[44] With Rama

471 56 9
                                    

"Kapril mau ke mana?"

Aku menatap Sisi yang memasuki kamarku. "Mau jalan sama Rama."

"Ikut boleh?"

Aku menggeleng membuatnya mendesah kecewa. "Rama bawa motor, gak muat kalo ajak kamu." Aku tertawa melihatnya yang merengut sebal lalu menghentakkan kakinya keluar kamar.

Selesai bersiap, aku segera keluar karena Rama sudah menunggu. Tak lupa aku mengirimkan pesan suara pada Elang.

"Hari ini gua jalan sama Rama. Gak boleh ganggu, gak boleh jealous karena setelah ini Rama bakal fokus sama kuliahnya dan itu artinya dia jarang ada waktu buat main bareng gua. Dimengerti ya pacar.. sekian dan terima kasih..."

Send.

"Buset. Pake laporan segala kayak upacara."

Aku mengibaskan rambut panjangku. "Ya gimana ya, lo kan tau cowok gua seposessif gitu karena ceweknya cakep kebangetan gini."

"Mau muntah gua, Lan."

Aku terbahak. Menariknya keluar setelah berpamitan dengan Bunda. Aku memakai helm lalu menaiki motornya. "Mau ke mana kita?"

Rama yang sudah menyalakan mesin motornya menyahut. "Tanyakan pada peta."

Kugeplak helmnya membuat Rama terkekeh. "Udah, diam aja. Gua yang ngeluarin tenaga ini jalanin motor. Lo gak usah banyak bacot."

Ngeselin. Sepanjang perjalanan, kami hanya diam karena aku sedikit kesal dengan sahutan Rama tadi. Hingga motornya berhenti di tepi jalan. Rama menyuruhku turun dan mengikutinya. Kami sekarang berada di tepi danau.

Rama mengajakku duduk bersamanya. "Lan, lo sama Elang saling sayang, kan?"

Aku mengangguk mengiyakan. Rama tersenyum. "Gak ada kebohongan atau rencana balas dendam kan dibalik hubungan kalian?"

Aku menatapnya kesal. "Harus berapa kali gua ngomong kalo omongan lo ini gak benar, Ram?"

Ia mengangguk dengan senyum lebih lebar. "Gua percaya kok. Gua cuma mastiin. Karena gua gak mau kalau gua udah pergi nanti, lo sedih lagi. Gua gak mau denger kabar lo nangis-nangis atau bahkan jadi depresi karena cowok."

Aku mengangguk. Menatap ke dalam danau sambil melempar batu-batu kecil di dekatku. "Percaya aja, cuma lo dan gak bakal ada lagi cowok yang nyakitin gua."

Rama menggenggam tanganku yang diam di sebelahnya. Aku sedikit terkejut apalagi ketika melihat tatapannya yang benar-benar putus asa.

"Gua minta maaf soal itu. Pasti lo sakit hati banget sama semua ucapan jahat gua ke lo dulu."

"Bener. Karena lo tu orang terdekat gua, sahabat gua dari kecil makanya gua agak shock lah lo bisa gituin gua."

"Maaf," Rama tertawa miris. Bisa kulihat dari pancaran matanya. "Pasti lo udah bosan denger kata itu terucap dari mulut gua tapi cuma itu yang bisa gua lakuin sekarang."

Aku berdeham mengiyakan. Membiarkannya tetap menggenggam tanganku. "Lo pasti senang denger dari Bang Martin kalo gua akhirnya suka sama lo. Pasti lo ngetawain gua yang kena karma. Hidup selucu itu ya, Lan?"

Aku menatapnya. Balas menggenggam tangannya. "Lo nyesel suka sama gua?"

Rama menggeleng. "Sama sekali enggak. Penyesalan gua cuma satu, gua naksir lo tapi lo-nya udah jadi pacar orang."

Aku terdiam. Membiarkan Rama mengeluarkan semua keluh kesahnya tentangku.

"Tapi gua juga seneng dan lega karena lo pacarannya sama Elang. Orang yang gua kenal meskipun gak deket banget sih tapi gua tau anak itu orang baik. Keliatannya aja cuek tapi dia tipikal orang yang pedulian. Lan, karena Elang yang jadi cowok lo, gua akhirnya ikhlas, gua tau dia bakal jagain lo lebih baik dari gua."

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang