Jimin menggenggam jemari-jemari kecil Seokjin, berharap kedua bola mata hazel itu membuka matanya, tersenyum padanya dan mengatakan "Aku baik-baik saja Hyung".
"Hyung merindukanmu Seokjin. Kau tega membiarkan Hyung tercekik karena rindu?" monolog Jimin.
"Kau ingat? Dulu, kau sangat takut sekali pada serangga" Tangannya terlurur untuk merapihkan rambut Seokjin. "Aku pernah mengerjaimu sekali, melempar capung yang sudah mati kearahmu" Jimin terkekeh. "Dan kau menangis hingga ingusmu keluar, aku tertawa keras saat itu, namun tawaku berhenti menjadi tangisan ketika Eomma menjewer telingaku" Jimin mengusap air matanya yang turun.
Ia memandangi wajah tenang Seokjin, sebelum ingatannya kembali pada masa-masa bahagia itu.
"Eomma, jangan menarik telinga Chim Hyung seperti itu, aku tidak apa-apa, hanya terkejut" Seokjin kecil tersenyum, meskipun masih terisak sambil mengelap ingus menggunakan tangannya.
"Kau bahkan masih bisa berbicara kau baik-baik saja, padahal kau sangat takut dan terkejut kala itu. Kau juga bahkan melindungiku dari jeweran Eomma yang menyakitkan" pikirannya kembali menerawang.
Seokjin berlari-lari kecil menghampiri Jimin yang terisak karena jeweran Eomma.
"Chim Hyung, mianhe" ucap Seokjin menatap Jimin sedih.
Jimin kembali menatap manik mata hazel itu, ia menggeleng.
"Kau––
"Mianhe, seharusnya aku tidak menangis. Aku hanya takut Hyung, maafkan aku"
Tangan kecil Seokjin mengusap-ngusap telinga Jimin yang memerah, ia meniupi bekas kemerahan itu berharap rona merahnya hilang dari telinga Jimin, dan Jimin tidak kesakitan lagi.
Jimin terisak, bahkan saat itu Seokjin lebih kecil darinya tapi kenapa? Pikiran anak itu begitu dewasa, hatinya bak malaikat, perasaannya sehalus kapas.
"Aku..baik-baik saja"
Jari-jari kecil itu membalas genggaman tangan Jimin, matanya perlahan-lahan terbuka, beberapa kali mengerjap saat menyesuaikan cahaya yang masuk kearah retinanya.
Seokjin sadar, Seokjinnya sadar!
Jimin tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, ia dengan kesetanan memencet tombol disebelah kasur Seokjin untuk memanggil dokter.
Tak lama kemudian, Chanyeol memasuki ruangan. Jimin segera menyingkir untuk memberi ruang pada dokter muda itu memeriksa keadaan Seokjin.
"Keadaannya sudah stabil, namun harus segera melakukan kemoterapi untuk penyembuhan sel kankernya. Jika Seokjin setuju, kita bisa melakukannya hari ini" ujar Chanyeol dengan senyumnya, lalu pamit untuk pergi meninggalkan ruangan.
Setelahnya, Jimin langsung saja mendudukan tubuhnya di kursi kecil sebelah brankar Seokjin. Seokjin tersenyum kecil.
"Kau mau melakukan kemo, kan?" tanya Jimin hati-hati.
Air muka Seokjin berubah, senyum yang ia perlihatkan sirna tergantikan dengan tatapan sayunya yang kembali timbul. Seokjin sendiri ragu, apakah ia harus melakukan kemo itu? Tapi bagaimana dengan Namjoon yang menginginkan dirinya untuk segera mati?
"Untuk apa melakukannya Hyung? Aku tidak mau" tolaknya.
"Kau––Karena Appa?" tebak Jimin.
Seokjin mengangguk ragu, memandang Jimin dengan tatapan penuh luka, seakan menjelaskan atas beban yang harus ia pikul selama ia hidup, berat rasanya sungguh berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Okay - Kim Seokjin (END)✅
Fanfiction[END] Follow sebelum membaca Seokjin mencoba berteman dengan takdir yang selalu mempermainkannya. Walaupun harus merasakan sakit berkali-kali, ia selalu meyakini, bahwa suatu saat nanti ia akan mendapatkan kebahagiaan yang dulu ia cari. "Aku baik-ba...