"Es jeruk buat lampu petromak." Segelas es jeruk yang terlihat segar terhidang di meja makan kantin. Udara panas memang menjadi waktu yang tepat untuk meminum minuman segar tersebut.
"Makasih loh, Tem." Ucapan terima kasih sekaligus balas mengejek.
Lampu petromak = Pelita
Tem/Item = Syabil
"Gimana, Bul? Udah acc?" Tanya Pelita pada pemuda yang baru tiba dan langsung menyedot es jeruk milik gadis itu hingga tersisa setengah gelas.
"Lanjut bab 2." Balas pemuda yang dipanggil Bul alias Bule. Siapa lagi kalau bukan Malik.
Memanggil dengan panggilan nyeleneh seperti itu bukan hal baru bagi ketiganya. Sudah biasa sejak kecil. Alih-alih marah dan sakit hati, mereka akhirnya mendeklarasikan bahwa panggilan aneh pada diri masing-masing merupakan bentuk perhatian dan kasih sayang.
"Tapi gue masih aneh deh, kok bisa-bisanya aunty Zi sama uncle Ghani ngasih nama lo begitu. Pelita Malam." Sepertinya Syabil merasa penasaran. Mereka memang belum pernah membicarakan tentang cerita dibalik nama masing-masing.
"Betul. Nama lo tuh unik gitu." Malik menambahkan.
"Gimana ya... kalau kata bapak, kehadiran gue tuh kayak lampu terang di tengah suramnya kehidupan rumah tangga ortu." Cerita singkat dari Pelita. "Tapi itu versi bapak gue yang filosofis dan punya pikiran deep sampai ruwet sendiri."
"Emang ada versi lain?" Tanya Malik. Mulai tertarik dengan pembahasan tentang nama.
"Menurut ibu... nama gue Pelita gara-gara pas lagi mantap-mantap berhasil jadi pas lampunya nyala." Ungkap gadis itu dengan frontal.
"Uhuk! uhuk!" Syabil tersedak nasi goreng pedasnya setelah mendengar penuturan sang sahabat.
"Memang luar biasa aunty Zi." Malik malah bertepuk tangan sambil terkikik.
Well, mau bagaimana lagi. Cerita dibalik nama Pelita memang seperti itu adanya. Intinya sama-sama tentang penerangan. Walau kedua orang tua gadis itu punya persepsi berbeda dalam membuat filosofi nama sang putri sulung.
"Emang suka aneh-aneh si bapak sama ibu. Lo tau sendiri kan nama adik-adik gue gimana?" Gadis itu memanyunkan bibirnya. Terkadang kesal juga punya orang tua yang pemikirannya nyentrik.
"Nggak apa-apa, unik. Daripada gue. Semua nama sodara gue depannya Sya. Syafa, Syandana, Syabil, Syafiq, Syana. Kalo gue punya adik lagi, pasti Sya lagi tuh namanya." Cerocos Syabil. Nasi goreng pemuda itu kini sudah tandas.
"Sama aja kayak gue. Semua nama depannya diawali dengan huruf M. Kecuali Kak Elle sih... istimewa karena anak cewek sendiri." Cerita Malik.
"Setidaknya dari nama aja udah ketahuan kalau kalian bersaudara." Tanggap Pelita.
"Jelas kelihatan sodaraannya sih si Malik sama kakak-kakak sama adeknya. Ketahuan muka-muka bule. Lah gue, beraneka rupa." Kali ini Syabil yang cemberut. Masalahnya ia lima bersaudara dan kalau dilihat sekilas tidak mirip dengan saudara-saudara lainnya.
"Mending gue dong. Seenggaknya si kembar Banyu-Bara mirip gue. Sialnya si Kejora-Bintang aja yang eksotis." Gadis satu-satunya dalam kelompok pertemanan itu terkikik geli. Teringat protes-protes lucu dari dua adik kembarnya.
"Ngomongin nama, apa nggak ada yang bisa kontribusi ide gitu? Kakak gue kan mau lahiran bentar lagi, tapi masih pusing nama bayinya siapa." Kembali pembahasan tentang nama berlanjut. Kali ini Malik ingin mendapat ide untuk nama sang calon keponakan.
"Buntu. Mending gue cari ide buat skripsian." Tolak Syabil.
"Ntar kalo ada ide gue kasih tau." Beda lagi dengan Pelita yang menyanggupi.
"Yo... you always be my lovely girl." Malik tersenyum sumringah dan merangkulkan pundak Pelita. "Mau apa? Abang Malik ini yang traktirin." Pemuda itu menaik-turunkan alis tebalnya.
"Sok abang-abang, cuma tuaan dua bulan doang." Protes Pelita sambil menoyor kepala sahabat tampannya itu.
"Aku mau, Bang. Mau ayam geprek." Malah Syabil yang menanggapi dengan nada centil dibuat-buat.
.
.
.
Ini masih awal-awal ya... jadi bikinnya pendek-pendek dulu. Jangan lupa untuk vote dan komen di cerita ini ya... terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelita (Complete)
RomantizmTentang Pelita dan kisah persahabatannya yang membuat hatinya rumit.