Bagian 4: Calon Mantu

2.1K 236 15
                                    

Di siang yang terik dengan udara penuh polusi ini, Pelita mengendarai motor scoopy merahnya melintasi jalanan padat ibu kota.

Ia mendapat mandat dari sang ibu untuk mengantarkan undangan pengajian ke rumah dua sahabat tercintanya.

Seharusnya sang adik bisa pergi menggantikan tugasnya, tapi apa daya semua adiknya sibuk. Kejora dan Bintang ada kegiatan kemah. Sementara Banyu ada jadwal kuliah sampai sore. Adiknya yang lain, Bara tinggal jauh di Jogja.

Motor Pelita kini memasuki jalan perumahan yang terlihat agak sepi. Mungkin karena penghuninya banyak yang masih bekerja dan baru pulang sore nanti.

"Assalamualaikum!" Ucap Pelita. Ia berhenti di depan gerbang rumah minimalis dengan halaman mini penuh tanaman bunga mawar. "Assalamualaikum!" Ulangnya.

Pintu rumah pun terbuka dan sosok wanita paruh baya dengan paras cantik terlihat. "Waalaikumsalam." Jawabnya, lalu segera membukakan gerbang. "Ayo masuk Lita, panas di luar. Motornya juga masukin."

Pelita nyengir dan menuruti wanita tersebut.

"Boleh minta minum nggak, Tante?" Pinta gadis itu saat sudah berada di dalam rumah. Rasanya begitu akrab bahkan tanpa sungkan ia mengambil gelas dan air dingin dari kulkas.

"Ambil puding sekalian. Tante buat banyak tadi pagi." Wanita yang dipanggil tante itu pun mengusak kepala Pelita dengan sayang.

"Buun... Eh ada Pelita nan jelita..." satu sosok pemuda berlesung pipi muncul dari dalam kamar. Wajahnya nampak seperti orang baru bangun tidur.

"Hai, Bang Dana. Habis tidur siang?" Tanya gadis itu yang sudah duduk di kursi makan. Sepotong puding terhidang di hadapannya.

"Iya nih... mumpung libur. Kerjaan di kantor lagi banyak banget soalnya." Adu pemuda bernama Dana itu.

"Si Syabil mana?" Tanya Pelita akhirnya.

"Ngorok tuh!" Syandana atau yang lebih akrab dipanggil Dana itu menunjuk pintu kamar tempatnya tadi keluar.

Ya, Pelita sedang ada di rumah keluarga sang sahabat. Syabil. Jadi tidak heran kalau ia sangat santai dan tidak sungkan sama sekali berada di tengah keluarga besar itu. Seperti dirinya sang sahabat punya banyak saudara. Jadi suasana dinamis dalam keluarga Syabil cukup mirip seperti di rumahnya sendiri.

"Tumben banget datang sendiri siang-siang." Tante Nanda -bunda Syabil bergabung duduk dengan sang putra sulung juga Pelita.

"Ini." Gadis itu menyerahkan satu undangan. "Pengajiannya Bang Alan. Minggu depan mau nikah."

"Waaah..." Tante Nanda tersenyum cerah. "Anak-anak bunda kapan ya..." ucapan yang sebenarnya sedikit menyindir sang putra.

"Tuh, Kak Syafa ditanya. Masa dari lahir jomblo." Dana nampak kesal.

Pelita tertawa melihat tingkah kakak sahabatnya itu.

"Apa adik Pelita mau sama Bang Dana ganteng ini?" Kelakar pemuda tampan tersebut.

"Wani piro?" Tantang gadis itu.

Dana berdecih, "wah... mahal kayaknya nih maharnya."

Pelita dan Tante Nanda tertawa terpingkal membuat seseorang yang sedang tidur siang di kamarnya terbangun.

Wajah Syabil muncul dengan muka bantalnya dan sudut bibir terdapat bekas iler. Rambutnya yang agak panjang belum dicukur pun mencuat kesana kemari.

"Malu ih... ada Lita." Dumal bunda Nanda. Tapi pemuda itu cuek saja. Toh, cuma Pelita gini.

Pelita pun sudah biasa. Jadi ia santai saja.

"Ngapain siang bolong kemari? Mau numpang makan?" Tuduh Syabil. Ia duduk di sebelah sang sahabat, berhadapan dengan abangnya.

Pelita (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang