Banyak typo...
Merasa terusik dengan sinar matahari yang menerobos masuk dari celah gorden Joan mengerjapkan matanya beberapa kali.
Setelah merasa kesadarnya kembali sepenuhnya ia merubah posisinya menjadi duduk.
Wajah yang sebelumnya terlihat begitu tampan dan berkarisma kini berubah menjadi lesu, seolah tidak ada pancaran semangat hidup sama sekali.
Dengan langkah gontai Joan berjalan menuju kearah kamar mandi. Langkahnya terhenti saat ia melihat sebuah bingkai berisi foto dirinya dengan seorang gadis cilik yang tidak lain adalah putrinya sendiri, Tiara.
Diambilnya bingkai foto itu dengan tangan kiri, sementara tangan kanan mengusap pelan tepat pada bagian wajah Tiara.
"Papa masih tidak percaya kamu benar-benar ninggalin Papa, Sayang." Ucapnya sambil tersenyum kecut. Matanya pun mulai berkaca-kaca.
"Papa harap ini semua cuma mimpi. Hikkss.."
Pagi ini Joan kembali meratapi kepergian putrinya untuk selama-lamanya. Cukup lama Joan berdiri dalam diam sambil terus memandangi senyum putrinya yang kini hanya bisa ia lihat di dalam foto.
Dikecupnya foto itu. "Semoga kamu bahagia disana. Tunggu Papa ya." Lirihnya.
Joan pun meletakan bingkai foto itu dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Sepuluh menit kemudian Joan keluar kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar. Berbalut handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya Joan menuju kearah lemari dan mengambil pakainnya.
Setelah rapi Joan keluar kamar dan langsung menuruni tangga menuju lantai dasar.
"Akhirnya bangun juga kamu." Seru wanita paruh baya, yang tidak lain adalah Yilia.
Joan hanya melirik kearah mamanya, ia tidak merespon ataupun tersenyum. Bahkan jika tidak ingat ia harus ke kantor pun mungkin hari ini ia tidak akan bangun.
Dengan langkah gontai Joan menuju kearah ruang makan dimana seluruh anggota keluarganya berada.
"PAPAAAA."
Deg.
Langkah Joan mendadak terhenti, ia menatap tidak percaya pada gadis cilik yang baru saja berteriak memanggilnya. Berkali-kali Joan mencoba mengusap matanya, berharap agar ia sadar jika ini hanya halusinasi saja. Namun berapa kalipun Joan mencoba, gadis cilik itu tetap berdiri dihadapannya. Menatap dengan bingung.
"Papa kenapa?" Tanya gadis cilik itu.
"Ti-Tiara? Gimana kamu bisa disini?" Tanya Joan dengan suara pelan namun mampu di dengar anggota keluarganya yang lain.
Ya, gadis cilik itu adalah Tiara. Jelas saja Joan tidak percaya bisa melihat putrinya berdiri di hadapannya. Jelas-jelas ia sadar jika seminggu yang lalu mereka baru saja mengantar Tiara keperistirahatan terakhirnya. Namun ada apa ini? Bahkan yang semakin membuat Joan kaget, kini Tiara mampu bicara.
"Tiara. Ini kamu beneran Tiara kan. Anak Papa?" Tanya Joan sambil menghampiri Tiara.
"Iya Papa, ini Tiara. Papa kenapa sih?" Tanya Tiara.
"Tau kamu kenapa sih Joan? Pagi-pagi udah aneh aja." Tanya Jivia yang tengah menyendokkan sarapan kepiring suaminya.
"Tapi kenapa Tiara bisa bicara? Dan bukannya Tiara sudah meninggal?" Tanya Joan, sambil terus memegangi wajah putrinya.
Plak!!
"Kamu kira cucu Mama ini bisu apa? Dan lagi, orang tua mana yang sumpahin anaknya sendiri meninggal." Ucap Yilia dengan nada kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD DADDY (END)
General FictionJoan Delion pria berusia 37 tahun selain jabatannya sebagai Presiden Direktur dari Delion's Group, ada status yang lebih berarti menurutnya yaitu sebagai seorang 'papa' dari putri kecilnya Tiara. Memiliki putri kecil yang sangat cantik membuat hari...