Chapter 13

3.7K 303 5
                                    

Semalam berlalu dan Joan sama sekali belum tidur. Apalagi semalam Tiara sempat mengalami kejang. Hal itu sontak membuat Joan semakin khawatir.

Jarum jam sudah menunjukan pukul 9 pagi. Namun Tiara masih belum sadarkan diri. Bahkan saat kejang semalam Tiara tidak membuka matanya hanya tubuhnya saja yang memberi respon. Penyebabnya adalah suhu tubuh Tiara yang kembali meningkat hingga berada di atas normal.

Sejak kejadian itu, Joan tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Ia takut terjadi sesuatu pada Tiara saat dirinya tidak ada.

Semalaman tidak tidur nyatanya berhasil membuat wajah tampan Joan berubah drastis, matanya terlihat sayu dan tidak fokus. Tubuhnya sudah memberi sinyal untuk tidur, namun ia bersih keras menahan kantuknya.

Sesekali ia mengecek kening Tiara, untuk memastikan suhu tubuhnya tidak meningkat lagi.

Melihat keadaan Tiara saat ini, jangan ditanya perasaan Joan. Rasa bersalah jelas merasuk kedalam dirinya, ia merasa semua penderitaan yang dialami Tiara dialah penyebabnya. Berkali-kali Joan berfikir 'jika saja ia tidak', namun nyatanya tidak akan ada yang berubah. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya berusaha tetap kuat dan menemani Tiara untuk melewati cobaan ini bersama.

Klek...

Joan menatap malas pada wanita yang baru saja memasuki ruang rawat Tiara. Ia bisa menduga jika mamanya pasti yang meminta wanita itu datang. Padahal lebih baik jika wanita itu tidak usah datang, karena kedatangannya hanya akan membuat semakin pusing saja.

"Astaga Joan. Muka kamu, kenapa kusut begitu?" Pekik wanita itu. Ia segera meletakan bawaanya di meja, dan langsung mendekat kearah Joan.

Joan tidak menghiraukan pertanyaan wanita di depannya, bahkan saat wanita itu mendekap pipinya pun Joan memilih masa bodo. Ia tidak ingin tenaganya habis karena menghadapi wanita di hadapannya.

"Sebaiknya kamu mandi dulu. Itu aku bawain titipan Tante Yilia, ada baju ganti dan sarapan buat kamu." Ucap wanita itu.

"Ayo kamu mandi dulu, biar aku yang jaga Tiara." Wanita itu menarik-narik Joan agar beranjak dari tempatnya.

Joan menghempaskan tangan nya. "Sudahlah Netta, aku bisa sendiri." Ucap Juan ketus. Ya, wanita tadi adalah Netta, wanita yang sangat gencar mendekati Joan.

Joan mengambil baju yang dibawa Netta, ia lalu langsung memasuki kamar mandi.

Netta mendengus kesal menerima perlakukan dingin dari Joan.

"Kapan sih kamu mau liat aku." Gumamnya.

Netta duduk di kursi tempat Joan duduk sebelumnya. Ia menatap kearah Tiara. "Oh dear. Malang sekali nasibmu."

Netta beranjak, lalu ia menata makanan yang di titipkan oleh Yilia. Nasi dengan beberapa lauk juga buah-buahan, tidak lupa ia juga mengeluarkan sebotol air mineral yang dibelinya tadi.

Joan keluar kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar. Netta menghampiri pria yang berhasil membuatnya tergila-gila itu.

"Kamu sarapan ya. Aku ada urusan dulu, nanti sore aku dateng lagi." Ucapnya.

"Lebih baik tidak usah datang." Ketus Joan.

"Ck. Suka-suka aku dong." Balas Netta, lalu ia keluar ruang rawat itu.

Joan menatap jengah pada Netta. Tidak mau memperdulikan wanita itu terlalu lama. Joan segera menyantap sarapannya. Meski tidak berselera, tapi ia harus tetap makan. Bagaimanapun ia membutuhkan energi untuk melewati hari-hari berat seperti ini.

Saat Joan sibuk dengan makanannya, Tiara membuka matanya. Gadis cilik itu menatap bingung pada ruangan yang tidak dikenalinya, kepalanya terus bergerak kekanan dan kekiri untuk menelusuri setiap sudut ruangan.

Tiara merasa tenggorokannya sangat kering, ia ingin meminta minum tapi apalah daya ia tidak mampu bicara. Ia ingin bangun, namun bagian bawah tubuhnya terasa sangat sakit, ia juga tidak bertenaga untuk berusaha duduk sendiri.

Jadilah Tiara hanya bisa diam saja, menatap sendu kearah langit-langit berwarna putih.

Selesai dengan sarapannya Joan merapikan kembali kotak bekal tadi. Lalu ia beranjak dan berniat duduk di samoing Tiara lagi.

"Tiara. Kamu sudah sadar sayang!" Pekik Joan, ia segera menghampiri Tiara.

"Apa ada yang sakit? Apa Tiara pusing? Atau Tiara butuh sesuatu." Tanya Joan bertubi-tubi.

Tiara menatap lesu kearah ayahnya. Ia tidak mampu membaca gerakan bibir Joan yang terlalu cepat.

"Sebentar papa panggilkan dokter dulu." Joan beralih kesisi ranjang satunya, lalu menekan tombol yang ada di bagian tembok.

Tak lama datanglah seorang dokter dan perawat. Joan sedikit menggeser tubuhnya saat sang dokter memeriksa Tiara.

"Kondisi pasien sudah mulai membaik. Dan seperti penjelasan saya sebelumnya, dua atau tiga hari kedepan pasien sudah bisa melakukan fisioterapi." Jelas dokter itu.

Joan mengangguk, dan setelah ia mengucapkan terima kasih dokter dan perawat itupun pergi.

"Tiara butuh sesuatu?" Tanya Joan, Tiara mengangguk pelan.

Dengan tangan kirinya yang masih terasa lemah Tiara menujuk kearah lehernya.

"Tiara mau minum?" Lagi-lagi Tiara mengangguk.

"Sebentar ya." Joan segera menuju meja, ia menuangkan air kedalam gelas kecil. Dan untunglah sedotan yang dibawa Netta tadi tidak ia buang, sehingga bisa digunakan Tiara.

Joan menaikan sedikit ranjang Tiara, sehingga posisinya kini bersandar. Joan mengarahkan sedotan kemulut Tiara. Karena merasa sangat haus Tiara segera menyesap air itu.

Uhukk..Uhukk..

Joan menarik sedotan itu menjauh. "Pelan-pelan ya." Ucapnya lalu ia kembali mengarahkan sedotan itu pada Tiara. Kali ini Tiara lebih santai menyedot minumannya.

Begitu Tiara selesai minum, Joan tidak pernah melepaskan pandangannya dari Tiara, hingga membuat gadis itu menatap bingung pada ayahnya.

Joan berpindah duduk di sisi ranjang Tiara. "Maafin papa ya."

"Maaf, karena kamu punya papa yang tidak berguna ini."

Mata Joan mulai berkaca-kaca, bibirnya pun bergetar.

"Maaf karena papa tidak bisa menjaga kamu dengan baik."

Joan memeluk Tiara. Ia tidak ingin terlihat lemah didepan Tiara, namun air matanya tidak bisa di ajak kompromi.

Joan terisak sambil memeluk putrinya. Tangan kecil Tiara menepuk pelan punggung Joan, berharap bisa memberikan ketenangan pada ayahnya.

Setelah cukup lama berpelukan, Joan menguraikan pelukan mereka. Ia segera menyeka air matanya sendiri.

"Mulai sekarang, kalau Tiara perlu sesuatu Tiara harus bilang papa ya? Atau kalau papa tidak ada, Tiara harus minta bantuan orang lain." Pinta Joan.

"Jangan melakukan hal yang bisa membahayakan. Papa tidak mau terjadi sesuatu lagi sama Tiara. Tiara ngertikan sayang?" Tiara hanya mengangguk pelan.

















Tbc.

GOOD DADDY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang