14. What should I do?

472 62 2
                                    

Caca

Gue menunggu di depan ruang operasi. Sendirian. Gue nggak tau harus menghubungi siapa, gue nggak tau keluarganya Ken.

"Dengan Caca?" Tanya seorang laki-laki paruh baya.

Gue berdiri "Iya? Keluarganya Ken? Atau-- papanya Ken?"

Dia tersenyum "Boleh ikut keluar?"














"Ketemu Ken sudah lama?" Tanya bapak-bapak tadi.

Gue mengangguk "Sekitar satu bulan yang lalu."

"Seberapa tau kamu tentang Ken?"

Gue nggak menjawab, gue nggak tau banyak tentang dia. Gue cuma tau dia orang pertama yang menanyakan apakah gue baik-baik aja.

"Kalung itu?"

Gue langsung memegang kalung di leher gue, gue bahkan nggak ingat sejak kapan ada disitu.

"Itu dari Ken?"

Gue mengangguk ragu "Mungkin" karena gue nggak begitu yakin. Gue juga bingung, gimana bisa gue jadi pelupa gini.

Dia memberikan gue sebuah buku.

"Kenzo Gunandhya Angel's." Gue terkekeh waktu membacanya.

"Mungkin kamu bakalan susah percaya, tapi gimanapun kamu harus percaya. Kamu bisa baca ini nanti."

Gue menutup kembali buku itu.

"Kenzo Gunandhya, dia adalah malaikat."

"Maksudnya?"

"Kamu bisa tau nanti dari buku itu."

"Ken gagal menyelesaikan tuganya dan itu bisa berbahaya buat dia." Lanjutnya.

Gue tersenyum "Saya masih belum paham."

"Kamu sudah paham, hanya saja kamu belum menerima kenyataannya."

Gue berpikir sebentar, mungkin benar.

"Ingat mimpi kamu waktu itu?"

Gue menggeleng, masih belum paham.

"Mimpi tentang Ken adalah malaikat."

Ah iya. Gue ingat.

"Itu adalah mimpi yang Ken kasih, dia berusaha memberi tau ke kamu sedikit demi sedikit."

"Denan, laki-laki tadi meninggal. Itu karena Ken mau menyelamatkan kamu."

Gimana dia bisa tau?

"Kamu tau apa akibatnya kalo Ken gagal menyelesaikan tugasnya?"

Gue menggeleng, gue bener-bener nggak tau.

"Dia akan menghilang."

"Maaf. Tapi saya bener-bener nggak paham."

Dia mengambil selembar kertas dan korek api, lalu membakarnya.

"Dia akan menghilang seperti kertas yang di bakar ini."

Gue tersenyum dengan maksud menahan diri biar nggak nangis "Saya nggak tau maksudnya apa. Jadi, permisi."

Tapi laki-laki tadi menahan tangan gue "Kamu mungkin akan sulit percaya, tapi cepat atau lamabat kamu harus percaya karena itu kenyataannya."










Gue pulang ke apart, untuk saat ini gue mau sendiri dulu. Iya, gue egois setelah Ken menolong gue. Kalo kalian ada di posisi gue kemungkinan kalian bakalan melakukan hal yang sama. Kenyataan emang susah buat di terima.

Gue membaca semuanya, apa Ken melakukan semuanya cuma karena tugas ini atau bahkan karena kasihan?

"Gue kira lo tulus melakukannya, ternyata--"

Kayaknya, gue nggak akan ketemu Ken dulu. Gue nggak siap, buat terima kenyataan.

Besok paginya, gue dapet telpon dari rumah sakit dan katanya Ken udah sadar. Mau ataupun nggak mau, gue harus dateng ke rumah sakit. Ken cuma punya gue kan? Atau dia punya orang tua disini?











Gue memasuki ruangan tempat Ken, dia senyum ke gue seperti nggak terjadi apa-apa. Ken merentangkan tangannya, iya dia minta di peluk.

Gue memeluk Ken, gue takut kehilangan dia. Gue nangis di pelukan Ken "Gue nggak mau kehilangan lo, jangan ninggalin gue Ken. Tolong."

Ken melepaskan pelukannya lalu mengusap pipi gue, menghapus air mata gue. Rasanya lebih baik gue nggak tau kenyataannya.

"Are you okay?"

Gue mengangguk, bohong.

"Apa yang terjadi Ca, pas gue nggak sadar. Lo kenapa?"

Gue menggeleng "Gue takut kehilangan lo." Ken membawa gue ke pelukannya.

"Bisa nggak sih kita sama-sama terus, buat selamanya?"

Ken senyum "Bisa dong, kenapa nggak?" gue menggeleng.

"Gue takut aja."

Ken menangkup pipi gue "Lo nggak perlu mikirin apa yang belum tentu bakal terjadi Ca."

Gue tertawa, aneh ya "Iya juga, ya. Kan lo nggak ninggalin gue, iya kan?" Ken mengangguk.

Lo bohong, Ken! Gue benci kebohongan dan lo tau itu.

"Ca..."

Ken membuyarkan lamunan gue.

Ken menepuk-nepuk bagian sebelahnya.

"Hah?!"

Jadi keong deh gue.

"Sini."

Gue ngangguk dan nurut aja buat tiduran di sebelahnya dengan bantal lengan Ken. Cuddling.

Enak banget, empuk. Padahal si Ken kurus.

Gue menenggelemkan wajah ke dadanya.

"Gue takut kehilangan lo, Ca. Jangan kemana-mana ya?" Gue ngangguk.

Nggak salah kan? Gue nggak bohong sama Ken, cuma gue memutuskan buat nggak cerita aja ke dia.














Nggak salah kan? Gue nggak bohong sama Ken, cuma gue memutuskan buat nggak cerita aja ke dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lonely Girl | Wendy × JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang