11. Konsultasi Kehidupan

19 0 0
                                    


Ku sudah janjian dengan Pak Malik di masjid An-Nur yang dekat dengan sekolah tempaku mengajar. Sengaja ku ke sana ingin menyakan sesuatu. Akhir-akhir ini masalah bertumpuk-tumpuk. Aku bingung untuk menyelesaikannya. Atau mungkin ku tak tahu caranya. Masalah rumit dan jlimet ini harus segera selesai.

Setelah shalat ashar, aku berangkat ke sana. Beliau sudah tiba lebih dulu. Aku pun menjabat tangan dosenku tersebut. "Bagaimana kabarnya, Pak?"

"Baik, Ris. Ada apa ini, tumben kamu ngajak ketemuan. Setelah pernikahanmu dengan Sovia, kita nggak pernah ketemu."

"Iya, mungkin kita sama-sama sibuk, Pak."

"Jadi ada masalah apa lagi ini anak muda? Apa ada hubungannya dengan Sovia?"

"Ya kurang lebih seperti itulah. Jadi, sebenarnya saya berada dalam situasi yang rumit. Dulu, sebagaimana yang sudah saya ceritakan, saya ingin mengkhitbah seseorang. Dan seseorang itu namanya Bella. Tapi ternyata saya malah salah khitbah. Malah kakaknya yang ku khitbah."

"Kok bisa?"

"Sebanarnya, Bella di rumahnya itu tidak dipanggil Bella, melainkan Gea. Karena namanya adalah Gea Salsabilah Putri. Sedangkan kakaknya, Sovia, itu tidak dipanggil Sovia, melainkan Bella. Karena namanya Bella Sovia Fauziyyah. Jadi ketika saya datang ke rumahnya untuk melamar Bella. Tapi ayahnya kira Bella itu, ya, Bella Sovia Fauziyyah. Maka ketika akad ku ngerasa aneh, karena yang ada di kamar penganting bukan Bella yang ku maksud, malah Sovia yang ada di dalamnya. Dan masalah lagi adalah ku sudah berjanji kepada Ayahnya dan Bella agar tidak menyakiti hatinya. Yang lebih aku takutkan adalah jika Bella juga menaruh harapan yang sama dariku."

"Persoalan yang komplek dan sukar untuk diselesaikan. Tapi tidak ada masalah di dunia ini yang tidak bisa diselesaikan. Karena sesungguhnya Allah tidak akan pernah membebani hamba-Nya kecuali dia bisa menyelesaikannya. Dalam surat al-Ashr juga dijelaskan bahwa manusia itu ketika diberi sebuah kesusahan, akan diberi Allah dua kemudahan. Maka jangan pernah menyerah dengan masalah seperti ini. Aku sendiri belum pernah mendapatkan kasus seperti ini. Dan sekarang malah terjadi pada muridku sendiri."

"Jujur, saya bingung dan merasa resah dengan situasi seperti ini. Saya tidak tahu harus ngapain. Bahkan saya sempat bepikir cerai."

"Kamu yakin mau menceraikannya?"

"Tidak tahu. Yang pasti, saya sudah tidak kuat dengan hubungan ini."

"Kalau menurutku sih jangan sampai perceraianlah. Kamu tahu kan kalau Allah paling benci dengan yang namanya perceraian 'Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah cerai'. Dari Jabir berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala tentaranya, maka yang akan menjadi pasukan yang paling dekat dengan dia adalah yang paling banyak fitnahnya. Lalu ada yang datang dan berkata, 'Saya telah berbuat ini dan itu'. Maka iblis berkata, 'Engkau tidak berbuat apa-apa'. Kemudian ada yang datang lagi dan berkata, 'Saya tidak meninggalkan seorang pun kecuali telah aku pisahkan antara dia dengan istrinya'. Maka iblis mendekatkan dia padanya dan mengatakan, 'Engkaulah sebaik-baik pasukanku'.

"Apalagi pernikahanmu baru berjalan beberapa bulan. Kalian itu masih pengantin baru. Seharusnya kalian malah bersenang-senang dan menjalin hubungan yang menyenangkan."

Beliau menlanjutkan, "Kalau boleh saran, mending kalian pindah rumah sajalah. Sebenarnya hubungan kalian itu terganggu karena ada orang ketiga, Bella. Hatimu masih saja mengharapkannya, walaupun itu tidak mungkin. Dan Sovia juga cemburu dengan situasi seperti itu. Mungkin itulah penyebab kenapa kalian selalu berantem. Bener, nggak?"

"Kurang lebih seperti itulah. Saya setuju dengan saran bapak. Mungkin saya perlu pindah untuk bisa menenangkan hati saya. Tapi nggak tahu harus pindah ke mana."

"Tenang ajah, di dekat rumahku ada kontrakan. Mungkin kamu bisa sewa rumah di situ untuk sementara sebelum kamu membeli rumah sendiri."

"Aku sih ingin beli rumah sendiri walaupun sederhana tapi bisa bebas melakukan apa saja tanpa ada aturan yang mengikat."

"Coba ku carikan nanti. Kayaknya sih ada tentangga yang menjual rumahnya. Rumah itu tidak pernah dipakai. Kondisinya sih sudah kotor, tapi masih layak untuk ditempati. Mungkin kamu tinggal di situ."

"Bolehlah."

"Ingat pepatah orang Jawa, Witing tresno jalaran soko kulino, cinta ada karena terbiasa. Mungkin awalnya kamu tidak cinta pada istrimu. Tapi selama berjalannya waktu, kamu terus bersama, melakukan sesuatu bersama, ke mana-mana bersama, mungkin cinta itu akan tumbuh."

"Mungkin benar seperti itu."

"Pertanyaan terakhir. Apakah kamu sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang laki-laki?"

"Tentu saja. Aku memberikan nafkah dan menghidupu Sovia."

"Bukan itu. Apakah kamu sudah memberikan nafkah batin?" aku pun terdiam. Jangankan memberikan nafkah batin. Menyentuhnya sekalipun ku tak pernah.

"Itu dia masalahnya. Jangan pernah menganggap sepela hal ini. Mungkin kamu memeberikan banyak uang dan perhiasan kepada istrimu, tapi selama tidak kau beri nafkah batin, hatinya akan menangis. Batinnya kan bersedih. Jangan pernah meremehkan hal kecil ini."

Aku jadi merasa bersalah. Mungkin ku seakan menyalahkan Sovia terus-terusan, padahal kesalahan itu datang dari diriku sendiri. Itu mungkin penyebabnya kenapa dia kadang marah dan menyindirku dan Bella. Hatinya belum puas. Batinnya tidak tenang. Dirinya masih haus kebahagiaan. Aku memang suami yang bodoh.

Tak seharusnya ku melakukan hal konyol seperti ini. Mungki ku belum mencintainya. Tapi kenapa ku harus menyakitinya kalau memang dia tidak pernah salah. Kenapa ku harus menyudutkan dan menyalahkan semua situasi ini kepadanya. Yang salah bukan dia. Adanya keadaan ini bukan karenanya. Orang yang datang melamar pada hari itu adalah Muhammad Al-farisi. Jadi, kalau ada masalah dengan hubungan ini berarti yang pantas disalahkan adalah aku. Aku memang berhak disalahkan. Kalaupun Sovia ingin melempar kursi ke arahku, sepertinya belum cukup untuk membalas semua kesalahan yang telah ku perbuat.

Aku tidak mau salah dalam membina keluarga. Cukuplah sekali dan selamanya. Mungkin ku belum mencintainya. Tapi kalau memang dia memang ditakdirkan untukku, aku akan menerimanya apa adanya. Ku akan mencoba untuk mencintainya karena Allah.


Cinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang