Aku bertepuk tangan heboh setelah bang Martin duduk di hadapanku lagi. Saat ini kami berada di salah satu kafe. Mainstream banget ya diajak malmingan ke sini 😂 Bang Martin iseng nyumbangin lagu karena kupaksa.
"Keren, bang."
"Puas lo sekarang?" Tanyanya membuatku kembali tergelak.
Suara bang Martin bagus tapi dia kan orangnya cuek dan gak suka jadi perhatian. Ya mirip-mirip aku lah tapi karena aku memaksa dengan jurus andalan 'gak mau makanyang udah dia pesenin' ya akhirnya dia ngalah. Enak juga ngerjain dia gini 🤣
"Lo masih marahan sama Marcel, Pril?"
Aku mengunyah makananku dengan lambat. "Gua gak marah elah, bang. Yang marah kan Rama."
Bang Martin mengangguk dan menyuap makanannya. "Padahal Mama nanyain lo mulu. Kenapa sekarang gak pernah main ke rumah lagi? Kangen katanya."
Aku tersenyum tipis. "Salam buat Tante Dewi deh bang. Ntar lah kapan-kapan gua main."
Aku dan Bang Martin menikmati makanan dengan menyaksikan orang-orang yang menyanyi dan beberapa pengunjung yang turut menyumbangkan lagu.
"Wowww. Siapa ni lagi nge-date?"
Aku mendongak dan sedikit terkejut ketika sadar 2 orang biang rusuh, (teman sekelas Elang) kini menatapku penasaran.
"Ngapain lo berdua di sini? Nge-date? Lo berdua jeruk makan jeruk?" Tanyaku sarkas yang membuat Danu mendengus.
Zaini berdeham. "Ya emang kafe ini ditujukan buat pasangan doang? Lagian kita ke sini gak cuma berdua tuh."
"Ohiya? Gua sih bodo amat. Udah hush hush jangan ganggu gua." Usirku membuat keduanya kesal lalu mencari meja yang kosong.
Diam-diam aku melirik. Memperhatikan Danu dan Zaini yang sedang memesan makanan.
"Pril," Teguran Bang Martin membuatku kembali menatapnya. "Teman-teman lo?"
Aku menggeleng. "Satu sekolah sih tapi bukan temen gua. Lagian bukan teman sekelas dan ya kami beda jurusan."
Bang Martin manggut-manggut. Aku kembali menikmati makananku ketika Bang Martin menegurku lagi. "Yang itu bukan temen lo juga?"
Aku mengikuti arah pandang bang Martin dan seketika menjadi bad mood saat melihat Elang yang kedatangannya disambut alay oleh kedua temannya. "Bukan dan gak akan jadi temen gua."
"Ada masalah sama dia?"
Aku menggeleng lalu mengangguk membuat bang Martin tergelak. "Jadi apa tuh maksudnya bilang enggak terus bilang iya?"
"Lo ingat Nadiya, bang?"
"Nadiya?" Bang Martin menatapku sambil berpikir lalu menggeleng membuatku menepuk jidat.
"Masa lupa sih? Padahal dia cantik banget orangnya, bang."
Bang Martin mengernyitkan alisnya. "Ya terus karena dia cantik harus banget selalu gua inget gitu?"
Aku menyeruput minumanku lalu menatapnya jengkel. Orang ini terlalu bodo amat dengan orang yang dia tidak kenal.
"Yang pernah ke rumah lo bareng gua pas Rama sakit."
Bang Martin mikir sejenak lalu ber-oh ria. "Oh yang itu. Emang dia kenapa?"
"Cowok itu," aku menunjuk Elang dengan menggerakkan jempol ke arah belakang karena posisi meja Elang itu di beberapa meja belakangku. "Yang dikejar-kejar Nadiya."
Bang Martin kembali menatap Elang lalu mengangguk tanda paham. "Style-nya oke lah, orangnya juga kalem kayaknya. Pasti tipikal cowok yang direbutin di sekolah lo, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyimpan Rasa
Teen FictionSelama ini aku yang punya rasa lebih. Aku yang berharap kamu sadar tanpa harus kuberitahu secara langsung. Aku yang pengecut, bersembunyi dengan topeng persahabatan. Yang hanya diam karena sadar kamu menyukai temanku sendiri. Seperti itu hingga kini...