Bonus

128 5 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—V

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—V

Menurutmu? Bagaimana seseorang bisa meraih puncak kejayaan dengan mudah?

Menurutmu? Bagaimana seseorang yang mempunyai keterbatasan ini diberikan kelimpahan harta serta kepopuleran yang menjanjikan?

Sebelum bertemu dengan Hyojo, aku tak pernah membayangkan bisa tinggal di rumah bak istana, punya lebih dari sepuluh asisten rumah tangga, bahkan memiliki beberapa koleksi mobil mewah yang selalu kukendarai bersamanya.

Inilah diriku yang sekarang. Hidup bergelimang harta serta dihujam ribuan kebahagian tak terhingga. Menekuni  profesiku sebagai violist yang sudah meraih beberapa piala penghargaan dunia.

Aku menghembuskan napas setelah mendengar sautan tepuk tangan yang menggelegar. Kelopak mataku membuka kala satu titik sorotan lampu panggung yang tertuju padaku begitu menyilaukan pandangan.

Aku tersenyum puas dan menunduk sopan pada ratusan penonton yang hadir. Malam ini adalah show-ku yang ketiga di Toronto, Kanada.

Kali ini aku tak melihat Hyojo dalam kursi penonton. Ia menungguku di balik panggung. Entah sudah berapa kali ia  bolak-balik kamar mandi sejak aku tampil. Kandungannya yang menginjak usia sembilan minggu memang membuatnya terus memuntahkan isi perut. Aku sudah bilang agar ia menunggu dan beristirahat saja di dalam hotel. Namun wanita keras kepala itu tetap memaksa ikut dan membuat dirinya malah jadi kerepotan sendiri. Katanya, ini bukan pertunjukan biasa. Akan ada talkshow di mana dalam beberapa sesi, aku harus menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh narasumber.

"Boleh saya tahu, bagaimana perjalanan V bisa menemukan potensi dalam dirinya sampai memutuskan untuk menjadi violist?" Tanya pemandu acara dalam bahasa Inggris.

Aku mengamit jemari Hyojo yang sudah mengambil tempat di sisiku. Kami duduk pada sebuah sofa merah yang sudah disediakan. Aku tersenyum memandang Hyojo tanpa kedip. Mempercayakan seluruh jawaban dari pertanyaan narasumber yang harusnya diajukan padaku.

Semalam, di hotel tempat kami menginap, Hyojo sempat latihan dan membaca beberapa artikel. Dia bilang, ini talkshow pertamaku. Dia tak ingin menghancurkan karirku hanya karena salah dalam berbicara.

Sekarang aku bisa merasakan ujung-ujung jemarinya dingin. Kentara sekali bahwa Hyojo menyembunyikan gugupnya pada seulas senyum manis yang menawan. Aku tahu ini tak mudah.

"Aku percaya orang seperti V mempunyai bakat yang luar biasa. Mereka mempunyai keterbatasan, namun diberikan keahlian di atas rata-rata. Bagiku, mereka ibarat barang langka. Limited. Mungkin sulit awalnya untuk menggali potensinya. Tapi jika kita bisa menemukannya, maka akan sangat bernilai harganya."

Gaduh tepuk tangan yang menggelegar kembali kudengar sampai sudut  ruangan. Hyojo memang gadis pintar dan bisa diandalkan.

"Aku masih ingat bagaimana V menolak untuk bermain piano di usianya yang menginjak dua puluh tahun. Namun setelahnya ia justru tertarik dengan salah satu violist di sebuah stasiun televisi yang tak sengaja ia tonton. Aku pernah menanyakan apakah ia serius dengan keinginannya? Kemudian aku melihat tekad pada kedua bola mata itu, hingga aku tak punya pilihan lain selain mendukungnya sampai ia menjadi seperti sekarang."

Si narasumber tersenyum haru.

"Kalau begitu kau menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa seorang istri bukan yang selalu berdiri di belakang suami, melainkan sosok figur seperti  teman hidup yang selalu berjalan beriringan dengan suaminya?"

"Yeah, aku setuju. Begitulah hubungan suami istri yang sehat, bukankah begitu?"

Alice, wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai pembawa acara itu tertawa mendengar penuturan Hyojo.

"Baiklah, satu pertanyaan terakhir. Adakah kebiasaan V yang membuatmu semakin mencintainya?"

Hyojo tertawa malu-malu. Aku melihat semburat samar pada tulang pipinya.

"Apakah boleh aku mengatakannya di sini?" Hyojo bertanya mengahadapku untuk meminta persetujuan, hingga kubalas dengan satu anggukan kepala.

"Dia tak pernah absen memberikan pesan 'aku mencintaimu' setiap pagi atau  malam hari. Entah itu lewat chat atau menulisnya di post-it kemudian menempelkannya di perabotan rumah yang sering kugunakan."

Aku mencium pipinya singkat setelah penonton kembali bersorak atas jawaban Hyojo. Wanitaku berubah menggemaskan jika sedang malu.

Sampai-sampai dia lupa mengatakan bagaimana aku bersikap setelahnya. Bagiku, morning sex lebih menggairahkan dari pada having sex di malam hari yang melelahkan. Tentu saja caraku memintanya hanya dengan mengirim pesan implisit seperti yang ia katakan pada Alice.

I love him so much. Aku sudah berjanji  untuk selalu berada di sampingnya tak peduli dalam keadaan sehat maupun sakit, susah maupun senang. Tidak akan  meninggalkannya meski dalam kondisi titik terendah sekalipun. Aku akan selalu menyayanginya seperti sumpahku pada tuhan di atas altar dua tahun yang lalu.

Hyojo, aku mungkin bukan suami yang sempurna untukmu. Namun cintaku serta buah hati yang ada dalam perutmu  akan menyempurnakan keluarga kecil kita.

Aku mencintaimu, Hyojo-ku sayang.

End

Y.O.U | Kth √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang