xviii

67 4 3
                                    

Aku pikir Yeora hanya butuh waktu. Lantas yang selanjutnya kulakukan hanyalah menunggu.

Tapi ternyata aku salah.

Hari itu, subuh-subuh aku mendengar derit roda yang bergesekan dengan lantai. Semakin lama suaranya makin terdengar gaduh.

Aku keluar dari kamar untuk memastikan. Namun yang kulihat justru presensi Yeora yang sedang kepayahan menggeret koper besar yang kurasa memuat seluruh barang-barangnya.

Ia terlihat tergesa-gesa. Kedua pupilnya membesar saat mendapatiku menghampirinya dan menatapnya penuh tanya.

"Aku harus pergi, jangan cegah aku V" Seperti itu dia berkata.

Aku masih menatapnya tak mengerti. Memangnya dia akan pergi kemana dengan membawa semua barang sebanyak ini?

Pradugaku semakin tak menemukan titik ujung saat Yeora kembali menggeret koper itu sampai depan pintu, dan aku kembali mencekal pergelangan tangannya. Namun dengan sekali gerakan, tanganku ditepis kasar.

"Lepaskan!" Teriaknya yang membuatku seketika terkesiap.

Selama aku mengenalnya, Yeora tak pernah memperlakukanku sekasar ini.

"Ku bilang, biarkan aku pergi."

Aku meneguk ludah, kugapai tangannya yang kembali ditepis kasar. Yeora berjalan menjauh bahkan sudah melewati gerbang.

"BERHENTI MENGIKUTIKU, DASAR BODOH!!!!! PERGI!!! PERGI V!!!!"

Dia terus berlari dan aku mengejarnya, mengabaikan dingin yang mulai menusuk telapak kaki karena tak sempat memakai alas.

Aku berteriak sebisaku untuk mencegahnya pergi. Namun Yeora seakan tuli dan terus berlari menjauh  seakan mengusir.

Sampai pada pertengahan jalan besar, kedua mataku masih menatap punggung sempitnya yang mulai memasuki bus. Kakiku sudah tak lagi mengejarnya. Yang ku lakukan hanya diam termangu dan mulai menyadari sesuatu.


Bahwa hanya aku yang mencintainya sederas hujan,

Sedangkan Yeora berlari menjauh untuk berteduh agar tidak kebasahan.

Y.O.U | Kth √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang