Joan melemparkan barang-barang yang ada di dekatnya dengan kasar.
Dokter dan perawat yang ada di ruang rawat itu terkesiap.
Begitu juga dengan Yilia. Ia pun sama terkejutnya begitu melihat kemarahan putranya.
Sebenarnya ia juga merasa marah dan menyesal setelah mendengar penjelasan dokter barusan yang mengatakan jika di dalam darah Tiara mengandung obat bius bernama Ketamine.
Apalagi menurut penjelasan dokter itu jumlahnya dalam dosis yang lumayan banyak. Itu lah yang menyebabkan sampai saat ini Tiara masih belum sadarkan diri.
"Gimana ini bisa terjadi?! Apa kalian tidak memperhatikan obat apa saja yang kalian berikan pada anak saya?!" Tanya Joan dengan wajah memerah menahan emosi.
"Maaf Pak. Tapi kami benar-benar tidak meresepkan obat itu pada pasien. Biasanya obat itu akan di berikan jika akan melakukan operasi saja, dan itupun akan di berikan oleh dokter anastesi." Sahut dokter itu.
Ia pun sama bingungnya, karena tidak mengerti bagaimana bisa pasiennya menerima obat-obatan yang tidak di resepkan olehnya.
Terlebih obat bius ini bisa sangat berpengaruh buruk dalam proses penyembuhan Meningitis pasiennya.
"Lalu apa yang akan anda lakukan sekarang?! Anak saya tidak sadarkan diri. Dan ada bilang obat itu bisa menghambat proses penyembuhan anak saya?" Tanya Joan.
"Untuk saat ini kami mencoba memberikan resep seperti biasa pada Tiara. Dan setelah Tiara sadar kami akan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek samping dari obat bius itu." Sahut Dokter itu.
"Lakukan yang terbaik!!"
"Baik Pak. Kalau begitu kami permisi dulu Pak, Bu." Dokter dan perawat itu pun meninggalkan ruang rawat Tiara.
Joan mendudukan dirinya di kursi samping Tiara. Ia menggenggam jemari kecil putrinya.
Lagi-lagi Joan menangis tersedu-sedu. "Maafin Papa sayang. Harusnya papa gak lebih milih kerjaan." Lirihnya.
Yilia yang kini sudah ikut menangis pun menghampiri putranya dan menepuk punggung Joan.
"Kalau ada yang mau disalahkan udah pasti orang itu Mama. Mama ada diruangan ini tapi Mama malah tertidur dan gak jaga Tiara dengan benar." Ucap Yilia.
"Sebenernya apa salah Tiara sih Mah? Kenapa Tuhan gak berenti-berenti siksa anak aku Mah." Sahut Joan. Kini ia sudah memeluk pinggang Mamanya dan membenamkan wajahnya di perut Mamanya.
Yilia diam. Ia juga tidak tahu harus menjawab bagaimana. Terkadang pun ia juga sering mengeluh pada Tuhan karena tidak ada habis-habisnya cobaan yang di terima oleh cucunya.
Namun sebanyak apapun ia mengeluh tidak ada yang berubah. Kini yang harus mereka lakukan hanya menerima dan menjalani cobaan ini. Ia yakin setelah ini hanya akan ada kebahagiaan untuk cucunya.
***
Joan mendorong kursi roda yang di gunakan Tiara.
Kini keduanya sedang berada di Pantai Ancol.
Senyum Tiara sejak tadi tidak pernah hilang dari wajahnya yang terlihat sedikit pucat.
Joan pun ikut tersenyum melihat senyum bahagia putrinya.
Meski ia hanya bisa mengajak Tiara ke pantai ini. Karena ini satu-satunya Pantai yang paling dekat.
Namun ia bersyukur bisa memenuhi keinginan putrinya.
Ia tidak ingin membuat putrinya maupun dirinya menyesal karena tidak bisa mewujudkan keinginan sederhana ini.
~flashback~
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD DADDY (END)
General FictionJoan Delion pria berusia 37 tahun selain jabatannya sebagai Presiden Direktur dari Delion's Group, ada status yang lebih berarti menurutnya yaitu sebagai seorang 'papa' dari putri kecilnya Tiara. Memiliki putri kecil yang sangat cantik membuat hari...