Bab 21

27 6 0
                                    


Elisa melangkah ringan menyusuri jalan kompleks perumahan tempatnya tinggal. Jam 22.00 rumahnya ramai dipenuhi oleh teman-teman kuliah abangnya yang datang berkunjung untuk bermain bersama. Tanpa belas kasih mereka memperbudak Elisa untuk menuruti permintaan mereka, seperti membuat kopi, memasak mie instan dan sekarang dengan ancaman sang abang Elisa disuruh membeli martabak yang ada di depan kompleks, sendirian.

Elisa ingin menangis rasanya, sudahlah malamnya yang seharusnya ditemani oppa Ji Chang Wook harus berantakan dan mereka juga membuat Elisa tidak bisa tidur.

"Bang martabak coklat 3, dibungkus ya"

Untunglah penjual martabak itu sedikit sepi, jadi Elisa tak harus panas dingin menyiapkan diri.

"Ini neng, semuanya 30.000"

Elisa menerima bungkusan martabaknya dan menyerahkan uang pas, lalu pamit pergi.

Semoga setelah ini ia bisa tidur nyenyak, demi dewa Neptunus besok hari Rabu dan ia harus berangkat ke sekolah.

Gadis 17 tahun mengamati sekitar, jalanan sudah sunyi dan rumah-rumah kebanyakan lampunya sudah padam, menandakan hanya dia yang masih berada di luar jam segini.

Elisa menghentikan langkahnya saat melihat seorang laki-laki berhoodie yang sedang duduk di pinggir jalan di samping tong sampah. Seakan sedang bersembunyi.

Tak jauh dari sana dua orang laki-laki bertubuh besar yang mengenakan seragam bodyguard sedang mencari-cari sesuatu yang sepertinya mencari laki-laki berhoodie itu.

Mungkin tindakan Elisa kali ini adalah tindakan paling berani yang gadis itu lakukan

"Permisi pak, ada yang bisa saya bantu? Sepertinya bapak-bapak ini sedang mencari sesuatu"

Kedua laki-laki paruh baya itu menatap Elisa curiga

"Adek siapa ya? Kok jam segini masih ada diluar"

"Oh saya abis beli martabak pak" Elisa mengangkat bungkusan martabaknya

"Oohh kami sedang mencari perampok, dia membawa lari berkas-berkas penting bos kami"

Elisa tak bisa menyembunyikan raut terkejutnya

"Perampok? Udah lapor polisi pak? Atau lapor satpam kompleks aja, biar saya panggilin ya pak"

"Eh gak usah dek, gakpapa berkasnya gak terlalu penting kok, jadi tenang aja" kedua laki-laki itu segera menahan Elisa yang sudah bersiap untuk memanggil satpam, wajah ketakutan terang-terangan terlihat di wajah mereka. Sepertinya ada sesuatu yang pihak berwajib tidak bisa tau tentang perampokan itu.

"Ooh gitu ya pak, saya kirain berkasnya penting gitu, jadi harus lapor polisi biar rampoknya cepat ketemu"

"Gak dek gak perlu, kalau begitu kami pergi dulu, sebaiknya kami kembali saja"

"Iya pak, silahkan"

Kedua laki-laki paruh baya tersebut pamit pergi tanpa menatap ke belakang lagi.

Elisa menoleh ke belakang, laki-laki berhoodie itu masih disana, meringkuk menyembunyikan tubuhnya di balik tong sampah.

"Mereka sudah pergi" Elisa mendatanginya, mencoba melihat apakah laki-laki itu baik-baik saja

"Terima kasih" laki-laki itu mengangkat kepala dan topi Hoodie yang menutup wajahnya tersingkap, membuat Elisa dengan jelas rupa si laki-laki itu.

"Arga??" Elisa menganga terkejut, begitu juga laki-laki itu-Arga.

"Elisa?"

***

"Jadi ini pekerjaan lo?"

Arga menundukkan kepalanya, entah kenapa ia merasa malu pada gadis disampingnya ini

"Sorry, gue gak jujur sama Lo"

Elisa menghembuskan nafas, pikirannya jadi runyam, bagaimanapun fakta yang baru ia ketahui bukanlah masalah sepele, ia sudah tau terlalu jauh.

"Kenapa? Kenapa harus pekerjaan ini yang lo ambil?" Elisa bertanya lembut, ia tidak ingin Arga berpikir jika ia sedang menghakiminya.

