem" Elisa menunjuk Revan, mengancam.

"Ketemu lagi kita" Sapa Revan begitu selesai memastikan Elisa sudah masuk kamar.

"Iya, bang" balas Arga santai

"Kok Lo mau sih jadi pacar adek gue? Lo di pelet ya? Apa sih yang Lo liat dari dia? Cantik kagak, jutek iya"

Kelima sahabat Revan menganga dibalik punggung cowok jangkung itu, ada ya gitu Abang ngejelek-jelekin adeknya sendiri, di depan pacarnya pula.

"Iya bang, kayaknya gue di pelet deh" Ini lagi jawaban pacarnya bikin kaget

"Udah gue duga, mending Lo putusin aja deh tuh adek gue, sayang masa muda lo Lo habisin sama cewek modelan begitu, mending Lo cari yang lain aja deh"

"Sorry bang, tapi kayaknya bakal sulit. Pelet adek lo kuat banget, ngeliat cewek lain aja gue gak bisa"

Revan tersedak ludahnya sendiri, ia menatap Arga dengan tatapan menyelidik

"Lo...... Udah cinta mati sama dia?" Tanyanya tak yakin, yang benar saja! Ada gitu cowok modelan macam Arga yang bisa Bucin sama cewek modelan adeknya

"Kayaknya gitu bang" Arga tersenyum tipis, tiba-tiba wajah manis Elisa terbayang di kepalanya

"Yang benar aja! Ica tuh mageran tau gak, kerjaannya cuma rebahan doang, jarang mandi, jarang keramas, gak tau masak, gak tau beberes, gak tau mempercantik diri, jutek, apa lagi yak..... Pokoknya itu, gak ada yang bener dari dia. Lo masih yakin??" Revan menatap Arga horor, setelah mendengar semua kejelekan adeknya Arga masih bisa tersenyum begitu?

"Tau kok bang, tapi Abang tenang aja, selagi Elisa menerima semua kekurangan gue gak ada alasan buat gue gak nerima semua kekurangan dia"

Revan menghela nafas, sepertinya cara ini tidak berhasil, terpaksa ia harus menjalankan rencana 'B'

"Ga, gue mau jujur.... Pleaseeee jangan pacaran sama adek gue yaaa.... Gue gak mau nanti dia bakal sibuk sama Lo dan lupain gue..... Dia adek gue satu-satunya, tolong jangan jadi orang ketiga yang ngebuat gue kehilangan adek gue"

Teman-teman Revan memandang Revan jijik, tak menyangka sahabat mereka yang terkenal Cool dan lady killer di kampus itu ternyata bisa memelas dengan ekspresi menjijikkan seperti itu.

"Apaan sih bang, gak lah, gue gak bakal ngambil Elisa kok, maksud gue belum, kan masih pacaran, masih jauh kok" Arga memegang tangan Revan yang dirangkup di depan dada dengan tidak enak

"Gue gak mau ntar Ica lebih milih jalan bareng Lo daripada gue" mata Revan sudah berkaca-kaca

"Lo tenang aja Bang, Elisa tetap jadi adek Lo selamanya. Gue mungkin pacarnya tapi kalo disuruh milih pun Elisa pasti lebih milih lo kok"

Revan menatap Arga tak yakin, perasaan takut itu masih ada, bagaimana pun juga selama 20 tahun dia hidup hanya Elisa satu-satunya gadis selain ibunya yang selalu ada dipikirannya, meskipun sering mengganggu adiknya itu tapi rasa sayang Revan sangat besar dan perasaan takut kehilangan sosok adik satu-satunya menjadi momok yang selama ini menghantuinya.

"Selama ini gue yang bikin Elisa cuek sama cowok, gue selalu jauhin semua cowok yang suka sama dia, bahkan diam-diam gue selalu menghapus semua nomor cowok di Hp nya. Tapi kalo emang lo serius gue gak bisa apa-apa lagi, ditambah Ica juga kayaknya suka sama lo" Revan menarik nafas pelan

"Gue ijinin lo pacarin adek gue, tapi inget! Sekali adek gue nangis gara-gara Lo, jangan harap ada kesempatan kedua atau Lo bisa lepas dari gue" lanjutnya seraya menunjuk Arga dengan jari telunjuknya, suaranya sarat akan ancaman.

"Lo tenang aja bang, baik sekarang ataupun nanti cuma Elisa cewek yang ada di hidup gue" ujar Arga mantap, sama sekali tak ada keraguan dalam nada bicaranya.

"Gue pegang omongan lo" Revan menepuk bahu Arga pelan, tanda ia mempercayakan adiknya pada laki-laki itu.

"Pantes aja gue pengen deketin adek Lo, Lo malah selalu ngelarang-larang gue"

Revan mendesis pada salah satu temannya yang masih setia berdiri dibelakangnya. Laki-laki dengan tinggi 180 cm, kulit putih dan wajah kebulean itu mengangkat sebelah alisnya seakan menantang.

"Sampe mati pun gue gak akan serahin adek gue sama playboy cap kaki tiga kayak Lo Jun"








'''

TBC

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang