Bagian XXII

5.4K 455 14
                                    


Sakura tidak mengerti kenapa dia terus menerus memikirkan sasuke. Padahal pria itu sudah melukainya. Oke anggap saja dia gadis bodoh yang membiarkan pria brengsek seperti sasuke untuk mendekatinya lagi. Bukan mendekati dalam artian mereka kembali bersama. Tidak. Sakura tidak ingin melukai Akashi. Pria itu terlalu baik untuk dia sakiti.

Dia menghela nafas berat. Sakura membuka matanya dan melirik jam di meja samping ranjangnya. Jarum pendek menunjukkan angka 2. Bagus sekali. Dia yakin saat ini lingkaran hitam dibawah matanya sudah terlihat dan wajahnya pasti sangat mengerikan besok pagi.

Dengan sabar sakura menghapus pikirannya yang bercabang dan memejamkan matanya kembali. Perlahan lahan dia tertidur dengan nyenyak.

Akashi sudah sampai di rumahnya. Ibu dan ayahnya menyambut hangat putra tunggal mereka itu. Setelah acara makan. Akashi mengajak orang tuanya untuk berbicara serius.

Setelah menjelaskan apa saja yang terjadi ketika dia ke jepang. Akashi Seijuuro sekarang termangu diam ketika sang ibu menangis dan sang ayah yang memejamkan matanya menahan emosi yang siap meledak menghancurkan rumah bergaya kontemporer mewah ini.

"Sei..."

Ayahnya menghela nafas dan bangkit dari duduknya "Terserahmu saja Sei. Ini adalah pilihanmu. Kau tidak memikirkan perasaanmu dan masa depanmu. Bukan berarti ayah tidak setuju, hanya saja..."

Akashi menundukan kepalanya dalam-dalam "Aku sungguh mencintainya, walaupun aku harus menelan bara api agar dia bahagia sekalipun tidak masalah"

Ibunya semakin menangis keras dan tak tau harus berbicara apa lagi. Dia memilih pergi ke kamarnya. Terlalu sakit melihat wajah putra tunggalnya.

"Mereka tidak mengerti atau memang tidak tau tentang perasaanmu? Kenapa begitu mudahnya kau mengambil keputusan ini nak..." ucap ayahnya sambil menggeleng

Akashi mendongak dan menatap ayahnya dengan sorot mata yang terlihat penuh keteguhan dari hatinya

"Mereka tidak tau dan biarkan semuanya berjalan seperti ini saja, Ayah. Aku tau aku dimanfaatkan disini tapi... sungguh... aku tak apa"

"Jadi aku mohon ayah... biarkan aku melakukannya"

Ayahnya memejamkan matanya dan mengusap wajahnya yang terlihat sudah memiliki kerutan di bawah matanya.

"Doa ayah menyertaimu, selalu. Anakku"

•••

"Hiruki Yugao?" Ino mengerutkan dahinya.

"Ah ya. Saya manajer baru yang akan membantu Sakura-san untuk kedepannya" wanita bersurai ungu kehitaman itu membungkuk sopan kepadanya.

Ino mengangguk dan membuka pintu apartemen sakura lebar lebar membiarkan manajer baru Sakura ini masuk.

"Sakura masih tidur. Akan kupanggilkan. Silahkan duduk"

Yugao mengangguk dan duduk dengan tenang di sofa L bewarna merah elegant itu.

Matanya menelusuri setiap sudut ruangan itu dengan senyuman misterius. Saat mendengar langkah kaki dari lantai atas dia kembali memasang senyuman formalitas.

"Aku tidak pandai menyiapkan sarapan tapi aku pandai membuat roti panggang dan susu mungkin? Bagaimana kau mau?"

Yugao mengangguk dan tersenyum. Ino langsung mengambil nampan yang berisi sepiring roti panggang yang masih hangat dengan toples mentega dan tiga gelas susu vanilla hangat.

"Sakura dan Karin adalah wanita pemilih dalam makanan apapun. Terkadang mereka akan membuang apa yang kubuat. Jadi aku akan sangat bersyukur jika kau menghargai usahaku" ucap ino sambil mengolesi roti panggang dengan mentega

Be The One✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang