Satu hal yang sangat ku sukai di kampus adalah oraganisasi. Di tempat itulah aku bisa meningkatkan kemampuan dan intelektual. Kalau hanya mengandalkan kuliah saja, tidak akan pernah berkembang. Apalagi ku sekarang berada di semester 3 jurusan Pendidikan Agama Islam. Maka pengetahuanku tentang agama Islam harus berkembang.
Ku sering mengikuti kajian dan daurah yang diadakan oleh kampus atau organisasi. Aku selalu menikmati dan mengambil manfaat darinya. Seandainya dulu ku belajar agama lebih awal. Sepertinya ku akan bisa dapat banyak hal. Tapi semua kejadian ada hikmahnya. Tidak perlu khawatir dengan apa yang sudah digariskan oleh Allah. Karena jalan yang terbaik akan terhampar di depan jika kita beriman kepada-Nya.
Hari ini ada meeting bersama teman-teman. Karena kebetulan beberap hari yang lalu kami membuka pendaftaran untuk perekrutan anggota baru. Ternyata banyak sekali yang ikut. Aku senang sekali bisa mendapat kader yang banyak. Dengan jumlah yang banyak, maka melaksanakan segala sesuatu akan jadi lebih mudah dan ringan.
Budi selaku wakilku memang selalu menjadi partnerku dan menemaniku di mana pun aku berada. Ketika ada kegiatan keluar, dialah yang ada di sisiku. Pokoknya tidak bisa terpisahkan. Ibaratnya, kalau aku gula, dia adalah semut. Kalau aku bunga, dia adalah lebah. Kalau aku garam, dia asin.
Mungkin banyak yang heran karena aku menjadi ketua padahal baru semester 3. Banyak sekali anggota-anggota lain yang sudah semester 5 dan 7. Namun soal oraganisasi bukan soal tingkat kuliah atau usia, tapi seberapa kompetennya seseorang. Ketika pemilihan ketua, ku memberikan diskripsi agenda yang akan ku lakukan jika terpilih dengan sangat detil dan rinci. Maka tak heran kalau orang-orang memilihku.
"Bud, berapa jumlah anggota baru kita?"
"Sekitar 40 orang."
"Wuih, banyak juga, ya. Padahal biasanya Cuma 20 an orang. Dan sekarang dapat dua kali lipatnya. "
"Alhamduillah. Itu berkat doa-doamu, Bud. Hehehe..."
Akhirnya kami pun berkumpul di sebuah ruangan yang sudah disediakan oleh kampus. Di situ sudah banyak sekali orang. Aku pun membuka acara pada hari ini. semua orang mendapatkan divisinya masing-masing. Kegiatan dan program kerja sudah dibuat oleh setiap divisi. Aku hanya ngobrol dan berbicara dengan para ketua divisi.
Dari kejauhan nampak seorang gadis berkerudung biru dengan mengenakan kacamata sedang berdiskusi dengan taman-tamannya sedivisi. Senyum manisnya begitu ranyah dan menarik. Entah mengapa dia mengingatkanku dengan masa lalu ketika masih di pesantren. Padahal dia juga nggak bakalan berada di sini.
Sidang antar divisi pun selesai. Sekarang setiap divisi mempresentasikan program kerja yang sudah dibuat. Aku mengamati semua yang taman-taman sampaikan. Bagus semuanya. Asalkan setiap bagian melaksanakan kegiatan dengan baik dan bertanggung jawab.
Hari ini sangat melelahkan sekali. Kendati demikian, hatiku sangat senang dan bahagia. Gadis berkerudung biru itu membuatku terngiang-ngiang dan terbang ke mana-mana. Tubuhku seakan bertambah semangat dan membara. Senyum manisnya seperti bahan bakar kehidupan yang tak bisa habis.
Astaghfirullah...
Kenapa aku terus memikirkan seseorang yang belum hala bagiku. Kenapa aku menikmati dan bersenang-senang dengan rasa ini. Bukankah ini zina hati? Kenapa aku melakukannya? Bukankah Nabi sudah memperingatkan umatnya agar berhati-hati dalam menghadapi wanita? Astaghfirullah... aku khilaf, ya Allah.
***
Aku berjalan ke perpustakaan dengan tujuan mencari informasi dan beberap data tentang pemikiran para ulama salaf. Tugas dari dosen sangat menumpuk dan perlu segera dikerjakan. Kalau tidak, akan datang pekerjaan yang baru dan lebih suit tuk dikerjakan. Aku bukan tipe orang yang suka menunda. Walaupun oraganisasi sangat menggangguku. Tapi bukan alasan untuk tidak mengerjakan. Hanya orang malas saja yang mencari-cari alasan.
