Caca
"Lo mau kemana?" Tanya Ken saat melihat gue membuka pintu utama rumahnya.
"Gue kira lo nggak di rumah. Gue mau pulang."
"Lo mau terima perjodohan itu?"
Gue mengangkat bahu.
"Kalo misal jodoh gue ternyata dia masa gue mau nolak, nanti yang ada gue nggak nikah-nikah."
"Amit-amit jangan sampe." Lanjut gue sambil menggetarkan bagian atas tubuh gue.
Ken mengacak rambut gue.
"Maaf." Katanya langsung mengangkat tangannya menjauh dari kepala gue, mungkin karena gue memasang wajah datar.
Bukannya karena gue nggak suka, bukan. Gue merasa ehm--nyaman.
"Mau gue anter?"
Gue senyum sampe mata gue menyipit "Tau ajaa."
Ken menggelengkan kepalanya.
"Gue boleh minta nomor telpon lo?" Kata Ken waktu kita di jalan.
"Biar kita bisa jadi temen, mungkin?" Lanjutnya menjelaskan, padahal tanpa di jelasin pun gue kek-nya bakalan tetep ngasih deh. Gimana nggak, Ken udah baik banget sama gue.
Gue cuma ngangguk dan dia ngasil ponselnya ke gue.
Nggak ada pembicaraan lagi setelah itu.
"Makasih yaaa. Daaa." Dia cuma senyum.
"Hati-hati." Lanjut gue, Ken senyum dan ngangguk.
Gue langsung masuk rumah begitu sampe, lagian ngapain berdiri di luar gini.
"Sayaaang kamu dari mana aja? Mama khawatir." Kata seorang wanita yang umurnya beda sepuluh tahun dengan papa, dia memeluk gue sesaat setelah gue masuk rumah.
Gue melepaskan pelukannya dengan kasar, tersarah kalian anggap gue jahat atau apa.
"Lo bukan mama gue."
"Caca! Jangan kasar gitu, gimanapun dia mama kamu." Kata laki-laki yang biasa gue panggil papa.
Gue memutar bola mata, males. Gue nggak menanggapi, lalu naik ke kamar.
"Dari mana aja kamu baru pulang?"
"Refreshing." Kata gue sedikit berteriak biar papa dengar karena jarak diantara kita lumayan jauh.
Termasuk jarak hubungannya.
"Udah pa, Caca juga butuh waktu sendiri. Biar dia bebas sebentar aja." Kata perempuan itu yang masih gue dengar walaupun kurang jelas.
Perempuan tadi adalah mama tiri gue. Sebenernya gue paling males nyebut mama buat dia, lebih ke jijik malah. Emang nggak semua mama tiri jahat, dia juga nggak jahat.
Gue benci sama dia karena dia adalah selingkuhan papa gue. Mama nggak pernah tau kalo papa selingkuh atau mungkin dia udah tau tanpa sepengetahuan gue. Dia dan papa menikah setelah mama meninggal, bahkan belum setahun.
Salah satu alasan gue belum menikah atau pacaran lagi di usia gue yang udah dua puluh lima tahun ini adalah karena gue belum bisa percaya sama laki-laki, gue takut lebih tepatnya trauma. Lagian menurut gue usia dua puluh lima tahun nggak se-tua itu, kenapa juga gue harus nikah cepet-cepet.
Alasan papa dia pengen ada yang ngejaga-in gue, dia takut gue masuk ke hubungan yang salah. Jadi pelakor gitu maksudnya? Hahaha, lucu. Kenapa juga gue harus nikah sama mantan crush gue itu, ya karena papanya bakalan kerjasama dengan papa gue. Jadi alesan buat kebaikan gue tadi cuma bulshit, upss.