Bagian 16: Dani POV - Realisasi

1K 137 10
                                    


Bagi gue, seorang Pelita itu adalah cewek istimewa. Walau bukan yang pertama, gue maunya dialah yang terakhir. Tapi...

Untuk mengenalnya tidaklah mudah. Selain proteksi berlebih dari dua sahabatnya, gadis itu juga seperti enggak membuka jati diri.

Pelita memang ramah dan enak di ajak bicara, hanya saja dia lebih suka mengikuti apa pun yang gue suka, daripada menunjukkan ketidak sukaannya. 

"I love you." Ucap gue pada siang hari di ruang tamu rumahnya.

Pelita terdiam sesaat lalu menyunggingkan senyum kaku dan segera berbalik. Gue tahu, dia bukan malu setelah mendengar penuturan tulus gue. Dia nggak bisa menjawab. Dia kelihatan ragu. 

Jadi, dia nggak cinta gue?

Iya.

Atau mungkin karena gue terlalu cepat ngomong begini. Hubungan kita belum genap sebulan, jadi rasanya kata cinta itu terdengar cheesy buat dia.


"Seneng gue kalo Kak Pelita masak gini." Ucap Banyu saat memasuki ruang makan. Adik cowok Pelita itu duduk di kursi ujung, tempat biasanya kepala keluarga duduk.

"OMG! Ini tumis jamur kesukaan Mas Malik!" Pekik Kejora, adik perempuan Pelita satu-satunya.

Malik. Entah berapa kali gue mendengar nama itu terucap dari mulut adik-adik Pelita. 

Cemburu? Tentu saja. 

Gue yang punya rasa percaya diri tinggi ini bisa langsung down kalau harus disandingkan dengan sosok bernama Malik itu. Selain ganteng nggak manusiawi, Malik ini juga dari keluarga crazy rich. Itu permukaannya. Dalamnya? Malik luar biasa baik dan sangat down to earth. Iri mungkin, tapi untuk benci dengannya sepertinya nggak bisa. Nggak ada alasan untuk bisa benci Malik. 

"Kata Mas Malik, besok dia mau bawa berbagai jamur yang banyak terus minta kakak yang masakin. Mas Rio sama Maula juga mau ikutan." Lapor Kejora yang ternyata berhasil memotret masakan sang kakak dan mengirimnya ke Malik. 

"Oh iya, tadi Bang Syabil chat gue. Katanya Tante Nanda buat puding karamel kesukaan kakak. Dia bilang mau ambil sendiri apa nggak kebagian jatah." Kali ini Banyu yang melapor.

Satu lagi nama yang bikin gue ngerasa asing banget di lingkaran pergaulan Pelita sekeluarga. Syabil.

Walau gue merasa lebih ganteng dari dia, tapi Syabil punya sesuatu yang entahlah... susah buat gue jelasin. Pokoknya Syabil itu tipe cowok menarik yang nggak perlu repot-repot menarik perhatian cewek-cewek. 

Mata gue sekarang menatap Pelita yang sibuk menuangkan nasi ke piring-piring. 

"Bilang, kalo nggak mau ngasih nggak usah pamer." Ucapnya menanggapi Banyu.

Gue nggak pernah tahu gimana sebenarnya isi hati gadis itu. Ekspresi wajahnya terlalu sulit untuk dibaca. Kapan dia tersipu, kapan dia marah, kapan dia bahagia luar biasa. Gue nggak tahu. Karena tanggapannya selalu biasa saja, nggak pernah berlebihan seperti cewek-cewek kebanyakan.

"Enak nggak, Dan?" Tanya Pelita akhirnya. Sadar akan keberadaan gue yang dari tadi milih diem aja. 

"Enak." Ucap gue jujur karena masakan pacar cantik gue itu memang enak banget. Padahal cuma tumis jamur doang. Apa mungkin karena gue bucin? Nasi garem pun akan jadi enak kali ya?

"Ini resep turun-temurun dari buyut kita." Jelas Kejora. 

"Wah... berarti kamu juga bisa dong?" Tanya gue ke gadis delapan belas tahun itu.

Pelita (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang