Epilog

728 58 10
                                    

Aku menangis semakin kencang membuat beberapa orang memperhatikanku.

Rama menggaruk kepalanya. Berbicara pelan dengan Elang tapi aku masih mendengarnya.

"Cewek lo, Lang. Bikin malu aja."

Aku menatapnya tajam. Melangkah maju dan langsung memeluk Nadiya yang baru saja berpelukan dengan Bang Martin.

Nadiya balas memelukku erat. Mengusap punggungku berusaha menenangkan padahal aku tau ia sendiri sedang menangis.

"Lo kuliah bener-bener di sana, Nad. Biar cepet lulus terus balik lagi ke sini." Bisa kurasakan Nadiya mengangguk di pelukanku.

Kini aku, Elang, bang Martin dan Rama sedang di bandara mengantar Nadiya. Waktu keberangkatan Nadiya menuju Inggris sebentar lagi tapi rasanya aku belum rela melepaskannya.

"Nad, lo gak boleh sering keluyuran di sana. Lo gak boleh keikut pergaulan yang aneh-aneh. Pokoknya lo gak boleh berubah."

Nadiya mengangguk lagi. Melerai pelukan kami lalu menghapus air mataku. "Iya, April. Gua pastiin gua tetep jadi Nadiya yang lo kenal."

"Janji?" Aku mengacungkan jari kelingking yang membuat Nadiya tergelak. Ia ikut menaikkan jari kelingking lalu mengaitkan ke jariku.

Menatapnya dengan cemberut tapi akhirnya aku harus melepas pelukan kami. Nadiya berpamitan dengan Rama yang langsung memeluknya.

"Jaga diri lo, Nad. Jangan nyari cowok lagi di sana karena lo udah punya abang gua."

Nadiya tersenyum. Mengiyakan ucapan Rama lalu pandangannya tertuju pada Elang yang berada di sampingku. Aku menepuk bahu Elang, menyuruhnya ikut memberi sedikit perpisahan ke Nadiya. Nadiya mau memeluk Elang tapi cowokku itu menolak dan berakhir menepuk-nepuk kepalanya.

Aku hampir menegur Elang kalau saja tak melihatnya yang akhirnya melemparkan sebuah senyum tulus ke Nadiya. "Buktiin lo bisa jadi lulusan terbaik di oxford. Sukses ya, Nad."

Bisa kulihat Nadiya tak kalah terkejutnya seperti aku. Ucapan Elang berhasil membuat pertahanannya hancur. Air matanya mengalir deras disertai bibir yang memberi senyum. "Makasih ya semuanya," tangannya bergerak mengusap air mata. "Makasih udah jadi orang-orang yang sayang dan peduli sama gua. Maafin gua kalo punya salah sama kalian. Gua bakal ingat semua pesan lo pada. Tunggu gua kembali, oke?"

Aku mengangguk. Memeluknya sekali lagi sebelum ia melangkah cepat karena pesawatnya sudah mau terbang. Tubuhku terasa hangat karena ternyata Elang menyampirkan jaketnya ke bahuku. "Ayo balik."

Aku mengangguk mengikutinya melangkah keluar bandara. Mataku mengedar ketika sadar aku tinggal bersama Elang. "Bang Martin, Rama ke mana?"

"Rama pergi mau cari makan katanya lapar. Kalo Martin tuh,"

Dagu Elang menunjuk ke arah depan. Aku mengikuti arah pandangnya, memperhatikan bang Martin yang melangkah pelan sambil menunduk.

"Pasti galau ditinggal pacar."

Aku mendengus sambil melingkarkan tangan ke lengan Elang yang tangannya masuk ke dalam saku celana. "Bukan ditinggal. Tapi jadi ldr-an. Ya lo bayangin aja kalo gua kuliah di luar juga pasti begitu, kan?"

Elang menunduk sekilas untuk melihatku. "Enggak lah. Karena gua yakin lo..."

"Gua apa?"

"Lo gak bakal keterima kuliah di luar hahahaha."

Elang berlari setelah mengucapkan hal yang mengesalkan bagiku. Aku mengejarnya. Mengabaikan orang-orang yang menatap kami heran. Pasti dipikiran mereka aku sedang mengejar maling atau mungkin berpikir aku dan Elang adalah pemain film india?

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang