xx

71 4 8
                                    

Aku tak bisa berdiri dengan benar. Kaki ku mati rasa. Aku bahkan harus menopang sebagian berat badan pada pinggiran wastafel.

Sejak bertemu dengan Yeora untuk yang pertama kalinya setelah dua belas tahun ia memutuskan pergi, otakku sudah tidak lagi berfungsi.

Bayang-bayangnya terus menari dalam kepalaku, bahkan setelah ku basuh permukaan wajahku dengan air.

Aku menengadah untuk melihat pantulan wajahku di antara dinding putih toilet.

Buruk.

Kau terlihat buruk, V.

Kau payah.

Kupikir Yeora sudah berhasil kulupakan. Sebab tak kutemui kehadirannya dalam hidupku belakangan. Namun sepertinya aku salah. Keputusan untuk menghadiri pesta ulang tahun anaknya membuat perasaan yang lama kukubur itu seketika menyeruak naik ke permukaan.

Dimataku, Yeora semakin terlihat cantik. Tidak ada yang berubah. Wanita itu masih bertahta di dalam hatiku.

Selamanya mungkin tidak akan ada yang bisa berubah. Karena sekalipun aku tak pernah mengijinkannya mengetahui, bahwa ada satu hati yang menyimpan namanya dalam diam.

Drrtttttt

Kuraih ponsel dari dalam celana bahanku. Layar pipih itu bergetar dan  menampilkan sebuah nama serta profil fotoku.

Hyojo menelpon.

Aku membiarkannya beberapa saat sampai kuputuskan untuk menolak panggilannya.

Hingga beberapa pesan masuk.


Hyojo


V?

Kau OK?

Aku khawatir. Kau sudah 15 menit di dalam toilet.

Aku menunggumu di luar pintu.

...

Kenapa tidak mengangkat telponku?

Serius, V? Tolong jangan mengabaikanku.



Aku termenung beberapa saat setelah membaca pesannya. Kemudian memutuskan untuk menyimpan kembali ponselku dalam saku celana.

Kuhirup napas dalam-dalam kemudian kembali menatap diriku sendiri dalam pantulan kaca.

Mengapa tiba-tiba seperti ini? Apa yang sedang kau pikirkan? Sebentar lagi kau akan menikah, V. Bersama dengan gadis yang sangat berpengaruh dalam hidupmu yang sekarang.

Hyojo.

Namanya Hyojo.

Bukan Yeora.

Sekali lagi, namanya Hyojo.

Gadis gila yang sudah merelakan masa remajanya untuk membantuku bekerja. Mendukung segala keputusanku, tanpa mencela sedikitpun. Hyojo juga yang membantu membiayai kursus musik. Ia pula yang mendaftarkan berbagai lomba untuk kuikuti, sampai Manajer Min tertarik dan merekrutku untuk masuk dalam agensinya.

Semua kesuksesan yang kudapatkan sekarang, tak ayal karena jerih payah dari Hyojo. Bukan Yeora.

Lantas dengan satu hembusan napas mantap, aku melangkah keluar. Memasang mimik wajah bahwa semua terlihat baik-baik saja.

Sampai pada pintu keluar, pandanganku langsung bertemu dengan  Hyojo yang sudah menggigiti kukunya. Wajah itu  kusut dan tampak resah.

"V! Kenapa kau tak mengangkat telponku?" Dadaku dipukul cukup keras olehnya.

Aku tahu ia kesal.

"Kau juga tak membalas pesanku. Memangnya sedang apa di dalam?"

Aku tersenyum melihatnya begini. Sudah kubilang kan, Hyojo itu lucu saat sedang marah-marah.

Segera aku meminta maaf dan mengusak kepalanya agar ia lebih tenang. Bibirnya yang masih mengerucut, kucubit ringan karena gemas.

"Hentikan! Kau memperlakukanku seperti anak kecil."

Aku tergelak tanpa suara.

"Manajer Min sudah pulang, tadi berpamitan denganku. Biolamu juga ada padanya." Tuturnya lembut.

Aku mengangguk dan menggiringnya berjalan melewati kerumunan orang yang masih menikmati pesta. Merangkul bahu sempitnya yang tak tertutup gaun hitam.

Kalau boleh jujur, sebenarnya dari awal aku tidak setuju dengan pilihan dress hitamnya yang sedikit terbuka. Takut apabila pestanya sampai larut.

Hyojo sering terpapar angin malam. Aku tak suka. Maka,yang bisa kulakukan saat ini hanya melepas jas putihku untuk membalut tubuhnya agar tak kedinginan.

"Apa pestanya masih lama?"

Aku mengendikan bahu.

Sebenarnya, aku kurang paham dengan konsep pesta orang berada. Manajer Min bilang, aku hanya perlu bermain biola saat acara tiup lilin usai. Namun birthday party bahkan sudah berakhir  beberapa jam yang lalu.

Kemudian yang terjadi sekarang, sudah tidak ada anak kecil seliweran seperti tadi sore. Malah digantikan dengan pesta orang dewasa dengan tempat yang sudah di setting penuh dengan candle light yang dinyalakan di tiap-tiap sudut. Beberapa di antaranya sengaja diapungkan di tengah kolam.

Suasananya disulap jadi romatis. Pencahayaan di dominasi warna oranye.

Dari sini aku menyadari satu hal, bahwa suami Yeora bukan orang sembarangan.

"Hai, V. Kau menikmati pestanya?"

Napasku seketika tercekat. Kulihat Yeora menghampiriku bersama dengan suaminya. Membawa segelas wine untuk diberikan padaku.

Kurasakan genggaman tangan Hyojo  mengetat di atas lenganku. Aku mengamatinya yang melihat Yeora lurus tanpa kedip. Mimik wajahnya jadi tak terbaca.

Aku meraih gelas yang ditawarkan dan tersenyum ramah. "Permainan biolamu sungguh merdu, teman-temanku sampai mengatakan bahwa kau sangat berbakat. Ku harap kau lebih terkenal dari ini, V."

Aku hanya bisa tersenyum mendengar pujiannya serta menunduk sopan.

"Hyojo, aku masih tak menyangka bahwa kau sudah tumbuh menjadi gadis secantik ini." Junjung Yeora memperhatikan Hyojo lekat-lekat.

"Kau juga tidak berubah. Tetap cantik seperti dulu." Balas Hyojo basa-basi.

Aku merasakan cengkramanmya dalam lenganku semakin kuat. Kuusap punggung tangannya beberapa kali agar ia tenang, walau sebenarnya aku tak tahu apa yang sedang ia takutkan.

"Apa kabar Yeora? Sudah lama tidak bertemu. Kami dan seluruh anak panti merindukanmu."

[]

Y.O.U | Kth √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang