♣PART 21

22.6K 1.4K 190
                                    

Selamat Membaca!

Ceklek

Maura menoleh pada pintu yang dibuka lalu memalingkan wajahnya.

Adam menghela napas lalu melangkah mendekati Maura sedang Nella masih di luar, ia ingin membiarkan Adam dan Maura bicara.

Adam duduk di kursi samping Maura. "Apa masih ada yang sakit?"

"Tidak."sahut Maura tanpa menoleh.

"Maaf."

"Dimaafkan"sahut Maura cepat, ia tak ingin bertele-tele.

Adam mengambil lengan Maura namun langsung ditepis oleh Maura. "Kalau tidak ada apa-apa silahkan pergi!" ketus Maura. Ia masih sangat jelas mengingat perkataan pak Adam beberapa jam yang lalu padanya.

"Tentang anak kita_"

"Anakku. Dia hanya anakku."potong Maura cepat membuat Adam tersenyum miris.

"Saya akan bertanggung jawab, kita akan menikah secepatnya."

Maura menatap pak Adam lalu tersenyum receh. "Menikah? Siapa bilang kita akan menikah."tanya Maura sinis.

Adam menatap Maura. "Jangan keras kepala. Anak itu perlu seorang ayah."ucap Adam tegas.

Maura menggeleng. "Bapak lupa perkataan bapak beberapa jam yang lalu sebelum saya pendarahan?"

Adam terdiam lalu menatap Maura penuh sesal. "Saya minta maaf."

"Dero lebih penting kan? Kalau begitu pergilah temui Dero dan jangan khawatirkan aku dan anakku."ucap Maura dengan nada tinggi.

Adam menghela napas. "Dia anakku juga."

Maura menggeleng. "Anak bapak itu Dero."ucap Maura sinis.

"Saya minta maaf. Apapun yang saya katakan itu hanya karena emo__"

"Saya maafkan. Tapi tolong bapak pergi!"ucap Maura dengan suara melemah. Sungguh ia tak bisa bersikap tegar disaat pemikiran mengenai kehidupannya selanjutnya saja masih terasa abu-abu.

Adam terkekeh. "Kenapa kamu harus keras kepala. Berusaha mencari jalan yang sulit padahal ada jalan yang mudah. Kita hanya perlu menikah lalu membesarkan anak kita bersama, semudah itu!"ucap Adam, terdengar sedikit keputusasaan dari nada suaranya.

Maura menggeleng. "Untuk saat ini, saya hanya ingin sendiri. Tolong tinggalkan tempat ini!"ucap Maura membuat Adam dengan langkah besar berjalan menuju pintu, kemudian.

Brakk

Maura menghapus air matanya yang keluar bersamaan dengan suara pintu yang di tutup. Maura mengelus perutnya lalu tersenyum manis.

"Mama akan menjagamu, sayang. Mama pasti bisa menjagamu sendiri. Kita tidak memerlukan daddymu, kita tidak membutuhkan siapapun."

Untung saja saat tubuhnya menubruk meja, Maura masih bisa menahan sedikit tubuhnya agar bagian perutnya tak mengenai meja dengan keras. Tapi meski sudah berusaha menahannya, ia tetap pendarahan. Namun untung saja tidak terjadi apa-apa. Sejujurnya, Maura sudah menebak jika ia tengah hamil, dari priode bulanannya yang terlambat, perasaannya yang berubah menjadi sensetif dan suasana hati yang kacau balau. Selain itu tubuhnya memang gampang sekali lelah akhir-akhir ini.

JODOHKU DUDA TUA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang