"Apa kau bisa bicara?" Ia bertanya lembut. Aku bisa merasakan bahwa ia sangat berhati-hati atas ucapannya. Mungkin takut aku tersinggung. Padahal aku sudah terbiasa.
Aku menjawab pertanyaannya dengan satu anggukan.
Kemudian ia beranjak pergi, membuatku bingung hingga mengerutkan kening. Aku menunggunya beberapa menit.
Lalu Yeora kembali masuk pada ruang dapur tempatku menunggunya. Ia memberikan satu buku kecil dan sebuah pena.
"Kau bisa menggunakan kedua benda itu untuk berkomunikasi."
Aku melihat ia tersenyum. Terlihat cantik. Aku suka senyumnya. Indah. Seperti bulan sabit.