Prolog

144 3 0
                                    



Hujan menurut sebagian orang adalah musibah. Karena mereka tidak bisa pergi ke mana-mana dan melakukan sesuatu di luar sana. Namun bagiku hujan selalu istimewah. Saat-saat yang mengingatkanku akan kejadian di masa lalu. Mengulang imajinasi dengan sosok yang istimewa. Sosok hebat nan luar biasa. Mendekatkanku kepada sang Maha Esa. Kalaulah bukan karena dia, mungkin kini ku berada dalam lubang kenistaan dan kehinaan.

Saat itu awan mendung tak terkira. Seakan siang berubah menjadi malam. Ku keluar dengan mengendarai sepeda fiksi seperti biasa. Saat itu hari ahad, waktu di mana bagi pemuda jalan-jalan. Baru beberapa langkah dari kosan, butiran-butiran basah jatuh dari langit. Sudah terlanjur basah, ku lanjut mengayuh sepeda.

Di depan sana sosok berhijab merah dengan tas ransel biru muda berjalan di trotoar. Walaupun hujan dia nampak santai dan tidak terburu-buru. Dia berhenti di halte bus. Sepertinya dia ingin pergi ke suatu tempat. Pakaiannya sudah mulai basah kuyup. Pelan-pelan ku mendekat dan berhenti di depannya. Sepertinya wajah itu tidak asing. Ya, dia adalah Sovia Fauziyyah, mahasiswa semester 7. Kakak kelasku di kampus.

"Kak, kok sendirian di sini?" tanyaku dengan hangat.

"Iya, Ris. Mau pergi ke toko Gramedia di mall Botani Square. Kamu sendiri ngapain di sini?"

"Biasa, sekarang kan hari libur. Anak muda kan suka jalan-jalan. Tapi ternyata hujan. Heheh..."

"Kak Sovia kok nggak sama teman atau pacar?"

"Aku nggak punya pacar, Ris. Teman-temanku lagi jalan-jalan ke tempat lain."

Tiba-tiba angkot datang. "Itu angkotnya datang. Aku duluan ya, Ris."

Kasihan sekali ini orang. Udah sendirian, kehujanan lagi. Rasa iba itu membuatku mengeluarkan payung kecil yang sebenarnya ku siapkan untuk diriku sendiri. Karena tujuanku hanya jalan-jalan, kena hujan juga nggak apa-apa. Sebelum dia masuk angkot ku kasihkan payung biru itu ke Sovia.

"Terima kasih, Ris."

"Sama-sama, Kak. Hati-hati di jalan." Angkot hijau itu pun pergi meninggalkanku.

Aku pun melanjutkan jalan-jalanku dengan sepeda. Hujan memang deras. Tapi tak menyurutkanku tuk bersenang-senang. Bahkan bersepeda di bawah hujan sungguh sangat menyenangkan. Tubuh jadi lebih fresh dan bugar. Sebagaimana yang telah ku pelajari dua tahun yang lalu di pesantren bahwa hujan adalah rezeki yang diturunkan Allah dari langit. Air hujan adalah air yang paling bagus tuk dikonsumsi.

Maka pendapat orang-orang tentang sakit gara-gara hujan adalah pendapat yang salah. Aku sendiri jarang menggunakan payung ketika hujan tiba. Apalagi di kota hujan, Bogor, sering sekali turun hujan. Aku sangat jarang bahkan enggan menggunakannya. Entahlah, doktrin dari guruku sudah sangat menancap di kepala.

Guru yang berkesan bagi muridnya.


Cinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang