"Kak!!!" Seru Bara dengan suara ngebass dan nyaring.
Masker wajah yang Pelita pakai sampai retak gara-gara tanpa sadar mengumpat akibat kaget.
Memang adiknya yang satu itu kebiasaan sekali berteriak-teriak memanggil orang rumah. Kadang membuat kaget karena tiba-tiba.
Dalam keadaan kesal, Pelita membuka pintu kamar dan mendapati Bara berdiri menjulang di hadapannya. Maklum, adiknya kan punya tubuh cukup tinggi. Walau Pelita juga tidak bisa dikategorikan sebagai gadis pendek.
Mata pemuda dua puluh tahun itu memicing saat menatap sang kakak. "Lo kenak Aa' Dani?"
"Kenal. Emang kenapa sih tiba-tiba tanya begitu?" Risih juga ia ditatap dengan pandangan menghakimi seperti sekarang.
"Orangnya ada di ruang tamu. Lagi sama Banyu duduk ngobrol. Cariin lo sih sebenarnya." Jelas sang adik panjang lebar.
Mata Pelita terbelalak, "dia kesini?"
Bara mengangguk. Kemudian Pelita malah terlihat panik. Ia segera menutup pintu kamar dengan keras dan buru-buru menghapus masker di wajah. Gadis itu juga berganti pakaian karena sekarang ia hanya memakai tank top hitam dan celana pendek.
"Lo utang penjelasan ke gue, Kak." Bara mengintili sang kakak ketika keluar kamar.
"Apaan sih." Kesal juga ia lama-lama. Bara dan ke-kepoan-nya sangatlah menjengkelkan.
"Hai, Dan!" Sapa gadis itu dengan senyum seperti biasa.
Hari ini kebetulan rumah sedang sepi. Bapak ada urusan di kantor, ibu di rumah eyang yang letaknya di ujung gang sana. Sementara si kembar Bintang-Kejora mengikuti ibu.
"Gue tinggal ya..." Pamit Banyu sambil menarik lengan Bara untuk pergi ke lantai dua rumah.
"Apa kabar?" Tanya Dani saat Pelita duduk di sofa tunggal dekat dengan sofa yang di dudukinya.
"Baik. Lo sendiri? Nggak bisa pulang ke Bandung ya?"
"Ya mau gimana lagi? Jadi penghuni kontrakan aja. Kebetulan gue baru balik belanja di swalayan dekat sini. Makanya mampir aja dulu. Toh nggak ke kerumunan orang." Jelas Dani agar Pelita mengerti alur kedatangannya.
"Pasti bosen banget ya, sendirian di kontrakan?"
"Banget. Makanya gue inget ramenya rumah lo. Pas lewat nggak sadar aja mobil gue kearah sini."
Mendengar itu Pelita tertawa kecil. Lucu juga dengan alasan yang diutarakan oleh Dani.
"Oh iya." Pemuda itu memberikan plastik swalayan pada Pelita. "Gue nggak tau lo sukanya merek apa. Jadi gue beli aja semua."
Gadis itu mengecek isi plastik dan terbelalak. Ada beraneka merek cokelat di sana.
"Sebenarnya gue suka apa aja sih." Gadis itu terkekeh. "Thanks."
Bibir Dani menyunggingkan senyum. Ada kelegaan tegurat dari ekspresi wajahnya.
Kemudian keheningan tercipta. Entahlah hawa-hawa kegugupan menyergap di area ruang tamu. Asalnya bukan dari Pelita, melainkan dari Dani.
"Pelita." Panggil pemuda itu.
"Ya?"
"Gue..." ucapan Dani menggantung.
"Ada apa?"
"Sebenarnya gue udah lama banget merhatiin lo. Sebelumnya gue pikir cuma ngerasa tertarik karena dari jauh lo kelihatan asyik. Setelah kenal dan ngobrol langsung... gue..."
"Naksir gue?" Canda gadis itu.
"Jatuh hati sama lo." Pemuda itu meralat perkataan Pelita.
Untuk pertama kalinya, seorang Pelita terdiam. Bingung harus merespon seperti apa. Sementara matanya telah dikunci oleh tatapan lembut dan hangat seorang Dani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelita (Complete)
RomanceTentang Pelita dan kisah persahabatannya yang membuat hatinya rumit.