CHAPTER 02

7K 547 6
                                        

Pria bersetelan jas sedang memandang keluar jendela dari ruang kantornya, kedua tangannya dimasukan kesaku celana. Sehingga jika ada yang melihatnya dari belakang sudah pasti orang itu akan terkagum-kagum karena kegagahannya.

"Bagaimana? Apa sudah ada perkembangan?" Ucap pria itu, lalu ia berbalik badan dan duduk di sofa sebrang lawan bicaranya.

"Maaf tuan. Sulit sekali menemukan wanita itu." Sahut pria lain, yang menjadi lawan bicaranya.

"Ini sudah 7 tahun Tomi!! Dan kamu masih belum berhasil menemukan wanita itu." Bentak pria itu, wajahnya memerah menahan amarah.

"Maaf kan saya Tuan Joan. Tapi sepertinya wanita itu mengubah namanya atau yang terburuk ia sudah meninggal karena sulit sekali melacak keberadaanya." Balas Tomi, ia menunduk karena tidak berani menatap tuannya yang sedang emosi itu.

Pria itu, Joan Delion diusianya yang ke 37 tahun, ia sudah menjabat sebagai Presiden Direktur dari Delion's Group menggantikan ayahnya Harvey Delion yang terpaksa pensiun karena kesehatannya yang memburuk. Selama 7 tahun terakhir ini, selain disibukan dengan urusan pekerjaan Joan juga sibuk mencari wanita yang tidak sengaja ia perkosa saat mabuk 7 tahun lalu. Saat itu Joan baru sadar telah memperkosa salah satu karyawannya saat ia secara tidak sengaja melihat rekaman CCTV diruangan yang pernah ia tempati saat itu. Namun naasnya, saat Joan mencari wanita itu ternyata dia sudah tidak bekerja di Delion's Group dan sampai hari ini Joan masih belum mampu menemukan wanita itu. Padahal Joan bukan lah pria bajingan yang ingin lari dari tanggung jawab, bahkan ia siap menikahi wanita itu tapi entah dimana keberadaanya saat ini. Apakah masih hidup atau memang sudah meninggal, jika masih hidup bagaimana kondisinya saat ini, apakah karena perbuatannya wanita itu sampai hamil, kalau benar bagaimana rupa anaknya saat ini. Dalam sehari ribuan kali Joan memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu.

Bruk...

Joan mengeram karena pintu ruangannya tiba-tiba saja dibuka, siapa lagi kalau bukan sahabatnya.

"Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu?!" Desis Joan.

"Simpan marahmu untuk nanti. Liat ini." Pria berambut pirang itu menghampiri Joan dan memperlihatkan layar ponselnya.

"Apa dia wanita yang kau cari selama ini?" Lanjut pria itu.

"Dimana dia sekarang?" Tanya Joan.

"Nanti malam.ikut denganku ke club X, kurasa dia bekerja disana. Semalam aku tak sengaja melihatnya didepan tempat itu." Sahut pria itu.

"Baiklah, dan kalau sampai kau bohong kali ini aku benar-benar akan membunuhmu Stev." Sahut Joan.

Stev, salah satu sahabat Joan sejak SMA. Tapi selama pertemananya baru kali ini Stev melihat Joan benar-benar marah. Ia mengakui kalau beberapa kali sempat memberikan informasi yang salah mengenai wanita yang dicari Joan, niatnya hanya membantu sahabat tapi selalu berakhir di semprot.

"Sebenarnya aku tidak begitu yakin, tapi kita coba saja dari pada kau hanya berdiam diri dan memarahi Tomi karena tidak berhasil menemukan wanita itu." Balas Stev.

....

Pukul 8 malam, Joan dan Stev sudah sampai di depan Club X. Tanpa ragu mereka memasuki dunia malam itu, begitu masuk keduanya langsung disuguhi dentuman musik dan beberapa orang yang sedang asik berdansa meliuk-liuk, ada juga yang sedang meneguk minuman keras, atau bercumbu dengan para wanita sewaan ditempat ini.

"Permisi, apa wanita ini bekerja disini?" Tanya Stev pada seorang pelayan yang sedang membawa minuman.

"Oh. Bukankan itu Jessica?" Sahut pelayan itu.

"Apa wanita ini ada?" Tanya Stev lagi.

"Setahu saya hari ini dia tidak datang. Mungkin dirumahnya." Balas pelayan itu.

"Bisa berikan alamat rumahnya?" Pinta Stev.

Pelayan itu menatap ragu pada Stev dan Joan.

"Beritahu kami alamatnya." Ucap Joan, ia menyerahkan lima lembar uang seratus ribu pada pelayan itu.

"Sebentar." Sahut pelayan itu lalu meninggalkan mereka.

Tidak lama pelayan itu pun kembali dan menyerahkan secarik kertas pada Joan. "Setahu saya ini alamatnya."

Joan mengambil kertas itu lalu langsung pergi tanpa pamit atau berterima kasih.

"Terima kasih." Ucap Stev, kemudian berlari menyusul Joan.

Sepuluh menit perjalanan dengan mobil dan lima menit jalan kaki, setelah bertanya pada warga sekitar akhirnya Joan dan Stev sampai di alamat yang tertera pada kertas itu. Keduanya menatap ragu melihat kondisi rumah kontrakan kecil yang tidak terlalu terurus dengan lampu kuning kecik di depannya.

"Apa ini benar-benar rumahnya?" Tanya Stev.

Tok..Tok..Tok..

Joan mengetuk pintu di depannya beberapa kali, namun tidak kunjung ada jawaban. Joan kembali mengetuk pintu itu lagi.

Kriittt....

Keduanya saling memandang, karena ternyata pintu itu tidak terkunci.

"Permisi." Ucap Stev, kini keduanya memasuki rumah itu.

"Sepertinya tidak ada orang." Lanjut Stev, ia berbalik dan bersiap keluar.

"Tunggu!! Apa itu?" Tanya Joan, sambil menunjuk kearah lantai di depannya.

"Bukankah itu anak kecil?" Lanjutnya.

Mereka menghampiri anak kecil yang tidak lain dan tidak bukan adalah Tiara, Joan membalik tubuh mungil di depannya.

"Astaga!!" Pekik Stev, saat melihat wajah Tiara penuh luka dan darah belum lagi kondisnya saat ini tak sadarkan diri.

Joan mengangkat dan memapah Tiara itu.

"Siapa kalian??!!" Teriak seorang wanita yang baru saja memasuki rumah itu.

Joan dan Stev refleks berbalik.

"Diska?" Lirih Joan.

Wanita itu tersentak dan mematung saat melihat pria yang paling ia benci berdiri didepannya.

"A-Apa yang kau lakukan!! Turunkan dia!!" Bentak Diska.

"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan pada anak ini?" Balas Joan.

"Cih! Aku ibunya, aku berhak melakukan apa saja pada dia. Sekarang turunkan dia!" Sahut Diska.

"Tidak akan. Apa kau tidak lihat dia tidak sadarkan diri dan penuh luka." Ucap Joan.

Diska tertawa sinis membuat Joan dan Stev bergidik ngeri. "Hahahaa...Dia pantas mendapatkannya." Sahut Diska.

"Karena dia hidupku menderita!! " Lanjutnya.

"Tapi kau bilang dia anakmu." Balas Joan.

"Ck. Dia hanya anak haram hasil pemerkosaan, dia membuat hidupku susah!!" Ucap Diska, kini air matanya mulai menetes.

"Ja-Jangan bilang dia anakku?" Tanya Joan.

"Hahahaha... Iya dia anakku baj*ngan. Lalu kau mau apa?" Sahut Diska.

Joan terkejut, namun keterkejutannya tidak berlangsung lama begitu ia melihat Tiara yang sudah ia gendong. Kilat amarah terlihat jelas dimatanya, Joan segera berlari keluar rumah itu. Stev yang kebingungan segera mengejar Joan. Sementara itu Diska ambruk kelantai dan menangis meraung-raung, ia kira jika ia melampiaskan segala kemarahan pada anaknya rasa sakit dihatinya akan berangsur-angsur hilang, tapi apa ini? Kenapa saat ia melihat pria itu kebencian masih memenuhi dirinya dan sakit hati masih amat terasa.


















Tbc.

GOOD DADDY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang