Beberapa kali Pelita menghel napas. Gadis itu menatap layar laptopnya dan mengetik dengan kecepatan penuh. Sebuah skill yang terkadang mengundang keheranan.Bagaimana ia bisa mengetik secepat itu.
Satu tombol enter ia tekan dan akhirnya Pelita bisa bernapas lega. Sambil menyesap jus semangka kesukaannya, gadis itu memeriksa lagi susunan huruf yang baru saja diketiknya.
Saat ini Pelita memang sedang berada di kantin kampus yang lumayan sepi. Mungkin karena masih cukup pagi dan mahasiswa lain masih ada kelas.
Gadis itu sendiri baru selesai melakukan bimbingan dan ini revisi terakhirnya sebelum bisa maju untuk sidang.
Aaahhh rasanya semua hampir selesai. Ia senang dan lega.
Namun kelegaan ini berganti gundah saat melihat sosok Malik dan Syabil memasuki kantin.
Yang bener aja... gue belum siap.
Sejak di Jogja beberapa waktu lalu, Pelita memang merasakan sedikit keanehan. Entah. Melihat Malik rasanya ia berdebar.
Tidak!
Hal itu tidak sepatutnya ia rasa. Pelita hanya ingin tetap berada di garis yang dirinya sendiri gambar.
"Peeet!" Seru Syabil kegirangan saat menyadari sosok Pelita juga berada di kantin.
Heboh pemuda itu berjalan cepat. Meninggalkan Malik yang berjalan santai sambil memandangi Pelita.
"Kok nggak ngemeng lagi di sini?" Tanya Syabil.
Gadis itu mengerlingkan matanya dan menatap Syabil dengan malas, "kayaknya gue nggak ada kewajiban buat lapor-lapor ke elo."
Pemuda itu cemberut, lalu mengacak rambut Pelita dengan gemas. "Mulut lo."
"Pada mau pesen apa?" Tanya Malik akhirnya. Ia belum duduk dan berniat memesan sesuatu.
"Es jeruk! Sama batagor." Ujar Syabil.
Mata Malik kini tertuju pada Pelita, "mau pesen juga, Lit?"
"Hah?"
Nampaknya gadis itu tidak memerhatikan apa yang Malik ucap.
"Mau pesen juga?" Ulang Malik.
"Nggak usah. Gue udah makan gado-gado tadi." Tolak Pelita akhirnya.
"Padahal si bule mau bayarin." Gumam Syabil.
Pelita hanya tersenyum singkat dan kembali fokus pada hasil tulisannya tadi.
Setengah jam berlalu begitu saja. Tiga sahabat itu masih betah duduk di kantin. Tentu saja dengan Syabil dan Malik yang memesan banyak makanan dan jajanan. Sementara Pelita hanya ikut-ikutan. Biar seru walau hatinya gundah.
"Habis wisuda, rencana lo apa?" Tanya Syabil untuk kedua sahabatnya.
"Hmm... lanjut mungkin?" Pelita seperti agak ragu. Entah apakah rencananya ini akan mendapat restu dari sang bapak. Mengingat betapa protektifnya seorang Pak Ghani pada anak-anak perempuannya. Kalau ibu, pasti tidak masalah.
"Kok mungkin?" Tanya Syabil dan Malik bersamaan.
"Soalnya gue mau lanjut di luar negeri gitu... semoga bapak ngasih izin." Ungkap gadis itu. "Lo berdua?"
"Gue mau kerja aja dulu, nanti sambil-sambil lanjut. Soalnya gue pengen sekolah lagi tapi pakai duit sendiri." Kali ini giliran Syabil yang mencurahkan rencana kedepannya.
Malik sendiri hanya menyimak. Ia memilih tidak membahas masalah seperti ini. Karena pemuda itu tahu, bahwa sudah dipastikan bahwa dirinya akan mendapat tempat di perusahaan sang papi. Langsung begitu lulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelita (Complete)
RomanceTentang Pelita dan kisah persahabatannya yang membuat hatinya rumit.