Bab 24

30 5 0
                                    


"Kenapa Ga?"

Setelah aksi tatap-tatapan di kantin tadi Arga mengajak Elisa membicarakan sesuatu di belakang kantin. Acha, Caramel dan Dya sudah masuk kelas dan berjanji akan mengatakan ke guru jika Elisa sedang tidak enak badan.

"Gue udah berhenti" setelah diam beberapa saat Arga akhirnya buka suara

"Beneran? Kok bisa? Maksud gue, gue yakin pasti keluar dari pekerjaan itu gak gampang dan gue yakin bos Lo itu pasti gak gitu aja ngasih ijin Lo keluar. Lo gak diapa-apain kan?" Elisa menegakkan tubuhnya, pertanyaan bernada khawatir itu terucap begitu saja.

"Lo tenang aja, gue baik-baik aja kok. Mungkin kedengarannya gak mungkin tapi gue bisa pastiin kalo gue gak akan ngelakuin hal itu lagi" Arga mengambil jemari Elisa, menggenggamnya erat seolah menyakinkan sang gadis.

"Syukur deh, ikut seneng Lo gak harus ngelakuin itu lagi, walaupun Lo profesional tapi itu bahaya, dan juga dosa"

"Tapi..." Arga ragu, banyak hal bergelayut di pikirannya

"Tapi apa?" Tanya Elisa penasaran

"Gue bakal jadi pengangguran, Lo tau gue hidup sendiri, gak ada yang bisa menghidupi gue" Arga menunduk, ya... Itu yang dia takutkan, hidup sendiri dalam kemiskinan.

"Rumah lo jual aja, kegedean itu beli yang lebih sederhana terus lo mulai usaha apa gitu, koleksi-koleksi lo juga kayaknya bakal lumayan kalo dijual. Jadi kenapa gak sekalian Lo mulai semua dari awal lagi? Siapa tau Lo bakal jadi pengusaha"Elisa balas menggenggam tangan Arga

"Kalau gue gagal?"

"Gak usah pesimis gitu, harus optimis dong. Lakuin sebisa Lo, kalo emang gagal berarti bukan rejeki lo. Lo masih bisa cari kerja paruh waktu kan"

"Lo gak akan ninggalin gue kan?"

Elisa tersenyum lembut, tangannya terangkat lalu merapikan rambut Arga, dengan laki-laki itu ia memiliki banyak ekspresi sekarang.

"Gak lah, Lo lupa gue susah cari pacar? Kalo udah ada, ngapain gue tinggal"

Arga balas tersenyum, ini sudah lebih dari cukup. Memiliki satu orang yang berarti di hidupnya ia yakin jika ia akan tetap hidup.

"Jangan pergi, jangan pernah ninggalin gue, gue bakal mati kalo Lo juga pergi"

"Iya aku janji"

*

Elisa terkejut setengah mati, saat ia sedang rebahan santai di atas kasur kesayangannya Dya menelfonnya dan mengabarkan berita yang sangat mengejutkan. Papa Acha tertembak dan  dilarikan ke rumah sakit.

Tak membuang waktu dan sedikit tergesa-gesa gadis itu menyambar tas selempang nya tanpa repot-repot mengganti pakaian bahkan ia mengambil asal sepatunya.

Katanya Dya juga terluka, membuat Elisa semakin panik.

"Halo Mel, gue otw rumah sakit sharelock ya" ia mematikan sambungan lalu dengan buru-buru mencari taxi.

Elisa berlari tergopoh-gopoh, tak sedikit yang menyumpahinya karena beberapa kali menabrak orang lain.

"Gimana keadaan Acha?"

Caramel mendongak, matanya basah oleh air mata

"Acha masih diobati luka-lukanya, karena gak terlalu parah jadi cuma diobati doang. Kalau Papa nya Dya masih di dalem, luka tembakan nya lumayan parah"

Elisa meringis dalam hati, tadi pagi sahabatnya itu masih baik-baik saja tapi sekarang tiba-tiba saja ia mengalami hal naas itu.

"Gimana ceritanya sih Acha bisa kayak gini"

"Gak tau, Acha cuma tiba-tiba telfon gue dan bilang lagi di rumah sakit" Caramel kembali sesegukan membuat Rafa yang sedang duduk di kursi tunggu segera meraih tubuh sang pacar dan mendekapnya lembut.

"Udah, Lo tenang aja, Acha baik-baik aja kok" Dya ikut mengelus lembut punggung Caramel yang bergetar

"Gimana keadaan papa gue?" Acha tiba-tiba datang dengan perban di kepalanya disusul Dya, Devon dan Axel di belakang.

"Lo tenang dulu Cha , papa Lo baik-baik aja kok" Elisa buru-buru menghampiri Acha dan memeluknya menenangkan

"Duduk dulu Cha" Rafa berdiri memberikan tempatnya pada Acha dan Elisa serta Caramel

"Gimana ceritanya sih bisa kejadian kayak gini?" Tanya Elisa

"Gak tau, tiba-tiba aja terdengar suara tembakan dari kamar papa, pas dicek ada cowok asing yang nodongin pistol ke papa, waktu gue mau tolongin papa dia kabur dan ngedorong gue ke meja" jelas Acha seraya terisak kecil

"Gakpapa, Lo tenang aja om pasti baik-baik aja, eh btw lo kenal orangnya gak? Atau gimana ciri-cirinya?" Tanya Axel menginterupsi

Elisa membeku, tiba-tiba pikirannya langsung mengarah pada satu orang.

"Lo ingat ciri-ciri orangnya gak Cha?" Tanya Elisa, semoga pikirannya salah.

"Cowok, kayaknya masih muda, lebih tinggi dari gue, pake Hoodie hitam sama celana jeans hitam"

Elisa terdiam, mencerna informasi yang baru diterimanya lalu mencocokkan dengan kejadian waktu dia mengetahui rahasia Arga.

"Mmm menurut Lo kenapa dia mau bunuh bokap Lo atau ada sesuatu gak yang dia incar?"

Elisa masih bertanya penasaran, semuanya harus jelas. Ia tidak boleh menduga-duga dan jatuhnya jadi fitnah.

"Sore itu papa pulang bawa dokumen yang papa peluk erat banget pas masuk rumah, waktu gue tanya papa cuma bilang kalau itu berkas yang sangat penting, mungkin gak sih dia ngincer berkas itu?"

Axel, Caramel, Dya, Devon serta Rafa saling tatap lalu kompak mengendikkan bahu tak tau.

Sementara Elisa semakin bimbang, tidak mungkin kan Arga yang melakukan ini semua.

"Kayaknya kasus ini udah masuk tindak pidana deh, Lo harus lapor polisi Cha" saran Caramel yang diangguki semua orang kecuali Elisa

"Papa gak mau polisi sampe tau kasus ini, sebelum papa pingsan dia cuma bilang jangan lapor polisi, makanya gue nelfon Axel karena gak tau mau ngapain lagi" Acha menundukkan kepalanya, kedua tangannya menangkup wajah mencoba meredam tangisannya.

"Gue permisi dulu ya, ada sesuatu yang harus gue urus"

Tanpa mendengar jawaban sahabat-sahabatnya, Elisa buru-buru berlari menyusuri lorong rumah sakit, tak mengindahkan panggilan teman-temannya.

"Gue harus pastiin kalau itu bukan Lo Ga"





''''

TBC

AREL✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang