Meringkuk diatas tikar coklat disudut ruangan gelap, bagi sebagian orang mungkin terlihat sangat menakutkan, tak terkecuali bagi gadis cilik berusia 6 tahun yang biasa di panggil Tiara selama hampir tiga tahun ia menghabiskan hari-harinya di ruang gelap nan sempit ini. Tubuhnya kurus kering serta bekas cambukan dan pukulan pun sudah memenuhi seluruh tubuhnya bagai tato permanen yang tidak bisa dihapus. Memar diwajah dan sisa darah yang mengering sudah pasti tidak bisa dihindari. Saat orang lain melihatnya mungkin bukan Tiara yang akan menangis melainkan orang itu.
Walaupun sudah tiga tahun menempati ruangan ini, tetap saja Tiara tidak pernah terbiasa. Tidak seperti anak kecil lainnya, hari-hari Tiara dipenuhi rasa takut. Bahkan diusianya yang masih terbilang belia, masa-masa dimana seharunya ia habiskan dengan bermain tanpa beban pikiran, gadis kecil itu berulang kali memikirkan cara untuk mengakhiri hidupnya.
Matahari sudah mulai menyingsing dan suara ayam berkokok sudah terdengar, namun gadis kecil itu masih belum berniat untuk bangun dari tidurnya. Tidak, bukan belum berniat bangun melainkan ia tidak bisa bangun. Bagaimana tidak, sejak dua hari lalu ia tidak diberi makan maupun minum. Perih diperutnya mengalahkan rasa sakit bekas luka ditubuhnya, untuk bergerak sedikit saja gadis itu sudah tidak mampu.
Tiga tahun lalu gadis cilik itu tidak hidup dalam keluarga yang berlimpah dan di penuhi kasih sayang, tapi ia tetap menyukainya karena setidaknya ia masih bisa bergerak bebas untuk melihat dunia luar tidak dikurung seperti ini.
Klek....
Pintu ruangan itu terbuka, wanita berambut sebahu acak-acakan yang mengenakan mini dress diatas lutut berwarna merah memasuki ruangan itu. Tanpa belas kasihan wanita itu menyeret Tiara keluar ruangan dan membawanya keruang yang lebih luas, terlihat seperti ruang tamu karena memiliki sofa dan meja kecil di dalamnya. Sementara itu, Tiara yang sebenarnya sudah tersadar hanya bisa pasrah menerima perlakuan dari wanita yang berstatus sebagai ibunya itu.
Wanita itu kemudian mengambil plastik hitam yang ada di atas meja dekat sofa dan melemparkannya ke hadapan Tiara. "Makan." Ucap wanita itu dengan nada dinginnya.
Tapi Tiara tidak bergerak sama sekali, bukannya tidak menyadari makanan fi hadapnnya, bahkan merasa sangat senang karena akhirnya bisa makan, hanya saja lagi-lagi kondisi tubuhnya yang lemas tak bertenaga membuat ia tidak bisa melakukan apa-apa selain diam saja memandang nanar pada plastik hitam itu.
Bugh...
Tiara meringis tanpa suara saat tendangan dari ibunya berhasil mengenai perutnya. Tanpa rasa bersalah wanita itu kembali menendangi perut dan kaki anaknya.
"Dasar pembawa sial!! Bisanya cuma nyusahin. Disuru makan aja susah." Ucap wanita itu.
Wanita itu berjongkok lalu menarik rambut Tiara hingga tatapan mata mereka kini beradu. Ia membuka plastik itu dan mengambil gorengan yang ada didalamnya lalu menjejalkannya pada Tiara. "Makan!! Belum saatnya kamu mati, aku belum puas menyiksamu. Kamu harus merasakan bagaimana penderitaanku karenamu."
Gadis kecil itu hanya bisa menangis, sambil berusaha menelan gorengan yang tidak henti-henti dijejalkan kedalam mulutnya. Setelah puas menyiksa anaknya, wanita itu langsung pergi keluar rumah, dan menyapa tetangganya dengan senyum termanisnya seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya. Ia terus berjalan tanpa memperdulikan para tetangga yang sejak tadi menatap sinis kearahnya dan menggosipinya.
Wanita itu, Diska. Ia memang sudah biasa mendengar cemoohan dan gosip para tetangga tentang dirinya. Hal itu juga lah yang menbuat Diska yang dulu adalah wanita baik-baik menjadi wanita kejam terutama pada anaknya, Tiara. Tujuh tahun lalu, Diska diperkosa oleh atasan di tempatnya bekerja.
Flashback.....
Diskan menangis tersedu di balik pintu kamar mandi, ia menatap nanar pada benda putih dengan dua garis merah yang ada di tangannya. Ia tidak menyangka kalau dirinya kini benar-benar hamil, luka dan trauma yang ia terima setelah diperkosa atasannya yang mabuk saja masih membekas di ingatan Diska, dan kini ia malah hamil.
Tok..Tok..Tok..
"Dis, kamu ngapain di dalem? Ayo sarapan sebelum kamu telat ke kantor." Ucap wanita yang mengetuk pintu.
Diskan segera menyeka air matanya. "Iya mah." Sahutnya.
"Yaudah, mama sama papa tunggu diruang makan ya." Balas wanita itu.
Setelah beberapa menit Diska keluar dari kamar mandi, lalu merapikan penampilannya sebelum menghampiri orang tuanya yang sedang menyantap sarapan mereka. Seperti pagi biasanya mereka menghabiskan sarapan dalam diam, tanpa suara. Selesai sarapan Diskan langsung berangkat kekantornya yang berada di daerah Sudirman.
Kondisi keluarganya yang hanya pas-pasan membuat Diska tetap bertahan di tempatnya bekerja walau sudah menerima perlakuan mengerikan itu. Bahkan jabatab saja sebenarnya ia tidak memilikinya, ia hanya seorang office girl. Meski begitu pada awalnya Diska tetap mensyukuri pekerjaannya, sampai kejadian malang itu menimpanya Diska mulai merasa dirinya hanyalah wanita murahan kotor.
Dengan wajah lesu Diska memasuki lobi gedung pencakar langit itu. Delion's Group tempat dimana Diska bekerja. Perusahaan properti kenamaan di Indonesia bahkan Asia, hampir seluruh gedung perkantoran yang menjulang tinggi, apartement, dan mall-mall besar di daerah Jakarta ini merupakan milik Delion's Group. Pemegang saham utama sekaligus menjabat sebagai Presiden Direktur Delion's Group adalah Harvey Delion sang perintis Delion's Group.
Tidak menuju ruang gantinya, kali ini Diska memasuki lift dan menekan tombol 24 dimana ruang jajaran direksi berada. Begitu sampai di lantai 24 Diska langsung menuju salah satu ruangan dengan plakat 'Direktur Keuangan'. Tanpa permisi Diska membuka pintu ruangan itu. Namun sayang seribu sayang, ruangan itu kosong orang yang dicarinya tidak ada. Bahkan meja yang biasa dipenuhi beberapa berkas pun terlihat lengang.
"Loh Diska? Ngapain kamu disini?" Tanya seorang wanita seusia Diska yang mengenakan baju seragam petugas kebersihan.
"Pak Joan kemana?" Tanya Diska.
Wanita itu menatap bingung kearah Diska.
"Jawab saja! Pak Joan kemana?" Lanjut Diska, dengan raut wajah sangat frustasi.
"Menurut gosip yang aku dengar pak Joan pindah ke cabang yang di Singapura, makanya aku diminta buat bersihin ruangan ini karena akan ada direktur keuangan baru." Sahut wanita itu.
Diska mendadak pening, kakinya pun ikut lemas dan karena tidak mampu lagi menopang bobot tubuhnya, Diska ambruk dan terduduk dilantai.
Brug...
"Astaga Diska!!" Pekik wanita itu, ia segera menghampiri Diska dan memapahnya ke sofa.
"Kamu gak apa-apa?" Lanjut wanita itu.
Diska mengangguk, setelah berhasil menenangkan dirinya Diska berjalan gontai keluar ruangan itu.
Seharian ini Diska dipenuhi kekalutan, hingga ia beberapa kali tidak fokus kerja dan berakhir dimarahi oleh atasannya. Bahkan saat perjalanan pulang Diska hampir salah jalan karena tidak fokus.
"Neng Diska." Teriak wanita paruh yang sedang berlari menghampirinya.
"Kenapa bu?" Sahut Diska.
"Neng, rumah neng Diska kebakaran, ibu sama bapak neng Diska meninggal karena tidak sempat menyelamatkan diri." Ucap Wanita itu.
Diska langsung berlari menuju rumahnya, kobaran api yang mulai padam dan tembok yang hangus menjadi pemandangan Diska saat ini, beberapa orang yang berkumpul menatap iba padanya. Diska menangis meraung-raung memanggil ibu dan ayahnya.
Flashback off....
Diska tersenyum kecut, saat sekelebat kejadian naas tujuh tahun lalu melintas diingatannya. Ia tidak pernah mengira jika kemalangannya akan datang seksligus saat itu, hamil karena diperkosa, kehilangan orang tua dan tempat tinggal karena kebakaran.
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD DADDY (END)
General FictionJoan Delion pria berusia 37 tahun selain jabatannya sebagai Presiden Direktur dari Delion's Group, ada status yang lebih berarti menurutnya yaitu sebagai seorang 'papa' dari putri kecilnya Tiara. Memiliki putri kecil yang sangat cantik membuat hari...