"Gue putus asa, gue sendirian, gue dibuang, gue hilang arah, gak ada yang bisa gue lakuin. Hidup di jalanan bukanlah hal yang mudah, setiap hari gue harus bertarung sama dunia, mencoba segala cara agar tetap hidup. Sampai seseorang datang, dia mengulurkan tangan untuk ngebantu gue, menawarkan hidup enak dengan bergelimang harta, punya rumah sendiri dan bisa makan sepuasnya. Demi tuhan saat itu gue masih bocah 5 tahun, gue gak tau apa yang harus gue pilih dan apa yang harus gue lakuin, dan tanpa pikir panjang gue terima semua, mencoba mengikuti arus hidup gue" Arga tersenyum miris

"Dan disinilah gue sekarang, hidup dengan segala dosa yang udah gue perbuat"

Elisa speechless , ia tak menyangka jika Arga yang selama ini ia kenal dingin dan cuek dengan orang lain ternyata menyimpan beban seberat itu.

"Orang tua lo??"

"Gak tau, gak kenal"

Elisa meringis dalam hati

"Kalau Lo mau putus setelah dengerin kerjaan gue ini gak masalah, gue gak akan maksa lo lagi"

Elisa menoleh spontan pada Arga
"Lo mau gue pergi ninggalin lo?"

Arga balik menatap Elisa

"Lo gak mau putus?" Tanyanya merasa heran

"Lo mau kita putus?" Elisa malah balik bertanya

"Gak! Gak bukan gitu, harusnya kan Lo takut atau apa pun itu, harusnya lo milih pergi, kalau lo cewek normal"

Elisa tersenyum tipis

"Tapi gue cewek gak normal kan?"

Arga tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, dengan perasaan membuncah ia menarik tubuh Elisa ke dalam pelukannya.

"Lo gak akan nyesel kan kan? Sekali lo bilang tinggal, gue gak akan lepasin lo"

Elisa yang awalnya kaget dengan pelukan tiba-tiba itu mencoba rileks dan balas memeluk tubuh jangkung Arga.

"Iya, gue gak akan nyesel"

Arga tersenyum makin lebar, tangannya semakin membawa Elisa kedalam pelukannya, memeluk cewek itu makin erat seolah jika dilepas sedikit saja Elisa akan pergi meninggalkannya.

"Udah ah, ntar diliat orang lagi"

Dengan tak rela Arga melepaskan pelukannya, ia mengulurkan tangannya mengelus lembut rambut Elisa, perasaan hangat dan dimiliki itu membuatnya kehilangan kata-kata

"Gue cinta sama Lo"

Tanpa mendengar jawaban dari sang gadis, Arga perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Elisa, bibir lembabnya menyentuh lembut bibir tipis Elisa, menempel sempurna.

Elisa melotot , ia refleks mendorong bahu Arga namun bukannya menjauh, Arga malah menangkap tangan Elisa sementara tangan lainnya bergerak ke tengkuk dan menariknya lembut membuat bibir mereka semakin menempel.

Arga membuka matanya menatap tepat pada mata Elisa yang masih terlihat syok, tangannya yang memegang lengan Elisa berpindah ke pinggang gadis itu, menariknya semakin menempel pada tubuhnya. Tatapan mata Arga sayu, seakan memohon pada gadis itu membuat Elisa akhirnya pasrah dan memejamkan mata membuat Arga tersenyum di sela ciumannya.

Dan dengan inisiatif nya Arga menggerakkan pelan bibirnya, mengulum bibir gadis itu dengan lembut membuat Elisa secara impulsif membuka bibirnya memberi Arga akses yang dengan semangat semakin memperdalam ciumannya, Arga memangut bibir Elisa seakan tidak ada hari esok. Elisa mencengkram Hoodie yang Arga pakai menyalurkan rasa membuncah dalam hatinya, DIA DAN ARGA BERCIUMAN!! DAN INI ADALAH CIUMAN PERTAMANYA!!

Arga melepaskan bibirnya dari bibir Elisa

"Jangan pernah tinggalin gue" nadanya sarat akan permohonan dan ketegasan membuat Elisa tak kuasa dan hanya mengangguk, lalu Arga kembali menciumnya semangat.

Gadis ini hanya miliknya.
Tak ada yang bisa menjauhkannya dari gadis itu, tidak kakek tua itu juga.






''''

TBC

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang