[13] Seharusnya

680 53 6
                                    

Keesokan paginya aku langsung bergegas mandi dan tentu saja izin sehari karena aku ingin menemani Nadiya yang kini dirawat di rumah sakit. Bunda mengusap wajahku membuatku tertegun.

"Anak Bunda nangis lagi?"

Aku mengerjapkan mata lalu sadar. "Enggak, Bun." Aku menyambut tangannya. "April pergi dulu ya, Bun."

Bunda tersenyum tipis. "Ingat kata Bunda. Ini bukan salah kamu, sayang."

Aku mengangguk, berusaha memasang senyum terbaik lalu mengedipkan sebelah mata. "April berangkat. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Aku pergi ke minimarket dulu untuk beli roti dan tentu saja milo. Aku sedang mengecek expire roti yang kupegang ketika bahuku tertabrak mas-mas yang sedang menyusun roti-roti baru. "Eh, maaf, mas."

Masnya hanya tersenyum maklum membuatku tak enak. Aku segera menuju kasir dan mataku membelalak melihat siapa yang sedang antri di kasir. Itu Elang yang sedang memegang keranjang berisi pampers dan bubur bayi?

Aku yang antri dibelakangnya jadi menahan tawa. Elang ternyata bisa juga ya disuruh nyokapnya beli popok buat adeknya haha. Kok aku keliatan sok tau dan sok kenal ya?

Entah kenapa, Elang menoleh dan kuliat sedikit keterkejutannya melihat ada aku dibelakangnya. "Lo.... Ngikutin gua?"

Aku memasang wajah garang. "Enak aja. Lo kali yang ngikutin gua, ini kan deket rumah gua. Lagian gak ada gunanya gua ngintilin lo."

Elang mendengus lalu mengeluarkan kartunya saat gilirannya. "Sekalian tasnya mbak."

Mbak kasir yang kuliat beberapa kali mencuri pandang ke Elang mengangguk dengan sok cantik membuatku geli. Elang menatapku saat belanjaannya dibungkus. "Lo kok gak pake seragam?"

Ah iya. Aku baru sadar bahwa Elang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. "Gua izin. Mau jenguk Nadiya."

"Oh, dia sakit?"

Aku menggeleng. Meletakkan belanjaanku dengan Elang yang bergegas pergi. "Dia habis dibegal semalam."

Tak ada sahutan lagi. Kulihat, Elang sudah melangkah keluar. Setelah selesai membayar. Akupun bergegas keluar dan langsung mengusap dada saat sadar ada Elang.

"LO BISA GAK SIH SEHARI AJA GAK NGAGETIN GUA?!"

Elang memandangku aneh. "Lo-nya aja yang kagetan."

"Kenapa lo masih di sini? Belanjaan lo mana?"

Elang hanya menunjuk sebuah mobil yang sudah melaju. Mungkin dibawa Mamanya? Mungkin lah.

"Rumah sakit mana?"

"Lo mau jenguk dia?"

Elang mengangguk membuatku memberitahunya lalu segera bergegas ketika ojolku datang. "Pastiin lo jenguk orang bawa sesuatu, Lang."

•••

Menjenguk Nadiya kenapa menjadi segugup ini? Apa karena aku tau ada Rama yang akan kembali memakiku atau Nadiya yang turut menyalahkanku? Kenapa sekarang aku jadi ragu untuk masuk padahal aku tinggal memutar kenop pintu rawatnya saja.

Ingat, April. Lo udah niat ketemu Nadiya sampai bawa roti dan sekarang tinggal satu langkah mewujudkan hal itu. Semua bakal percuma kalo lo mundur sekarang.

Berusaha meyakinkan hati, aku menutup mata ketika pintu sudah berderit terbuka dengan sesuatu yang menggeserku sedikit dari pintu. "Lama lo."

Aku menoleh, mendapati Elang yang dengan santai langsung masuk ke kamar rawat. Merasa ada teman, aku segera ikut masuk membuat Nadiya dan Rama bingung.

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang