[10] Syarat

770 59 4
                                    

Aku mengunyah dengan tenang ketika Nadiya memandangiku penuh harap. "Enak tapi terlalu manis."

Nadiya mengangguk lalu mendorong piringnya ke depanku. "Yaudah lo abisin ini. Gua buat yang baru. Ntar lo cobain lagi, oke?"

Aku melotot. "Nad, ini udah piring ke 5 gua makan brownis buatan lo."

Nadiya terkekeh dan kembali membuat adonan baru. "Lo kan kelinci percobaan gua."

Aku menggelengkan kepala lalu bersandar. "Dasar bucin."

Nadiya tak menanggapiku, ia memilih fokus dengan kegiatannya. Aku mendengus. Badanku rasanya pegal seharian sekolah dan bukannya berakhir di kamarku sendiri, sekarang aku malah berada di rumah Nadiya. Katanya dia mau buat brownis untuk Elang. Apa aku sudah pernah bilang? Elang seberuntung itu loh ditaksir sama Nadiya. Cewek yang padahal bisa beli kue langsung jadi tapi rela-relain buat sendiri demi dia. Dasar Nadiya bucin. Aku aja gak sebegitunya ke Rama. Bicara soal Rama, sebenarnya dia maksa ikut pas tau aku diajak Nadiya ke rumahnya tapi Nadiya yang nolak dengan alasan girl's time. Kulirik ponselku yang sepi, hanya notif dari grup yang masuk. Efek jomblo:')

Aku menguap lalu beranjak membuat Nadiya melirikku. "Jangan pulang dulu, Pril."

Aku mendelik. "Iye. Gua mau cuci muka dulu, ngantuk nih gua gara-gara lo."

Nadiya terbahak. "Sekalian mandi gih sana, pake aja baju gua."

"Nah gitu dong dari tadi, badan gua udah lengket nih. Gua mandi dulu."

Nadiya mengangguk membiarkanku melenggang tak tau diri di rumahnya. Gapapa dong kan udah disuruh anggap rumah sendiri sama yang punya rumah.

Selesai mandi, aku membuka lemari pakaian Nadiya dan sempat menganga karena isinya penuh dan sangat lengkap. "Eh buset, ini baju beli semua apa ada yang hasil endorse ya?"

Aku memakai kaus polos dan celana selutut rumahan milik Nadiya lalu kembali ke dapur. "Udah belum, Nad?"

"Belum, Pril."

"Ini udah jam 8 malam loh, Nad. Udah hampir 4 jam lo bereksperimen yang ujung-ujungnya juga bakal habis lo sodorin ke gua."

Nadiya mengerucutkan bibirnya. "Yang kali ini lo nyicip dikit aja soalnya ini berhasil tau."

"Yayaya."

"Pril, can you help me?"

"Lagi? Lo pasti nyuruh gua buat ngasih hasil eksperimen lo ke cowok aneh itu?"

"Dia gak aneh, Pril."

Aku memutar bola mata. Melipat tangan menatap Nadiya yang terlihat senang ketika menyajikan brownis yang katanya berhasil ke hadapanku. Dia memotong sedikit lalu menyuapiku membuatku mau tak mau mengunyah.

"Eh yang ini enak banget woy! Buat gua aja lah." Baru aku mau menarik piring itu ketika Nadiya lebih cepat menyembunyikannya dariku.

Dia tersenyum lebar. "Berhasil kan gua? Elang pasti suka."

"Whatever lah, Nad." Aku berdiri membuat Nadiya memegangi tanganku.

"Tolong ya, Pril?"

Aku menurunkan tangannya. "Kenapa sih lo gak coba ngasih sendiri ke dia? Kenapa harus selalu dengan perantara gua? Kan yang suka dia lo, bukan gua, Nad."

Nadiya menunduk. "Gua bakal malu kalo sampe dia gak nerima pemberian gua."

"Ya terus lo pikir gua gak malu?" Sarkasku membuat Nadiya terdiam.

"Bukan gitu. Sebenarnya gua sadar, Elang itu lebih banyak ngomong kalo sama lo dibanding gua. Gua cuma pengen tau di mata dia, gua ini gimana. Gua yakin dia pasti ngomong ke lo soal gua."

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang