Suara bola yang bertumbuk dengan lantai serta decit sepatu memenuhi gelanggang olahraga kampus. Maklum, sedang berlangsung petandingan basket a la a la.
Sebenarnya, Pelita malas sekali untuk datang tapi Malik dan Syabil memaksanya dengan berbagai macam ancaman.
"Gue nggak mau ya, nganter-nganter lo lagi." -Malik.
"Stop nelpon gue malem-malem cuma buat nyuruh gue ngelakuin hal nggak penting." -Syabil.
Segitu saja level ancamannya, tapu ampuh membuat sosok Pelita muncul di tribun penonton.
Melihat kedatangan sang sahabat, membuat Malik melambaikan tangan dan tersenyum sumringah. Padahal sebelumnya ia bermain serius dan enggan tersenyum. Hal tersebut sontak menjadi perhatian bagi para mahasiswi penggemar Malik.
Tatapan mata tajam menusuk tertuju pada diri Pelita. Seakan hanya dengan melihat gadis itu bisa menyakitinya. Well, tapi mereka salah sasaran. Pelita bukan gadis lemah.
"Sama dengan cari mati kalo berurusan sama lo." Ucap Syabil. Ia duduk di sebelah gadis itu.
Sudut mata Pelita melihat peluh membasahi sekujur tubuh Syabil. "Lo nggak main?"
"Udah, tuh baru diganti Dani." Ucap pemuda berkulit kecokelatan itu.
Pelita menatap lapangan basket dan mendapati satu sosok bertubuh tinggi dan tampan di sana. Bukan Malik, tapi Dani namanya.
Entahlah, rasanya ada yang berbeda dari sosok bernama Dani itu. Bagi Pelita, sangat menarik. Tidak berlagak sok ganteng seperti dua sahabatnya, tapi tetap terlihat cool.
Apakah gadis itu mulai jatuh cinta?
"Terus ya..." ternyata selama Pelita tenggelam dalam lamunannya, Syabil berceloteh. Entah tentang apa.
"... kan bingung jadinya. Menurut lo gimana? Di-iya-kan aja gitu?" Lanjut Syabil.
"Iya." Jawab Pelita asal. Masa bodoh tentang konteks pembicaraannya.
"Waaahhh... emang nggak punya hati, Lo." Ucap pemuda itu.
"Terserah." Gumam Pelita. Ia terlalu sibuk menonton permainan di depannya. Lebih tepatnya menonton sosok Dani yang menawan.
.
.
."Ini Dani." Malik memperkenalkan teman satu kelasnya itu.
"Hai." Sapa pemuda itu ramah pada Pelita.
"Hai, gue Pelita." Ucap gadis itu. Walau masih dalam mode terpesona, ia masih bisa menguasai diri. Lagipula gadis itu bukan tipe yang centil saat melihat makhluk tampan di hadapan mereka.
"Ini nih... udah nggak penasaran lagi kan, Lo? Si Pelita ini cewek ajaib dari jaman masih orok." Sambung Syabil sambil menepuk-nepuk pundak gadis itu.
Kalau boleh jujur, Pelita kesal juga dengan Syabil. Bisa menurunkan pasarnya kalau diperkenalkan dengan cara begitu. Bagaimanapun ia juga seorang gadis yang ingin nampak sempurna di mata pemuda lainnya.
"Gue harus balik, mau nganter kakak gue ke dokter. Suaminya lagi tugas luar kota." Malik sang adik berbakti pamit lebih dulu.
"Kok gitu? Gue kan mau nebeng. Tadi kesini naik ojek." Bisik Pelita pada Malik.
"Balik sama si Item aja." Pemuda itu balas berbisik sambil mengarahkan pandangan matanya pada Syabil. Kemudian segera pergi terburu-buru.
"Pelit." Panggil Syabil yang entah mengapa bersikap menyebalkan sekali sore ini. "Gue balik duluan ya... Kak Syafa WA minta jemput di sekolahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelita (Complete)
RomanceTentang Pelita dan kisah persahabatannya yang membuat hatinya rumit.