Selangkah kakiku berada di pintu perpustakaan, tiba-tiba "Kak Faris..." suara lembut itu berbisik di telinga. Aku pun menoleh.
"Kamu... siapa?" aku agak grogi ketika yang menyapaku adalah si gadis berkerudung biru.
"Perkenalkan, namaku Bella." Oh, jadi namanya adalah Bella.
"Aku dari bagian sosial media. Aku ingin tanya, boleh?"
"Emm.. boleh." jantungku semakin berdetak kencang.
"Kak Faris yang menulis novel 'Ketika Cinta itu datang', bukan?" eh, bagaimana dia tahu kalau aku yang menulis buku itu?
"Emm.. iya."
"Wah, keren banget. Aku sangat tergugah sekali ketika si Khalid bertemu dengan Maryam."
"Heheh.. semoga bisa menginspirasi."
"Ada buku yang lain, kah?"
"Ada, tapi bukan novel. Buku yang lain membahas tentang liberalisme dan pluralisme di masyarakat. Ada juga yang membahas masalah fiqhiyah yang ada di sekitar kita."
"Wah, keren banget. Di mana aku bisa mendapatkannya, Kak?"
"Di Gramedia ada kayaknya. Tapi kalau mau baca, besok saya pinjami."
"Baguslah. Saya juga cari bahan untuk penulisan di sosial media."
"Oh, begitu."
"Aku masih baru dalam oraganisasi, Kak. Jadi mohon bimbingannya."
"Insya Allah, kalau ada masalah dengan tugas seputar organisasi, bisa tanya ke para senior."
Dia pun pergi meninggalkanku. Aku melanjutkan pekerjaanku. Kebetulan di sana ada orang yang sudah ku undang beberapa jam yang lalu. "Sudah lama, Kak?"
"Nggak, barusan ajah sampai." Jawab seorang gadis berhijab pink yang sedang menikmati buku di meja perpustakaan.
"Ada apa kau mengundangku ke sini?"
"Dua hari yang akan datang akan ada seminar bertema 'Wanita Muslimah' yang akan disampaikan oleh Ibu Dr. Ira Mardeyah. Karena yang mengisi meteri adalah perempuan, bisakah Kak Sovia menjadi pembawa acaranya?"
"Kenapa nggak orang lain saja?"
"Ya, tahulah orang yang paling kompeten di sini kan Cuma Kak Sovia. Heheh.."
"Kamu itu berlebihan, Ris."
"Ya, usahakanlah. Nggak ada lagi yang bisa menyamai orang tingkat Doktor seperti pemateri itu."
"Sebenarnya dua hari lagi aku ingin mencari materi untuk Sekripsiku. Aku target semester ini lulus dan melanjutkan Magister. Tapi melihat semangat kalian para anak muda, mungkin akan ku usahakan. Jam berapa?"
"Jam sembilan siang, Kak."
"Baiklah. Sekarang aku punya pertemuan dengan dosenku. Aku pergi dulu, ya?" dia pun beranjak dari kursinya.
Tiba-tiba Sovia berhenti, "Eh, aku lupa. Faris, terima kasih untuk payungnya kemarin. Aku kembalikan, nih."
"Sama-sama, Kak."
Aku kembali ke pekerjaanku di perpustakaan. Alhamdulillah di sini banyak sekali bukunya. Aku bisa mendapatkan referensi yang ku butuhkan. Kalau ingin mencari buku tertentu tinggal tanya petugas di perpustakaan yang memegang komputer. Ketika nama buku yang kita inginkan diklik di komputer, langsung bisa kita dapatkan.
Gara-gara kejadian barusan di pintu, aku jadi punya ide untuk menulis novel lagi. Sosok seperti dia memang sangat jarang ditemukan. Dia seakan membawaku ke masa pesantren tiga tahun yang lalu. Wajahnya mirip sekali. Tapi apa iya ada dua orang mirip di tempat yang berbeda. Pesantren itu ada di jawa tengah dan sekarang dia berada di jawa barat. Tidak mungkin.
Ah, fokusku terganggu gara-gara gadis itu. Aku jadi stuck dalam mengerjakan tugas. Memang benar, wanita adalah racun dunia. Dan sekarang aku telah keracunan. Walau hanya bertemu dua kali, tapi hati ini sudah tersangkut dan terpaut olehnya. Sorot mata di balik kacamata itu telah membius jantungku. Senyumnya yang indah menancapkan panah asmara di dadaku. Apakah ini yang disebut cinta? Wallahua'alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Hujan
RomanceHujan menghantarkan dua orang merasakan cinta yang hakiki dan sejati.