12. "Ketika Cinta itu Datang"

18 1 0
                                    



Alhamdulillah, kini ku telah sampai di rumah baruku. Walaupun nyicil, masih lebih baik dari pada tinggal di rumah orang lain. Rumahnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Ada tiga kamar kecil, ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Catnya agak pudar dimakan usia. Mungkin gara-gara terkena angin, hujan, dan sinar matahari. Gentengnya juga sepertinya agak bermasalah. Keadaan rumah masih nampak kotor sekali. Harus segera dibersihkan agar bisa istirahat dengan cepat.

Aku dan Sovia segera mengganti pakaian untuk bersih-bersih. Sepertinya tidak akan mudah untuk diselesaikan. Pasalnya banyak sekali spot-spot yang harus kerja ekstra untuk bisa dibersihkan. Aku dan Sovia sudah siap dengan peralatan dan perlengkapan bersih-bersih. Ku sudah merencakannya dari awal.

"Mas, pakai maskernya. Banyak debu, nggak bagus untuk paru-paru." Aku mengambil masker itu dari tangan Sovia.

"Terima kasih."

Aku dan Sovia langsung beraksi dengan sapu, kemoceng, pel, dan beberapa peralatan yang tersedia. Kami membutuhkan waktu dua jam lamanya untuk membersihkan semua itu. Jam menunjukkan jam dua belas siang. Adzan di luar sana sudah berkumandang. Ku shalat bejamaah dengan Sovia. Untuk pertama kalinya kami melakukan hal ini selama pernikahan kami.

Setalah selesai shalat, Sovia pun menyiapkan makanan seadanya. Hanya ada nasi yang dimasak dengan magicjar dan dua potong telur mata sapi. Cukup membuat kami kenyang dan puas setelah bekerja keras membersihkan rumah pertama kami. Aku pun agak Lelah dan ingin istirahat untuk sementara. Ditambah gemercik air hujan menambah kenyamanan dalam tidurku.

"Mas... Mas... Mas... Mas..." suara Sovia membangunkanku.

"Ada apa, Sov?"

"Di depan rumah kita banjir. Kayaknya ada yang mampet deh di got depan rumah kita." Ketika ku lihat keluar, nampak air telah memenuhi halamanku. Kalau dibiarkan terus mungkin akan masuk ke dalam rumah." Aku pun langsung mengganti pakaian lalu keluar melihat keadaan. Dan benar, air telah naik. Selokan atau got telah mampet.

Hujan masih deras, kalau aku tidak segera bertindak, mungkin akan tamat rumahku karena kebanjiran. Ku detakati got itu. Ku tusuk-tusuk dengan sebatang bambu untuk menjebol kemampetan. Ku coba berkali-kali tapi tidak bisa. Tapi kalau ku tidak berjuang keras, rumahku bisa jadi korban.

Hujan deras itu ku kira berhenti menyerangku. Setelah ku menoleh ke belakang, ternyata ada Sovia yang membawa payung melindungiku dari terpaan hujan. Aku jadi tidak kehujanan lagi. "Terima kasih."

Dia hanya membalas dengan senyuman manis yang belum pernah ku lihat sebelumnya. "Mas, mending kita panggil tetangga ajah untuk membantu kita."

"Janganlah, Sovia. Kalau kita bisa melakukannya sendiri, kenapa harus minta bantuan orang lain." Jawabku ringkas.

Ku coba untuk menjebol kemampetan itu berkali-kali, namun tetap saja gagal. Hingga tiba-tiba ku merasakan tetesan hujan lagi. Ternyata Sovia ikut membantuku menjebol got mempet itu. "Sovia, jangan lakukan itu, nanti kamu sakit."

"Nggak apa-apa, Mas. Mending Sovia yang sakit dari pada kita tidak bisa istirahat gara-gara rumah kita kebanjiran. Nanti malah kita berdua yang sakit." Aku pun mempersilahkannya.

Kami mendorong bambu itu berdua. Tenaga kami keluarka semua. Dalam durasi 15 menit, akhirnya kami bisa menjebolnya. Aku merasa lega dan plong. Hujan sedikit demi sedikit mulai reda. Aku terduduk di halaman rumahku dengan pakaian basah dan kotor. Di sampingku juga ada Sovia dengan pakaian yang basah dan kotor sama sepertiku. Ku lirik dia, nampak sekali rasa Lelah. Ku jadi kasihan padanya.

"Sovia, kamu capek?"

"Sedikit, sih."

Entah kenapa ada rasa dalam hatiku. Ku merasakan sesuatu yang aneh tapi membuatku senang dan bahagia ketika melihat wanita berhijab di sampingku. Ku tak bisa melepaskan pandanganku kepadanya. Ternyata dia cantik juga, ya.

Cinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang