Bab 23

32 6 0
                                    

Pagi ini langit sedikit mendung, sepertinya akan turun hujan. Namun mendungnya hari ini berbanding terbalik dengan wajah gadis mengenakan seragam abu-abu itu yang cerah secerah matahari.

"ELISA!!!" Elisa menoleh kebelakang dan menemukan salah satu sahabatnya sedang berlari kearahnya

"Kenapa Mel?"

Caramel mencoba menetralkan nafasnya yang ngos-ngosan

"Tugas Lo udah selesai?" Tanyanya setelah merasa nafasnya kembali normal

"Udah" balas Elisa pendek lalu kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya

"Bagi dong Sa, gue WA semalem Lo gak bales, Acha sama Dya juga belum selesai, please yaa" Caramel menggoyang-goyangkan lengan Elisa, mengeluarkan ekspresi paling memelas, bisa habis dia jika tidak mengumpul tugas Bu Maya.

"Ntar di kelas, lagian les ke 4 kan? Masih ada waktu istirahat entar"

Caramel langsung sumringah, memang Elisa sangat bisa diandalkan, sahabatnya itu akan dengan baik hati memberi contekan tugasnya tanpa embel-embel meminta imbalan.

"Lo emang sahabat terdebest gue deh" Caramel memeluk Elisa dari samping sambil terus berjalan, sementara Elisa yang sudah biasa diperlukan begitu hanya mendengus, sama sekali tidak merasa risih.

Elisa menoleh ke arah lapangan dimana Axel dan anak basket lain sedang bermain basket dan ia tidak menemukan Arga diantara kumpulan itu.

"Nyari siapa lo?"

Elisa menoleh cepat pada Caramel

"Nggak, nggak nyari siapa-siapa kok" dustanya, bisa heboh jika Caramel tau dia baru saja mencari Arga.

Caramel menatap Elisa aneh, namun ia tak ingin bertanya lebih lanjut dan tetap melanjutkan langkahnya.

***

"Apa?? Lo pengen berhenti??" Pemuda yang nampak masih terlihat muda itu menatap santai pada pemuda lain yang sedang berdiri di depannya

"Ya, gue sudah memutuskan. Gue tau gue gak akan bisa balas semua yang udah Lo lakuin ke gue, tapi tenang aja gue gak akan pernah lupain segala jasa-jasa Lo"

Senyum miring tercetak di bibir pemuda yang sedang duduk, tak ada raut marah dalam riak wajahnya sebaliknya wajahnya hanya menampilkan raut santai

"Kalau gue gak ijinin?"

"Gue gak mau ngelakuin ini, tapi gue bisa ngelaporin Lo ke kantor polisi. Gue rasa semua bukti yang gue punya udah cukup buat lo bisa ditahan"

"Kalo gitu, oke lo bisa pergi"

Arga memandang curiga pada pemuda didepannya, ia sudah bersama dengan Ken sepanjang hidupnya dan ia tau di kepala laki-laki itu pasti ada rencana yang akan menghancurkan nya.

"Apapun yang ada di otak Lo itu, please jangan Lo lakuin. Gue udah ngelakuin semuanya buat Lo selama ini dan sekarang saatnya gue bebas gue gak ingin terlibat semakin dalam lagi sama dosa ini"

Ken berdiri, ia melangkah pelan dan berdiri tepat di depan Arga, tangannya dimasukkan ke dalam saku.

"Emang Lo tau apa yang gue pikirin? Lo minta bebas oke gue bebasin, apa lagi yang harus lo takutin?"

Arga tak bergerak, ia balas menatap mata Ken mencoba menyelami kira-kira apa yang sedang direncanakan laki-laki misterius itu.

"Selama ini gue selalu hormat sama Lo, gue harap Lo gak akan ngelakuin hal yang ngebuat rasa hormat itu hilang"

Arga berbalik, meninggalkan Ken dan segala kegelapan yang melingkupinya. Dia sudah melakukan hal yang benar, mungkin ini saatnya berdamai dengan masa lalu karena masa depan sedang menantinya di ujung sana.

"Lagipula gue gak butuh rasa hormat" Ken memandang misterius kepergian Arga.

Ken berbalik, memasuki lebih dalam ruangan yang hanya ada kegelapan itu, tak ada penerangan sama sekali. Seakan sudah hafal semua sudut ruangan itu ia membuka salah satu pintu dengan mulus tanpa meraba-raba.

Sebuah ruangan temaram dengan lampu merah menyambutnya, lampu merah membuat ruangan tersebut berwarna merah seluruhnya.

Dipandanginya lembaran-lembaran foto yang menempel di setiap dinding. Ada 99 foto yang dicoret silang dan ada 20 foto yang masih bersih.

Ia mengambil spidol merah di atas meja lalu mencoret silang foto ke 100.

"Arga Arga, lo menjadi orang ke 100 yang gak tau terima kasih dan gue benci orang yang gak tau caranya berterimakasih dan lupa diri. Kayaknya lo lupa siapa diri Lo sekarang, dan gue akan melakukan segala cara agar Lo selalu ingat identitas Lo. Kematian terlalu berharga untuk seorang penghianat"

***

"Anjir si Erin pamer pacar baru lagi, baru aja Minggu kemaren putus sama anak sekolah sebelah" Dya menunjukkan ponselnya pada Caramel, acara ghibah dan bergosip ria sudah menjadi hal umum bagi mereka apalagi pas di kantin kayak gini, suasana ramai akan membuat orang-orang tak terlalu memperhatikan atau mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan, tentu saja urusan perut lebih penting daripada urusan orang lain yang tak ada habisnya.

"Gila aja sih dia, gue yakin nih bibir dia udah dower karena kena sosor cowok yang beda-beda tiap bulan" tambah Acha seraya memasukkan potongan ayam suwir ke dalam mulutnya, mulai ikut mengomentari topik ghibah siang ini.

"Yakin deh gue dia udah sering cipokan, gue aja belum pernah" tambah Caramel yang sialnya membuat Elisa hampir tersedak kuah baksonya.

"Halah gak yakin gue si Rafa gak pernah nyosor, tampangnya aja mupengan gitu, yakali dia gak kegoda sama lo, Devon yang keliatan alim aja pernah nyosor"

Elisa menggerutu dalam hati, kenapa teman-teman nya ini tiba-tiba bahas hal semacam itu sih, dia kan jadi keinget kejadian malam itu. Tuhkan, pikirannya kembali berkelana bagaimana lembutnya bibir Arga di bibirnya malam itu.

"Udah deh, bahas apaan sih Lo pada. Makan tuh, ntar keburu bel tau rasa" ujar Acha menghentikan pembicaraan ++ kedua temannya itu, padahal dia sendiri yang memulai.

"Eh iya 8 menit lagi bel, Rafa mana sih katanya mau makan siang bareng" Caramel mengedarkan pandangannya, mencoba mencari keberadaan sang pacar.

"Paling masih main Basket, kebiasaan tuh suka lupa sama janji sendiri, Axel juga gitu" Dya mengangguk-angguk mengiyakan sementara Caramel mengerucutkan bibirnya

"Eh Sa! Arga tuh, kayaknya nyariin Lo"

Elisa yang sebelumnya hanya diam saja mendengarkan mengikuti arah pandang Acha, dan benar saja di pintu kantin terlihat Arga yang juga sedang menatapnya.

"Bukannya kata Rafa dia gak masuk sekolah hari ini, kok disini?"

Elisa mengabaikan Caramel, ia masih menatap mata Arga begitu juga cowok itu yang tak mengalihkan tatapannya, lalu sebuah senyum cerah tercetak di bibir cowok itu, senyum yang menular pada Elisa terbukti gadis itu yang juga mengangkat kedua sudut bibirnya. Tak bicara pun Elisa tau Arga sedang bahagia.









''''

TBC

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang