8. Melamar

17 0 0
                                    



Pakaian rapi sudah ku pakai. Parfum dengan aroma sabaya pemberian Budi sudah ku pakai. Semua kata-kata sudah ku siapkan. Kalau memang kata-kata tidak diterima, aku masih punya jurus jitu untuk menangkalnya. Ternyata khitbah lebih membuatku deg-degan dari pada ketika ujian skripsi. Rasanya berbeda ketika gagal skripsi dan gagal khitbah. Sama-sama ditolak, tapi feelnya berbeda.

Ku kendarai motor beatku. Mencari alamat rumah tidaklah semudah membalikkan tangan. Jalan Arga Nirwan nomor 5. Rumah dekat Nonamcafe & Foodcourt adalah alamat rumahnya. Ku cari di google map. Ketemu. Tidak terlalu jauh dari tempatku sekarang. Paling hanya membutuhkan beberapa menit saja untuk bisa sampai sana.

Ruma bercat biru dengan halaman luas berisi bunga-bunga yang indah menawan. Cukup asri di daerah perkotaan sperti ini. Kalau aku nanti diterima dan tinggal di sini, sepertinya bakalan betah dan kerasan. Bella adalah orang Sunda, tapi tidak bisa bahasa daerahnya seperti kebanyakan anak kota. Walau orang tua mereka asal kampung, tapi mereka tidak bisa bahasa ibu mereka.

"Assalamualaikum.." sapaku sambil mengetuk pintu.

Tak berselang lama pintu itu terbuka. Seorang pria parubaya keluar dari balik pintu. "Waalaikumsalam..."

"Nama saya Muhammad Al-Farisi. Dengan orang tuanya Bella?"

"Iya."

"Saya ingin ngobrol dengan bapak. Boleh?"

"Boleh. Silakan masuk." Aku pun memasuki rumah itu.

"Kalau boleh tahu, apa keperluanmu datang ke sini?"

"Begini, Pak. Saya sudah lama mengenal Bella di kampus. Menurut saya, Bella itu orangnya salihah dan cerdas. Saya sudah lama mengagumi dan jatuh hati kepadanya. Maka maksud dan kedatangan saya ke sini adalah ingin melamar anak bapak."

"Baru kemarin ada yang datang ke sini untuk melamar."

"Jadi Bella sudah dikhitbah?"

"Tenang saja. Yang dikhitbah itu adiknya, Gea. Aku bilang ke dia, kakaknya saja belum nikah, masa adiknya udah mau dahuluin. Maka saya sarankan untuk menundanya barang sebentar sampai ada yang datang melamar kakaknya. Dan ternyata hari ini sudah ada yang datang melamar. Maka lamaran pemuda kemarin bisa dipertimbangkan."

"Jadi saya diterima, Pak?"

"Belum tentu. Saya harus tahu latar belakangmu dahulu. Nanti biar Bella dan saya yang memutuskan. Sekarang, perkenalkan dirimu anak muda. Dua bulan yang lalu ada seorang dokter yang melamarnya. Tapi karena saya lihat akhlak dan adabnya tidak ada, saya dan Bella tolak pemuda itu. Dan sekarang berikan alasan kenapa kamu mau menikah dengan anak saya."

"Oke. Nama saya Muhammad Al-Farisi. Saya lahir 12 Januari 1995 di Rembang. Saya asli Jawa. Saya sekarang tinggal menunggu wisuda. Pekerjaan saya sehari-hari adalah menulis dan memberikan pelatihan. Saya setiap hari mengirim tulisan di beberapa surat kabar. Dan saya hidup dari situ. Terkadang saya juga mengajar bahasa Arab di mushala-mushala."

"Sebentar, kamu seorang penulis?"

"Iya."

"Kamu yang menulis buku 'Ketika Cinta itu Datang'?"

"Iya."

"Tahukah kalau Bella sangat ngefans sekali sama kamu."

"Benarkah?"

"Iya. Sampai dia pernah bilang semoga imamnya nanti seperti penulis buku itu. Dan sekarang doa itu terkabul. Penulis buku itu datang ke sini."

"Saya senang sekali mendengarnya. Jadi apakah berarti saya akan diterima, Pak?"

"Belum tentu. Kalau kamu mau berjanji, saya akan terima lamaranmu. Setuju?"

"Setuju."

"Maukah kamu berjanji untuk menerima Bella apa adanya?"

"Iya, saya berjanji."

"Maukah kamu berjanji untuk melindunginya sekuat tenaga?"

"Iya, saya berjanji."

"Maukah kamu berjanji untuk tidak menyakiti hatinya?"

"Iya, saya berjanji."

"Baiklah, kamu saya terima. Bawa keluargamu ke sini. Akad akan diadakan dua bulan lagi. Jangan sampai kamu berkomunikasi dengan dia sama sekali. Siap?"

"Siap, Pak."

Aku sangat senang dan gembira sekali. Seakan ubun-ubunku melayang ke angkasa. Kini orang yang ku kagumi bertahun-tahun hampir ada dalam genggamanku. Dua bulan menunggu seperti dua tahun lamanya. Setiap saat pikiranku akan selalu membayangkan wajahnya. Oh, tidak. Aku mau terbang.

Aku berjalan keluar meninggalkan rumah Bella. Ketika hendak mengendarai motor, datang sesorang dengan mengenakan motor beat sama seperti motorku. Dialah bidadari yang selalu ku tunggu. Bella. Dia hanya melihatku. Aku pun balik melihatnya. Aku tidak mau ngobrol dengannya sebagaimana janjiku sama Abahnya barusan. Biarlah ku tahan rasa ini selama dua bulan.

"Kak Faris?" ucapnya.

Aku hanya tersenyum saja. Ku tak ingin melanggar janji yang sudah ku ucap. Seorang pria sejati adalah pria yang bisa dipegang omongannya. Kalau ada pria yang plin-plan, itu berarti bukan pria sungguhan. Berarti dia tidak punya kepribadian yang kuat. Sabarlah Faris, hanya dua bulan saja. Kamu pasti bisa.

Aku pun mengegas motorku dengan kencang. Pulang ke rumah dengan hati berbunga-bunga. Entah kenapa seperti ku sedang jatuh cinta berat kepadanya. Oh, Bella, sebentar lagi kita kan selalu bersama dalam ikatan suci yang diridhai Ilahi.

Cinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang