[19] Kecewa

484 52 3
                                    

"Pril, kok lo duduk di situ?"

Aku mendongak, menatap Nadiya yang bingung karena aku sengaja bertukar tempat dengan salah satu teman sekelas yang bangkunya berjarak 2 meja dari mejaku dan Nadiya.

Nadiya menatapku penasaran tapi aku acuhkan dan memilih kembali memainkan ponselku.

"Pril? Gua ada salah sama lo, ya?"

Aku mendengus. Memasang earphone tanda tak mau menanggapi ucapan Nadiya. Kulirik Nadiya yang akhirnya duduk dibangkunya karena bel masuk sudah berbunyi. Sebenarnya bukan hanya Nadiya tapi teman-teman sekelas kamipun termasuk yang menjadi teman sebangkuku sekarang juga heran dan bertanya.  Mengapa aku pindah tempat duduk dan apakah aku bertengkar dengan Nadiya? Jawabannya tentu saja karena aku marah tapi aku berusaha menahan emosi dengan tidak memaki Nadiya di depan umum.

Masalah kemarin mungkin tidak begitu penting bagi Nadiya dan mungkin Rama. Tapi bagiku itu masalah besar karena Rama akhirnya tau perasaanku dan sekarang menjauhiku. Ini satu hal yang sebenarnya aku takutkan dari dulu kalau sampai Rama tau dan hal ini terbongkar karena Nadiya, orang yang sudah kuanggap sahabatku sendiri.

Aku terkekeh miris. Bodoh. Kenapa juga aku sampai suka sama Rama? Padahal kan dia orang yang kukenal sejak kecil. Orang yang selama ini berusaha melindungiku. Pasti Rama menganggapku seperti adik dan dengan tidak tau dirinya aku malah menyukainya. April memang tolol.

Sikutku disenggol membuatku menoleh. Mendapati wajah Dila, (teman sebangkuku sekarang) yang menatapku heran. "Lo kenapa?"

Aku menggeleng. Menyuruhnya kembali fokus karena guru di depan sedang menjelaskan materi. Setidaknya aku berhasil melupakan sejenak masalah ini karena menyibukkan diri dengan fokus belajar dan mendengarkan penjelasan guru.

•••

Bel istirahat telah berbunyi. Perutku yang keroncongan karena tadi pagi tidak sempat sarapan membuatku bergegas menuju kantin. Mengabaikan Nadiya yang memanggil dan mengajakku ke kantin bersama. Aku melangkah lebih cepat dan langsung memesan nasi ayam geprek dan es teh. Aku mendapat meja kosong di pojok. Ya setidaknya mereka pasti tidak terlalu menertawakan aku yang makan sendiri karena letakku tidak begitu menarik perhatian.

Nasi ayam geprekku datang. Aku memakannya dengan lahap meskipun sempat teringat larangan Rama soal aku yang makan pedas padahal belum sarapan. Kalau Rama lagi gak marah dan tau, pasti dia sudah mengambil alih ayam geprek level paling pedas yang kupesan ini.

Beberapa cowok kelas lain bersiul, menggodaku yang makan sendiri tanpa teman. 2 diantaranya, Fauzi dan Dhani, anak futsal yang kini sedang makan semeja dengan Elang. Kenapa aku harus melihat muka Elang yang membuatku jadi tak selera lagi menghabiskan makananku?

Kudorong makananku dan langsung menyeruput es teh ketika seseorang duduk disebrangku. Membelakangi Elang dan teman-temannya.

Nadiya duduk dengan melemparkan senyum sumringahnya. "Lo kenapa deh, Pril?"

Aku mendengus. Ingin menjelaskan tapi buat apa? Semua juga udah kejadian. Menghindari masalah, aku berdiri dan berniat pergi ketika Nadiya bersuara.

"Gua salah apa sih, Pril? Kalo gua ada salah ya lo bilang biar gua ngerti dan minta maaf ke lo. Jangan malah lo menghindar gini dari gua."

Shit. Aku berusaha mengabaikan Nadiya sejak tadi agar masalah ini cukup kami yang tau tapi sekarang aku menghela nafas gusar ketika sadar Elang dan beberapa anak lain menatapku dan Nadiya. Aku benci jadi perhatian.

Sabar. Aku harus mengontrol emosiku. Aku kembali melangkah ketika Nadiya kembali bersuara, kali ini berteriak hingga membuat semua orang di kantin menatap kami penasaran.

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang