Chapter 10

4.8K 337 1
                                    

Banyak typo....

Joan pov

Tidak terasa, mungkin sudah satu minggu berlalu sejak Tiara mulai les bahasa isyaratnya dengan Terre. Ternyata belajar bahasa isyarat tidak semudah yang aku kira, dan untunglah Terre bisa bersabar menghadapi Tiara yang kadang terlihat kesal karena tidak memahami pelajarannya.

Selain Tiara, aku dan anggota keluarga lain juga terkadang ikut les bahasa isyarat ini, karena akan percuma jika hanya Tiara saja yang memahaminya.

Sementara untuk Netta, sejak kejadian dua minggu lalu saat ia bertengkar dengan Terre, aku tidak pernah melihat wanita itu lagi. Aku juga tidak pernah bertanya pada Terre mengenai masalah mereka karena memang bukan urusanku. Sebenarnya aku malah senang karena tidak di ganggu lagi oleh wanita itu.

Mengingat hari ini Tiara memiliki jadwal les dengan Terre lagi, aku segera menyelesaikan beberapa dokumen yang harus aku tanda tangani. Entah kenapa hari ini aku merasa lebih bersemangat.

Tok..Tok..Tok...

Klek...

"Permisi pak, ada yang ingin menemui bapak." Ucap Silva.

Aku menoleh kearah sekertarisku. "Memang masih ada jadwal lagi?" Tanyaku.

"Tidak pak, tapi wanita itu dengan anak bapak." Sahut Silva.

"Suruh masuk." Balasku, aku segera merapikan dokumen-dokumen yang telah selesai aku tanda tangani.

Aku kembali menoleh kearah pintu saat melihat dua orang memasuki ruanganku. Aku beranjak dari kursi dan menghampiri keduanya.

"Kenapa Tiara kesini?" Tanyaku pada Tiara. Mereka adalah Tiara dan Terre, aku memang bingung kenapa sore-sore begini mereka datang ke kantorku, terlebih tidak mengabari sama sekali.

"Maaf pak, tadi kami di ajak Tante Yilia keluar makan, tapi tiba-tiba Tante Yilia ada urusan jadi kami pulang terpisah." Jelas Terre.

"Lalu kenapa kamu tidak pulang kerumahku?" Sahutku bingung.

"Tadinya saya mau langsung kerumah bapak, cuma tas saya ketinggalan di mobil Tante Yilia jadi tidak bisa bayar ongkos taksinya. Karena itu saya terpaksa minta Tiara antar kantor bapak."
Balasnya sambil terkekeh.

"Boleh saya pinjam uang pak, taksinya masih dibawah." Lanjutnya.

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Terre yang seperti remaja ini, atau mungkin memang bisa dibilang dia masih termasuk remaja jika dibandingkan dengan umurku.

"Yasudah ayo kita sekalian kebawah." Ucapku.

Aku menuntun Tiara berjalan kearah lift. Begitu sampai di lantai satu, aku mengikuti Terre yang berjalan lebih duli kearah supir taksi yang memang masih menunggu di lobby.

"Berapa pak?" Tanyaku.

"235rb pak." Sahut bapak itu.

Aku merogoh saku dan mengeluarkan dompetku, ku ambil tiga lembar uang seratus ribu rupiah dan menyerahkannya pada bapak itu.

"Sisanya biaya nunggu pak." Ucapku.

"Serius pak?" Tanya bapak itu kaget.

"Iya pak, tidak perlu kembali." Balasku.

"Terima kasih banyak pak. Kalau begitu saya permisi ya pak, mbak." Salamnya sebelum meninggalkan kami.

"Pak, kalau bapak taksinya pulang dulu nanti saya sama Tiara pulangnya gimana?" Tanya Terre.

GOOD DADDY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang